Perpustakaan berkembang pesat dari waktu ke waktu menyesuaikan dengan perkembangan pola kehidupan masyarakat, kebutuhan, pengetahuan, dan teknologi informasi. Perkembangan tersebut juga membawa dampak kepada “pengelompokkan” perpustakaan berdasarkan pola-pola kehidupan, kebutuhan, pengetahuan, dan teknologi informasi tadi. Istilah-istilah perpustakaan “membengkak” menjadi sangat luas namun cenderung mempunyai sebuah spesifikasi tertentu. Dilihat dari perkembangan teknologi informasinya perpustakaan berkembang dari perpustakaan tradisional, semi-tradisional, elektronik, digital hingga perpustakaan “virtual”. Kemudian dilihat dari pola kehidupan masyarakat berkembang mulai perpustakaan desa, perpustakaan masjid, perpustakaan pribadi, perpustakaan keliling, dan sebagainya. Kemudian juga dilihat dari perkembangan kebutuhan dan pengetahuan sekarang ini banyak bermunculan istilah perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan anak-anak, perpustakaan sekolah, perpustakaan akademik (perguruan tinggi), perpustakaan perusahaan, dan lain sebagainya.
Namun dari sekian banyak istilah dan jenis perpustakaan tersebut, sebetulnya berdasarkan sifat dan golongan besar perpustakaan secara umum terbagi dalam sebuah bentuk perpustakaan khusus dan perpustakaan umum. Dimana dari kedua perpustakaan tersebutlah berkembang istilah lain yang disesuaikan dengan cara pengelolaan, pengguna, tujuan, teknologi yang digunakan, pengetahuan yang dikemas, serta tujuan perpustakaan didirikan.
Perpustakaan khusus merupakan perpustakaan yang didirikan untuk mendukung visi dan misi lembaga-lembaga khusus dan berfungsi sebagai pusat informasi khusus terutama berhubungan dengan penelitian dan pengembangan. Biasanya perpustakaan ini berada di bawah badan, institusi, lembaga atau organisasi bisnis, industri, ilmiah, pemerintah, dan pendidikan misal perguruan tinggi, perusahaan, departemen, asosiasi profesi, instansi pemerintah dan lain sebagainya.
Perpustakaan khusus biasanya juga mempunyai karakteristik khusus apabila dilihat dari fungsi, subyek yang ditangani, koleksi yang dikelola, pemakai yang dilayani, dan kedudukannya. Sehingga dari hal tersebut nantinya akan terlihat dengan jelas perbedaannya dengan perpustakaan-perpustakaan pada umumnya.
PERPUSTAKAAN KHUSUS VS PERPUSTAKAAN UMUM
Perpustakaan khusus dan perpustakaan umum apabila dilihat secara sekilas sebetulnya tidak ada banyak perbedaan. Bahkan tidak sedikit terjadi “tumpang tindih” antara perpustakaan yang bersifat khusus dan perpustakaan yang bersifat umum. Hanya dalam hal-hal tertentu akan terlihat bahwa ada perbedaan signifikan antara keduanya.
Secara umum sebetulnya kita dapat melihat, membedakan dan membandingkan antara perpustakaan khusus dan perpustakaan umum seperti di bawah ini:
PERPUSTAKAAN KHUSUS PERPUSTAKAAN UMUM
Kedudukan Bernaung di bawah badan/ instansi/lembaga/organisasi tertentu seperti organisasi profesi, perusahaan, pusat studi, departemen, dsb Bernaung di bawah lembaga / badan / organisasi publik seperti pemerintah, yayasan social, dsb
Cakupan Subyek Berkaitan erat dengan bidang/subyek tertentu (khusus) dari berbagai disiplin ilmu. Mencakup bermacam subyek / bidang ilmu pengetahuan
Koleksi Mempunyai jenis-jenis koleksi yang mempunyai informasi tertentu (bidang tertentu tergantung dari spesifikasi perpustakaan) dan termuat dalam berbagai media. Biasanya koleksi berupa buku dan pamlet dengan cakupan bidang koleksi yang lebih luas dan umum
Pemakai Mempunyai / Melayani pemakai dalam kelompok tertentu Mempunyai / Melayani pemakai secara umum / luas
Fungsi Berfungsi untuk menyimpan, menemukan, memberikan dan menyebarkan informasi secara cepat. Berfungsi untuk memberikan fasilitas baca dan pinjam untuk tujuan pendidikan, rekreasi dan penelitian.
UNSUR PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN KHUSUS
Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan perpustakaan khusus, yakni:
Koleksi
Koleksi perpustakaan khusus difokuskan pada koleksi muktahir di dalam subyek yang menjadi tujuan perpustakaan tersebut atau untuk mendukung kegiatan badan induknya. Koleksi suatu perpustakaan khusus adalah tidak terletak dalam banyaknya jumlah bahan pustaka atau jenis terbitan lainnya melainkan ditekankan kepada kualitas koleksinya, agar dapat mendukung jasa penyebaran informasi muktahir serta penelusuran informasi.2
Pembinaan koleksi perpustakaan khusus menekankan pada beberapa jenis bahan pustaka seperti referensi, buku teks, majalah, jurnal ilmiah, hasil penelitian dan sejenisnya dalam bidang khusus, baik dalam bentuk tercetak maupun media rekam lainnya.
Sumber Daya Manusia
Penanganan perpustakaan khusus memerlukan seorang “ahli” dalam bidang/subyek yang ditangani. Hal ini akan mempermudah perpustakaan dalam memberikan apa yang menjadi tuntutan dan kebutuhan pemakainya. Untuk itu biasanya dalam perpustakaan khusus ini dibutuhkan seorang pustakawan yang mengerti dan paham akan bidang kerja/bidang yang ditangani oleh lembaga induknya. Sehingga kebutuhan akan “pustakawan khusus” adalah penting.
Pengolahan
Proses pengolahan dalam perpustakaan khusus pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan perpustakaan pada umumnya. Hanya biasanya dalam proses pengolahan dituntut untuk lebih memberhatikan kecepatan dalam temu kembali informasi dan penyajian. Sehingga terkadang dalam klasifikasi contohnya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter perpustakaan tersebut.
Pengguna
Perpustakaan khusus dalam pemilihan dan setting pengelolaan sangat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik penggunanya. Hubungan antara pengguna dan pengelola perpustakaan sangat erat terutama apabila dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan dan pengembangan perpustakaan itu sendiri. Tidak sedikit pengguna akan ikut andil dalam menentukan pola pengelolaan dan juga penentuan koleksi/informasi yang perlu disediakan oleh perpustakaan. Pengguna mempunyai arti penting karena pengguna merupakan faktor penting mengapa perpustakaan khusus itu ada.
Layanan
Layanan perpustakaan khusus harus dapat memberikan nilai lebih kepada pengguna dan organisasi/badan induk yang membawahinya. Untuk itu pengelola perpustakaan perlu selalu memberikan alternatif-alternatif dalam penyampaian informasi kepada penggunanya. Aspek layanan menjadi penting untuk diperhatikan dikarenakan tuntutan kebutuhan penyajian informasi yang cepat, tepat dan terbaru selalu ada.
Jenis layanan perpustakaan khusus dapat bersifat terbuka maupun tertutup, tergantung pada kebijakan organisasi, pengelola dan tipe penggunanya. Namun kebanyakan perpustakaan khusus menerapkan sistem terbuka dengan akses terbatas. Hal ini untuk lebih memberikan peluang kepada penggunaan yang lebih luas namun tetap terkontrol. Terbuka artinya siapapun dapat memanfaatkan koleksi yang ada, sedangkan akses terbatas adalah pengaturan terhadap proses pemanfaatan koleksi seperti fasilitas pinjam, fasilitas baca, fotokopi, dan sebagainya.
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG LAINNYA
Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan satu hal yang tidak bisa dihindarkan akan masuk ke dalam proses perkembangan perpustakaan. Apalagi dalam perpustakaan khusus yang mengutamakan informasi yang muktahir dan serba cepat, maka penerapan teknologi informasi adalah kebutuhan mutlak. Hal ini terutama difokuskan pada teknologi yang memberikan kesempatan kepada pengguna untuk memperoleh informasi lebih luas, cepat, tepat, dan up to date, misalkan melalui fasilitas Internet, Database Online, Media Compact Disk, dan sebagainya.
Jaringan Kerjasama
Jaringan kerjasama perpustakaan adalah penting, terutama bagi perpustakaan khusus yang memiliki perhatian dalam bidang yang sama. Kerjasama ini akan banyak membantu untuk peningkatan layanan perpustakaan dan saling melengkapi layanan informasi antara satu perpustakaan dan perpustakaan lainnya dalam jaringan tersebut.
Pemasaran / Promosi
Pemasaran atau promosi adalah hal penting yang perlu dilakukan dalam sebuah perpustakaan khusus. Promosi bertujuan untuk memfasilitasi komunikasi antara perpustakaan dan calon pengguna. Karena salah satu keberhasilan sebuah perpustakaan adalah dapat dilihat dari tingkat kunjungan pengguna dan pemanfaatan informasi (koleksi) oleh pengguna. Hal yang penting yang harus dipikirkan adalah dukungan dari manajemen, karena promosi mestinya termasuk dalam anggaran perpustakaan dan terintegrasi ke dalam proses perencanaan perpustakaan.
STUDI KASUS
Berikut ini adalah sebuah contoh dari pengelolaan perpustakaan khusus.
Studi Kasus American Corner UGM
American Corner merupakan sebuah layanan yang digagas oleh US Embassy dan dikelola untuk memberikan informasi khusus mengenai Amerika Serikat dan hal-hal yang berhubungan dengannya. US Embassy melakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk mendirikan American Corner yang diintegrasikan dalam perpustakaan perguruan tinggi tersebut. Operasional pengelolaan diserahkan kepada perpustakaan perguruan tinggi sedangkan untuk koleksi dan fasilitas sarana dan prasarana fisik didukung oleh US Embassy.
Pada prinsipnya American Corner memberikan pelayanan kepada pengguna secara umum, hanya dalam pelaksanaannya pengguna American Corner adalah mereka-mereka yang mempunyai minat terhadap studi Amerika. Hal ini dikarenakan koleksi yang ada di America Corner “melulu” mengenai studi Amerika mulai dari sejarah, politik, kesenian, bahasa, geografi, hingga program-program pendidikan dan beasiswa.
Ruang American Corner terbagi dalam ruang koleksi VCD/DVD, Ruang Baca dan Ruang Koleksi, dan Ruang Akses Internet. Pelayanan American Corner ini bersifat terbuka akan tetapi keanggotaan bersifat terbatas. American Corner UGM sendiri saat ini memiliki 2 jenis koleksi yakni koleksi American Corner dan Koleksi American Studies. Koleksi yang saat ini dikelola berupa buku teks, majalah, jurnal, buku referensi, direktori, peta, dan koleksi film baik dokumenter maupun bukan dalam format VCD, DVD, dan VHS yang semuanya mengkhususkan pada hal-hal yang berhubungan dengan Amerika. Pengguna dapat menggunakan semua koleksi secara “bebas”. Koleksi American Corner sendiri hanya dapat dibaca, difotokopi dan tidak dipinjamkan, sedangkan koleksi American Studies Library dapat dipinjam oleh anggota perpustakaan yang merupakan sivitas akademika UGM. Koleksi Buku diklasifikasi dengan menggunakan home system, yaitu berdasarkan subyek-subyek tertentu seperti Biography, Culture Essay, Fiction, History, Reference, Political Science, dan sebagainya. American Corner juga mempunyai fasilitas tambahan berupa program kegiatan seperti seminar, diskusi, presentasi beasiswa, pemuttaran film dan sebagainya. Program diskusi tersebut merupakan bagian yang dikemas oleh American Corner sebagai media untuk mempromosikan American Corner sekaligus untuk melibatkan pengguna dalam layanan American Corner. Selain itu American Corner menyediakan komputer yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mengakses internet dan database yang dilanggan oleh US Embassy.
Dalam pelaksanaan dan pengelolaan American Corner, pengelola selalu berkoordinasi dengan US Embassy (IRC – Information Resource Center) dan juga mengadakan pertemuan rutin dengan seluruh pengelola American Corner di Indonesia. Hal ini menjadi penting agar pelayanan American Corner dapat selalu pada “jalurnya” dan meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu American Corner UGM melakukan upaya kerjasama dengan berbagai pihak sebagai upaya penyebaran informasi, memaksimalkan koleksi, dan menemukan bentuk American Corner sebagai pusat informasi.
American Corner UGM merupakan sebuah layanan khusus yang notabene sebetulnya merupakan perpustakaan yang dikelola secara khusus namun terintegrasi ke dalam perpustakaan akademik (perguruan tinggi).
Studi Kasus Perpustakaan PSKP UGM
Perpustakaan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM) adalah merupakan perpustakaan di bawah pusat studi yang berfungsi sebagai sumber informasi ilmiah bagi staf, peneliti dan mahasiswa bidang perdamaian, keamanan dan resolusi konflik. Perpustakaan PSKP UGM memfokuskan pada koleksi yang berhubungan dengan bidang perdamaian, keamanan dan resolusi konflik baik berupa hasil penelitian, tesis, skripsi, disertasi, buku teks, buku referensi, majalah, jurnal, kliping artikel surat kabar hingga koleksi VCD/DVD. Perpustakaan ini merupakan bagian terintegrasi dengan pusat studi dimana dituntut mampu memberikan daya dukung terhadap kebutuhan dalam pelaksanaan visi dan misi pusat studi.
Selain itu perpustakaan ini juga merupakan sumber belajar bagi mahasiswa Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada (MPRK UGM) sehingga dalam pembinaan koleksi selalu disesuaikan dengan kurikulum dan silabus yang ada. Keanggotaan perpustakaan pusat studi ini bersifat terbatas artinya hanya diperbolehkan bagi internal staf dan peneliti PSKP UGM dan mahasiswa MPRK UGM. Sedangkan untuk penggunaan perpustakaan ini bersifat terbuka untuk umum, khususnya untuk layanan baca dan fotokopi.
Klasifikasi koleksi menggunakan sistem DDC (Dewey Decimal Classification) dan telah menggunakan katalog elektronik sebagai media penelusuran informasi koleksi. Perpustakaan pusat studi ini ditangani oleh 1 orang pustakawan dengan dibantu dua tenaga operasional yang kesehariannya merupakan staf bagian administrasi pusat studi. Sebagai sebuah perpustakaan khusus, perpustakaan ini mempunyai kekhususan dalam bidang koleksi dan informasi yang dikelola, pengguna, dan juga cara pelayanannya.
PENUTUP
Pada intinya perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang mempunyai kekhususan dalam hal informasi yang dikemas, koleksi yang dimiliki, pengguna, dan juga cara pengelolaannya. Perpustakaan khusus menjadi penting karena biasanya merupakan bagian dari tercapainya sebuah tujuan, misi maupun visi sebuah organisasi atau institusi. Eksistensi dan mutu dari perpustakaan khusus ini sangat dipengaruhi oleh informasi, koleksi dan cara pengelolaan sehingga menarik dan mampu mencukupi kebutuhan penggunanya. Hal ini dikarenakan biasanya apa yang ada diperpustakaan khusus “tidak bisa diketemukan” di perpustakaan lain.
Dalam sebuah institusi pendidikan, keberadaan perpustakaan khusus harus memberikan andil tersendiri dalam proses pembelajaran. Untuk itu perlu adanya sinergi yang kuat antara kebijakan dalam institusi pendidikan dengan pengelola perpustakaan terutama untuk memberikan daya dukung dalam mencapai tujuan dan misi institusi. Disini peran pengambil kebijakan, pengelola perpustakaan dan civitas akademika (pengguna) tidak bisa saling dipisahkan.
BAHAN BACAAN
________. Guidelines for Australian Special Libraries. 1999. http://www.alia.org.au/policies/special.libraries.html . Diakses tanggal 19 Agustus 2005.
________. “Starting A Special Library from Scratch”. Special Libraries Handbook. http://www.libsci.sc.edu/bob/class/clis724/SpecialLibrariesHandbook/ScratchIndex_files/ScratchLibraryIndex.htm. Diakses tanggal 18 Agustus 2005.
________. Top Ten Reasons to Use an Information Center. http://www.sla.org/content/SLA/ professional/meaning/what/isldten.cfm Diakses tanggal 20 Agustus 2005.
Ala, Roland Astall. Special Libraries and Information Bureaux: an examination guidebook. Melbourne: F W Cheshire, 1966.
Berry, Aimee. “Promoting Special Library Services”. Special Libraries Handbook. 21 April 1999. http://www.libsci.sc.edu/bob/class/clis724/SpecialLibrariesHandbook/ promoting.htm Diakses tanggal 18 Agustus 2005.
Broxis, Peter F. Organising the Arts. Melbourne, F W Cheshire, 1968.
Harrison, K.C. The Library and the Community. London: Andre Deutsch, 1963.
Haverkamp, Laura J and Kelly Coffey. “Instruction Issues in Special Library”. Special Libraries Handbook. http://www.libsci.sc.edu/bob/class/clis724/ SpecialLibrariesHandbook/ Diakses tanggal 18 Agustus 2005.
Hunter, David. Core Competencies and Music Librarians. Library School Liaison Subcommittee of the Music Library Association, April 2002.
Parent, Roger H., “What’s Special About Special Libraries?” 64th IFLA General Conference August 16-August 21, 1998. Chicago: American Association of Law Libraries, 1998.
Perpustakaan Nasional RI. Panduan Koleksi Perpustakaan Khusus. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1992.
__________. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1992.
__________. Pembinaan Jaringan Layanan Perpustakaan dan Informasi Bidang Perpustakaan Khusus. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 1992.
__________. Standar Perpustakaan Khusus. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2002.
Price, Carol Lynn. “Defining Value in Information Centers”. CLIS 724/Spring 2004. Special Libraries Handbook. http://www.libsci.sc.edu/bob/class/clis724/ SpecialLibrariesHandbook/definingvalue.htm. Diakses tanggal 18 Agustus 2005.
Setiarso, Bambang. “Upaya Pemberdayaan Forum Perpustakaan Khusus di Masa Mendatang”. Makalah disampaikan pada Rapat Kerja Pusat XI – Ikatan Pustakawan dan Seminar Ilmiah. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 5-7 November 2001.
Shofner, Pamela. “Use of Library Committees in Special Libraries”. CLIS J724. April 26, 2004.
Weaver, Susanna. “Non-Traditional Jobs for Special Librarians”. Special Libraries Handbook. http://www.libsci.sc.edu/bob/class/clis724/ SpecialLibrariesHandbook/non-traditional.htm. Diakses tanggal 18 Agustus 2005.
17 Maret 2009
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi*
Kemampuan Umum
Setiap orang diperhadapkan pada kebutuhan informasi dalam kesehariannya. Kebutuhan
informasi sangat beragam tergantung profesi, pekerjaan, kondisi, dan situasi diri sendiri atau orang lain.
Ketika ada kebutuhan informasi atau ingin mendapatkan suatu informasi tentang sesuatu masing-
masing kita biasanya sudah memiliki sumber yang dituju untuk mendapatkan jawaban. Sumber
tersebut dapat berupa orang, surat kabar, televisi, radio, buku, majalah, organisasi/lembaga atau
Internet. Kemampuan untuk mendapatkan jawaban atas kebutuhan informasi tidak muncul dengan
sendirinya. Kemampuan ini diasah dalam dua cara, baik formal melalui pendidikan maupun informal
melalui keluarga atau kehidupan sosial. Dengan demikian, kemampuan mendapatkan informasi adalah
kemampuan umum yang dimiliki semua orang dengan tingkat kemampuan yang berbeda.
Tingkat kemampuan yang berbeda inilah yang kemudian menentukan seberapa baik hasil
keputusan, hasil analisis informasi, atau produk informasi yang dihasilkan kemudian. Semisal seorang
ibu hendak membeli bawang merah dan bawang putih. Tidak cukup dia membandingkan harga kedua
barang di dua tempat yang berbeda dari satu sumber informasi. Dia akan lebih mantap memutuskan
jika ada alternatif tempat lain dengan informasi yang lebih banyak dari sekedar harga seperti jarak
tempat belanja dari rumahnya, parkir mobil bayar atau tidak, harga-harga barang lain bersaing atau
tidak dan, musim diskon atau tidak. Di lain tempat, seorang mahasiswa akan lebih mantap mengambil
matakuliah di semester baru jika cukup informasi yang diperoleh tentang matakuliah tersebut, siapa
teman-teman dekatnya yang juga berminat pada matakuliah itu, berapa kelas paralel yang ditawarkan,
siapa saja dosen yang mengajar, dan perkiraan tugas yang biasanya diberikan dalam matakuliah itu.
Satu sumber pastilah tidak cukup untuk memantapkan pilihan.
Kemampuan mendapatkan informasi, mengolah dan menyajikan informasi hasil pengolahan
sebenarnya kemampuan umum yang dimiliki semua orang. Tetapi ini tidak berarti setiap orang dapat
dikatakan memiliki kemampuan literasi informasi atau melek informasi. Namun demikian, semua orang
paling tidak memiliki modal dasar untuk mengembangkan kemampuan literasi informasi. Seseorang
dikatakan memiliki kemampuan literasi informasi mampu untuk memahami kebutuhan informasi dan
mendapatkan informasi yang tepat dalam berbagai format lalu mampu menggunakannya serta mampu
menyajikan informasi kepada audien yang tepat dengan benar. Dengan kemampuan ini, maka
seseorang memiliki kerangka kerja intelektual untuk memahami, mencari, evaluasi dan menggunakan
informasi. Aktifitas-aktifitas ini dapat dilakukan sebagian dengan kemahiran/kelancaran menggunakan
teknologi informasi, sebagian dengan metode pencarian suara, dan yang paling penting adalah melalui
pikiran dan logika yang kritis. Orang yang memiliki kemampuan ini menunjang seseorang untuk dapat
belajar seumur hidup secara mandiri.
Mengapa Kemampuan Literasi Informasi Perlu?Page 2
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
2
Ketika seseorang bermaksud meningkatkan taraf hidupnya, maka dia memerlukan sesuatu
yang lebih dari dirinya yaitu perkembangan diri, baik ketrampilan, pendidikan atau kinerja yang lebih.
Proses menjadi lebih adalah proses belajar. Kemampuan untuk dapat belajar secara mandiri akan
membuat proses yang dilalui lebih mudah dengan kemampuan literasi.
Semisal seorang membudidayakan jamur tiram, untuk dapat mengembangkan usahanya maka
dia perlu mendapatkan informasi tentang situasi pasar dan kemungkinan pengembangan:
membudidayakan jamur lain, melakukan pengolahan terhadap jamur tiram sehingga harga jualnya
lebih tinggi, atau keduanya. Informasi yang diperlukan tentu saja beragam mulai dari tentang cara budi
daya jamur lain, situasi pemasaran jamur lain, cara mengolah jamur tiram, dan sebagainya.
Seorang yang bekerja, untuk mendapatkan posisi, promosi dan tanggung jawab lebih yang
berarti pendapatan lebih, perlu memahami apa yang dibutuhkan untuk memiliki kelebihan ketrampilan
dan kemampuan. Memahami visi dan misi organisasi saja tidak cukup, sehingga perlu dibarengi
dengan informasi tentang bagaimana posisi organisasi dalam masyarakat, kondisi pesaing, dan posisi
apa yang mungkin dapat ditempati olehnya. Ketrampilan baru hanya dapat diperoleh dengan menjalani
proses belajar. Dalam proses belajar itupun memerlukan informasi yang tepat dan benar.
Bagi mahasiswa, kemampuan ini akan menentukan banyaknya informasi yang dapat diserap,
dan lebih dari itu mahasiswa makin mampu menyelesaikan masalah secara kritis, logis dan tidak
mudah diperdaya oleh informasi yang diterimanya tanpa evaluasi. Hasil proses belajar akan maksimal
dan mahasiswa terlatih untuk belajar secara mandiri. Kemudian akhirnya kebiasaan ini akan
menunjang karirnya dalam dunia kerja.
Sumber Informasi dan Alat Pembelajaran
Dari kebutuhan mendapatkan informasi yang dibutuhkan, saat ini kita diperhadapkan pada
berbagai informasi dalam format yang berbeda, sumber yang beragam, dan bermacam jenis. Sumber
informasi yang akan dibahas secara khusus pada makalah ini adalah Internet. Dalam bahasan ini kita
akan melihat bagaimana Internet memiliki dua peran yaitu sebagai penyedia informasi dan sebagai alat
pembelajaran literasi informasi.
Internet sebagai sumber informasi
Internet adalah medium yang digunakan untuk mendistribusikan informasi tentang apa saja
oleh siapa saja dan dari mana saja untuk siapa saja dalam bentuk digital yang ketersediaannya tidak
memiliki batasan khusus. Dengan demikian, informasi yang disajikan di Internet berasal dari berbagai
kalangan: profesional, ilmuwan, pendidik, orang awam, anak kecil, kriminal, pebisnis, aktivis organisasi
terlarang, aktivis LSM, politikus, agamawan, ibu rumah tangga, pengangguran dan sebagainya.
Ketersediaan informasi yang disajikan bervariasi durasinya. Sebagian selalu tersedia, sebagian lagi
diperbarui secara berkala, sebagian lain berpindah tempat, dan yang lain mungkin tidak lagi terakses.
Banyak orang, terutama mahasiswa, cenderung menjadikan Internet menjadi sumber informasi
pertama untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Termasuk untuk mendapatkan berita terkini
dalam hitungan detik, maka Internet adalah tempat yang tepat. Hal ini tidak menjadi masalah jikaPage 3
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
3
mereka yang menjadikan Internet sebagai sumber informasi utama memahami bahwa diperlukan cara
dan kemampuan khusus untuk memastikan bahwa informasi yang didapat dan dipilih adalah informasi
yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan sumbernya. Kemampuan khusus untuk menentukan
informasi sebagai informasi yang benar/tepat atau tidak, dan menggunakan informasi dengan benar
adalah bagian dari kemampuan literasi informasi.
Perlu diingat bahwa informasi yang disajikan di Internet dan didapat dengan mudah adalah
tanpa biaya. Informasi yang didapat dari Internet dengan biaya lebih mudah dipastikan keabsahannya.
Misalnya artikel-artikel dari jurnal IEEE untuk bidang teknik elektro, ilmu komputer
dan teknik
informatika merupakan jurnal yang disajikan melalui Internet dan untuk mengaksesnya diperlukan
keanggotaan yang melibatkan biaya berlangganan. Namun demikian, beberapa sumber informasi
yang tanpa biaya dan memiliki keabsahan dapat dijumpai di Internet seperti misalnya artikel-artikel
tentang kepustakawanan dan teknologi informasi dari EDUCAUSE dan artikel-artikel tentang teknologi
informasi dan masyarakat dari Firstmonday.
Informasi-informasi bermutu dan sumber dapat
dipercaya seperti itulah yang perlu didapatkan melalui Internet dengan menggunakan kemampuan
literasi informasi.
Internet sebagai alat pembelajaran literasi informasi
Cara mencari informasi yang terpercaya di Internet dapat dilakukan menggunakan alat yang
juga tersedia di Internet, salah satunya adalah mesin pencari atau search engine. Alat pencari lain
adalah pencari meta atau meta search dan direktori atau directory. Tersedia beragam mesin pencari di
Internet misalnya Google, Yahoo!, dan Ask. Contoh pencari meta adalah Clusty, Dogpile, Surfwax,
Ixquick dan Copernic Agent. Beberapa contoh direktori adalah Google Directory, Yahoo!, dan
Librarians’ Internet Index. Mesin lain masih banyak lagi seperti versi beta (uji coba) WebClust yang
membantu klasifikasikan dokumen-dokumen hasil pencarian, MsDewey mesin pencari yang
menampilkan figur seorang sekretaris wanita yang membantu mencari dokumen.
Dengan alat yang tersedia ini pengguna dimudahkan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai sumber dan bahasa. Kemudahan ini juga menuntut pengguna Internet untuk terbiasa dengan
perangkat keras dan lunak yang dipakai seperti mengoperasikan komputer, mengetik, mengerti istilah-
istilah pada perangkat lunak yang digunakan yaitu browser. Mampu mengoperasikan browser untuk
menampilkan satu atau lebih halaman situs. Operasi komputer yang sederhana seperti mengetik,
mengunduh, membuka file dengan aplikasi tertentu adalah hal yang harus sudah dikuasai. Lebih dari
itu kemampuan untuk mengerti bahasa Inggris sangat penting karena sebagian besar informasi yang
tersedia di Internet menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Jika hal-hal sederhana tersebut
belum dikuasai, maka pengguna perlu membekali diri dengan kemampuan mengoperasikan komputer
dan Internet dasar. Pelatihan dasar seperti ini perlu disediakan di perpustakaan jenis apapun, terutama
di perpustakaan sekolah dan pendidikan tinggi.
Jika pengguna tidak memiliki masalah dengan perangkat keras dan lunak untuk melakukan
pencarian di Internet menggunakan mesin pencari atau direktori, maka kemampuan untuk menentukanPage 4
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
4
apa yang menjadi kebutuhan informasi dan berpikir kritis serta logis sangat diperlukan untuk menguji
dan mengevaluasi hasil pencarian.
Melalui Internet pengguna dapat belajar secara mandiri bagaimana melakukan pencarian yang
efektif. Setiap mesin pencari dan direktori menyediakan petunjuk melakukan pencarian dan fasilitas
untuk pencarian sederhana dan kombinasi. Selain itu situs-situs perpustakaan, pada umumnya di luar
Indonesia, menyajikan petunjuk bagaimana mengevaluasi suatu situs untuk mendapatkan informasi
yang dapat dipercaya. Ini menjadi suatu pekerjaan rumah yang penting bagi pustakawan Indonesia
yang peduli pada pemberdayaan penggunanya.
Evaluasi Situs Web
Melakukan evaluasi terhadap situs web hasil pencarian adalah penting untuk memastikan
bahwa informasi yang didapat benar dan berasal dari sumber yang terpercaya. Jika informasi yang
digunakan tidak benar, maka informasi yang diolah dan disajikan tidak benar juga dan itu akan
membawa kepada masalah penyebaran informasi yang salah. Ini harus dihindari.
Dalam melakukan evaluasi terhadap informasi yang disajikan dalam situs web faktor-faktor
yang diperhatikan adalah :
1. Accuracy / Akurasi : siapa yang menulis? Apakah ada alamat kontak untuk menghubungi? Apa
tujuan dari dokumen jelas? Apakah penulis kompeten di bidangnya?
2. Authority / Otoritas: siapa/institusi apa yang mempublikasikan informasi? Apakah berbeda dari
webmaster? Cek domain dari institusi pempublikasi dokumen? Apakah ada informasi tentang
kualifikasi penulis? Domain yang mudah dipercaya adalah domain pendidikan seperti .EDU
(Education), atau kombinasi antara .AC(Academic) dan domain negara, seperti .AC.ID (ID untuk
Indonesia). Domain .COM menunjukkan bahwa situs ini milik suatu perusahaan, sementara .ORG
adalah domain untuk organisasi. Untuk domain .COM dan .ORG pengguna perlu mencermati
akurasi dan otoritas dari perusahaan atau organisasi tersebut.
3. Objectivity / Objektivitas: apa tujuan dari dokumen ini? Adakah hanya untuk iklan sehingga bias?
Apakah audiens dari dokumen ini jelas? Seberapa detil informasi yang diberikan?
4. Currency / Kekinian: Kapan dokumen ini diproduksi? Apakah situs dari dokumen ini terbarui?
5. Coverage / Lingkupan: jika ada link dari dokumen ini, apakah link-link tersebut terkait dengan
dokumen? Jika ada citra yang digunakan, apakah seimbang dengan teks? jika informasi yang
disajikan hasil sitiran, apakah disitir dengan benar?
Jika pada halaman dokumen terdapat penulis dan institusi yang publikasikan dokumen beserta alamat
kontak dan jika pada halaman terdapat pengakuan terhadap penulis berkaitan dengan kualifikasi
penulis, domain alamat situs dapat diandalkan dan jika informasi yang disajikan akurat dan
informasinya objektif dan jika informasi tersebut terbarui kekiniannya dan jika penyajian informasi tidak
terbatasi oleh perangkat lain atau kebutuhan lain atau biaya maka situs yang didapatkan dapat
dikatakan terpercaya.Page 5
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
5
Penyajian Informasi
Pencarian informasi dan evaluasi situs web adalah salah satu kegiatan literasi informasi yang
didukung oleh Internet. Kegiatan literasi informasi lain yang didukung oleh Internet adalah penyajian
dan pendistribusian lewat Internet. Hasil pengolahan informasi yang kita dapatkan pada umumnya
menghasilkan informasi baru. Informasi baru ini ditujukan untuk tujuan tertentu, yaitu menjawab
kebutuhan awal informasi, dan juga untuk disajikan kepada audiens tertentu. Untuk menyajikan
informasi kepada khalayak umum secara luas, Internet sampai hari ini adalah medium memberi
kemudahan dalam penyajian dan jangkauan distribusi yang luas.
Dalam menyajikan informasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah wadah yang digunakan
untuk menyajikan, bahasa penyajian yang mempengaruhi jangkauan, cakupan topik informasi, dan
audiens yang dituju. Wadah yang dimaksud mencakup institusi yang mempublikasikan misalnya
seorang pustakawan suatu perpustakaan universitas, atau seorang aktivis suatu LSM. Wadah juga
mengacu pada alat yang digunakan, apakah menggunakan alat umum seperti blog di blogger,
wordpress, dan friendster, atau menggunakan server institusi dengan menyewa domain khusus .ORG,
AC.[kode negara], EDU atau .NET.
Sama seperti halnya kita mengevaluasi situs web orang lain, maka situs kita akan dievaluasi
dengan cara yang sama. Karena itu perhatikan faktor-faktor evaluasi situs web agar diterapkahn
sehingga informasi yang kita sajikan akan dipercaya dan tentu saja kompetensi kita juga harus
ditingkatkan agar apa yang disajikan makin bermutu.
Peran Pustakawan
Setelah perpanjang lebar dengan Internet sebagai pendukung literasi informasi, lalu apa yang
menjadi peran pustakawan di dalamnya? Penjelasan di atas memberikan banyak peluang bagi
pustakawan dari perpustakaan jenis apapun untuk memberdayakan diri sendiri agar dapat
memberdayakan orang lain. Tersedianya fasilitas Internet di perpustakaan dalam jumlah kecil, sedang
atau banyak selayaknya menjadi suatu peluang untuk meningkatkan kemampuan literasi informasi
pustakawan dan kemudian pengguna yang dilayani. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
pustakawan untuk melengkapi diri sendiri dengan kemampuan informasi literasi adalah :
1. mengikuti seminar/workshop literasi informasi
2. membuat diskusi dan pelatihan bersama dengan pustakawan lain, baik dari lembaga yang
sama atau dari lembaga lain
3. mengadakan sharing atau temu-bicara untuk saling berbagi tentang kebutuhan, layanan dan
kemajuan yang dicapai di perpustakaan masing-masing
4. memberdayakan dirinya sendiri dengan fasilitas yang tersedia baik di perpustakaan atau di
organisasi induk
Setelah melengkapi diri sendiri dengan kemampuan literasi informasi, maka langkah selanjutnya
adalah memberdayakan penggunanya atau rekan sekerjanya dengan literasi informasi :Page 6
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
6
1. mengadakan kelas literasi informasi atau bagian dari literasi informasi seperti literasi komputer,
literasi Internet, kelas penggunaan koleksi perpustakaan sesuai kebutuhan penggunanya
dengan fasilitas yang ada.
2. memperkenalkan dan mempromosikan literasi informasi sejak dini kepada pengguna, terutama
untuk perpustakaan sekolah dan pendidikan tinggi
3. membuat situs literasi informasi agar promosi tentang kemampuan ini lebih tersebar terutama
dalam bahasa Indonesia
Jadi sebenarnya tidak ada waktu bagi pustakawan untuk diam atau mengeluh dengan kondisi
perpustakaannya. Kondisi yang ada seharusnya tidak menghalangi pustakawan untuk maju
memberdayakan dirinya sendiri. Usaha ini akan lebih sporadis hasilnya jika perpustakaan-
perpustakaan yang sejenis bersedia berbagi pengalaman dan kemampuan.
Kata Penutup
Membicarakan literasi informasi tidak akan pernah ada habisnya, terutama di negara yang
selalu saja berpredikat berkembang ini. Jika dengan kemampuan ini, orang akan belajar secara mandiri
dan mampu meningkatkan taraf hidupnya, maka sudah selayaknya setiap orang yang memiliki
kemampuan ini berbagi dan memberdayakan orang lain. Pemberdayaan ini sekali lagi akan terdukung
dengan adanya Internet. Jadi jika pendukungnya telah tersedia, tinggal siapa orang-orang yang mau
melakukannya. Jika pemberdayaan ini adalah salah satu peran pustakawan, maka tinggal bagaimana
menggerakkan mereka untuk memberdayakan diri sendiri untuk memberdayakan orang lain.
Sumber Referensi :
American Library Association. "Information Literacy Competency Standards for Higher Education". 6
Februari 2008.[ONLINE] http://www.ala.org/ala/acrl/acrlstandards/informationliteracycompetency.cfm
O’Sullivan, Michael.Scott,Thomas. “Teaching Internet Information Literacy: A Critical
Evaluation”.Information Today. March/April 2000. 6 Februari 2008.[ONLINE]
http://www.infotoday.com/MMSchools/mar00/osullivan&scott.htm
University of California Library Berkeley. “Finding Information on the Internet: a Tutorial”. 7 Februari
2008. [ONLINE] http://www.lib.berkeley.edu/TeachingLib/Guides/Internet/About.html
Infopeole. “Search Tools”. 7 Februari 2008. [ONLINE] http://www.infopeople.org/search/index.html
Wolfgram Memorial Library. “Evaluate Web Pages”. Widener University. 7 Februari 2008. [ONLINE].
http://www3.widener.edu/Academics/Libraries/Wolfgram_Memorial_Library/Evaluate_Web_Pages/659/
Olin and Uris Libraries.”Five Criteria for Evaluating Web Pages” . Cornell University. 7 Februari
2008.[ONLINE]. http://www.library.cornell.edu/olinuris/ref/research/webcrit.html .
Setiap orang diperhadapkan pada kebutuhan informasi dalam kesehariannya. Kebutuhan
informasi sangat beragam tergantung profesi, pekerjaan, kondisi, dan situasi diri sendiri atau orang lain.
Ketika ada kebutuhan informasi atau ingin mendapatkan suatu informasi tentang sesuatu masing-
masing kita biasanya sudah memiliki sumber yang dituju untuk mendapatkan jawaban. Sumber
tersebut dapat berupa orang, surat kabar, televisi, radio, buku, majalah, organisasi/lembaga atau
Internet. Kemampuan untuk mendapatkan jawaban atas kebutuhan informasi tidak muncul dengan
sendirinya. Kemampuan ini diasah dalam dua cara, baik formal melalui pendidikan maupun informal
melalui keluarga atau kehidupan sosial. Dengan demikian, kemampuan mendapatkan informasi adalah
kemampuan umum yang dimiliki semua orang dengan tingkat kemampuan yang berbeda.
Tingkat kemampuan yang berbeda inilah yang kemudian menentukan seberapa baik hasil
keputusan, hasil analisis informasi, atau produk informasi yang dihasilkan kemudian. Semisal seorang
ibu hendak membeli bawang merah dan bawang putih. Tidak cukup dia membandingkan harga kedua
barang di dua tempat yang berbeda dari satu sumber informasi. Dia akan lebih mantap memutuskan
jika ada alternatif tempat lain dengan informasi yang lebih banyak dari sekedar harga seperti jarak
tempat belanja dari rumahnya, parkir mobil bayar atau tidak, harga-harga barang lain bersaing atau
tidak dan, musim diskon atau tidak. Di lain tempat, seorang mahasiswa akan lebih mantap mengambil
matakuliah di semester baru jika cukup informasi yang diperoleh tentang matakuliah tersebut, siapa
teman-teman dekatnya yang juga berminat pada matakuliah itu, berapa kelas paralel yang ditawarkan,
siapa saja dosen yang mengajar, dan perkiraan tugas yang biasanya diberikan dalam matakuliah itu.
Satu sumber pastilah tidak cukup untuk memantapkan pilihan.
Kemampuan mendapatkan informasi, mengolah dan menyajikan informasi hasil pengolahan
sebenarnya kemampuan umum yang dimiliki semua orang. Tetapi ini tidak berarti setiap orang dapat
dikatakan memiliki kemampuan literasi informasi atau melek informasi. Namun demikian, semua orang
paling tidak memiliki modal dasar untuk mengembangkan kemampuan literasi informasi. Seseorang
dikatakan memiliki kemampuan literasi informasi mampu untuk memahami kebutuhan informasi dan
mendapatkan informasi yang tepat dalam berbagai format lalu mampu menggunakannya serta mampu
menyajikan informasi kepada audien yang tepat dengan benar. Dengan kemampuan ini, maka
seseorang memiliki kerangka kerja intelektual untuk memahami, mencari, evaluasi dan menggunakan
informasi. Aktifitas-aktifitas ini dapat dilakukan sebagian dengan kemahiran/kelancaran menggunakan
teknologi informasi, sebagian dengan metode pencarian suara, dan yang paling penting adalah melalui
pikiran dan logika yang kritis. Orang yang memiliki kemampuan ini menunjang seseorang untuk dapat
belajar seumur hidup secara mandiri.
Mengapa Kemampuan Literasi Informasi Perlu?Page 2
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
2
Ketika seseorang bermaksud meningkatkan taraf hidupnya, maka dia memerlukan sesuatu
yang lebih dari dirinya yaitu perkembangan diri, baik ketrampilan, pendidikan atau kinerja yang lebih.
Proses menjadi lebih adalah proses belajar. Kemampuan untuk dapat belajar secara mandiri akan
membuat proses yang dilalui lebih mudah dengan kemampuan literasi.
Semisal seorang membudidayakan jamur tiram, untuk dapat mengembangkan usahanya maka
dia perlu mendapatkan informasi tentang situasi pasar dan kemungkinan pengembangan:
membudidayakan jamur lain, melakukan pengolahan terhadap jamur tiram sehingga harga jualnya
lebih tinggi, atau keduanya. Informasi yang diperlukan tentu saja beragam mulai dari tentang cara budi
daya jamur lain, situasi pemasaran jamur lain, cara mengolah jamur tiram, dan sebagainya.
Seorang yang bekerja, untuk mendapatkan posisi, promosi dan tanggung jawab lebih yang
berarti pendapatan lebih, perlu memahami apa yang dibutuhkan untuk memiliki kelebihan ketrampilan
dan kemampuan. Memahami visi dan misi organisasi saja tidak cukup, sehingga perlu dibarengi
dengan informasi tentang bagaimana posisi organisasi dalam masyarakat, kondisi pesaing, dan posisi
apa yang mungkin dapat ditempati olehnya. Ketrampilan baru hanya dapat diperoleh dengan menjalani
proses belajar. Dalam proses belajar itupun memerlukan informasi yang tepat dan benar.
Bagi mahasiswa, kemampuan ini akan menentukan banyaknya informasi yang dapat diserap,
dan lebih dari itu mahasiswa makin mampu menyelesaikan masalah secara kritis, logis dan tidak
mudah diperdaya oleh informasi yang diterimanya tanpa evaluasi. Hasil proses belajar akan maksimal
dan mahasiswa terlatih untuk belajar secara mandiri. Kemudian akhirnya kebiasaan ini akan
menunjang karirnya dalam dunia kerja.
Sumber Informasi dan Alat Pembelajaran
Dari kebutuhan mendapatkan informasi yang dibutuhkan, saat ini kita diperhadapkan pada
berbagai informasi dalam format yang berbeda, sumber yang beragam, dan bermacam jenis. Sumber
informasi yang akan dibahas secara khusus pada makalah ini adalah Internet. Dalam bahasan ini kita
akan melihat bagaimana Internet memiliki dua peran yaitu sebagai penyedia informasi dan sebagai alat
pembelajaran literasi informasi.
Internet sebagai sumber informasi
Internet adalah medium yang digunakan untuk mendistribusikan informasi tentang apa saja
oleh siapa saja dan dari mana saja untuk siapa saja dalam bentuk digital yang ketersediaannya tidak
memiliki batasan khusus. Dengan demikian, informasi yang disajikan di Internet berasal dari berbagai
kalangan: profesional, ilmuwan, pendidik, orang awam, anak kecil, kriminal, pebisnis, aktivis organisasi
terlarang, aktivis LSM, politikus, agamawan, ibu rumah tangga, pengangguran dan sebagainya.
Ketersediaan informasi yang disajikan bervariasi durasinya. Sebagian selalu tersedia, sebagian lagi
diperbarui secara berkala, sebagian lain berpindah tempat, dan yang lain mungkin tidak lagi terakses.
Banyak orang, terutama mahasiswa, cenderung menjadikan Internet menjadi sumber informasi
pertama untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Termasuk untuk mendapatkan berita terkini
dalam hitungan detik, maka Internet adalah tempat yang tepat. Hal ini tidak menjadi masalah jikaPage 3
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
3
mereka yang menjadikan Internet sebagai sumber informasi utama memahami bahwa diperlukan cara
dan kemampuan khusus untuk memastikan bahwa informasi yang didapat dan dipilih adalah informasi
yang tepat dan dapat dipertanggung jawabkan sumbernya. Kemampuan khusus untuk menentukan
informasi sebagai informasi yang benar/tepat atau tidak, dan menggunakan informasi dengan benar
adalah bagian dari kemampuan literasi informasi.
Perlu diingat bahwa informasi yang disajikan di Internet dan didapat dengan mudah adalah
tanpa biaya. Informasi yang didapat dari Internet dengan biaya lebih mudah dipastikan keabsahannya.
Misalnya artikel-artikel dari jurnal IEEE untuk bidang teknik elektro, ilmu komputer
dan teknik
informatika merupakan jurnal yang disajikan melalui Internet dan untuk mengaksesnya diperlukan
keanggotaan yang melibatkan biaya berlangganan. Namun demikian, beberapa sumber informasi
yang tanpa biaya dan memiliki keabsahan dapat dijumpai di Internet seperti misalnya artikel-artikel
tentang kepustakawanan dan teknologi informasi dari EDUCAUSE dan artikel-artikel tentang teknologi
informasi dan masyarakat dari Firstmonday.
Informasi-informasi bermutu dan sumber dapat
dipercaya seperti itulah yang perlu didapatkan melalui Internet dengan menggunakan kemampuan
literasi informasi.
Internet sebagai alat pembelajaran literasi informasi
Cara mencari informasi yang terpercaya di Internet dapat dilakukan menggunakan alat yang
juga tersedia di Internet, salah satunya adalah mesin pencari atau search engine. Alat pencari lain
adalah pencari meta atau meta search dan direktori atau directory. Tersedia beragam mesin pencari di
Internet misalnya Google, Yahoo!, dan Ask. Contoh pencari meta adalah Clusty, Dogpile, Surfwax,
Ixquick dan Copernic Agent. Beberapa contoh direktori adalah Google Directory, Yahoo!, dan
Librarians’ Internet Index. Mesin lain masih banyak lagi seperti versi beta (uji coba) WebClust yang
membantu klasifikasikan dokumen-dokumen hasil pencarian, MsDewey mesin pencari yang
menampilkan figur seorang sekretaris wanita yang membantu mencari dokumen.
Dengan alat yang tersedia ini pengguna dimudahkan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai sumber dan bahasa. Kemudahan ini juga menuntut pengguna Internet untuk terbiasa dengan
perangkat keras dan lunak yang dipakai seperti mengoperasikan komputer, mengetik, mengerti istilah-
istilah pada perangkat lunak yang digunakan yaitu browser. Mampu mengoperasikan browser untuk
menampilkan satu atau lebih halaman situs. Operasi komputer yang sederhana seperti mengetik,
mengunduh, membuka file dengan aplikasi tertentu adalah hal yang harus sudah dikuasai. Lebih dari
itu kemampuan untuk mengerti bahasa Inggris sangat penting karena sebagian besar informasi yang
tersedia di Internet menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Jika hal-hal sederhana tersebut
belum dikuasai, maka pengguna perlu membekali diri dengan kemampuan mengoperasikan komputer
dan Internet dasar. Pelatihan dasar seperti ini perlu disediakan di perpustakaan jenis apapun, terutama
di perpustakaan sekolah dan pendidikan tinggi.
Jika pengguna tidak memiliki masalah dengan perangkat keras dan lunak untuk melakukan
pencarian di Internet menggunakan mesin pencari atau direktori, maka kemampuan untuk menentukanPage 4
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
4
apa yang menjadi kebutuhan informasi dan berpikir kritis serta logis sangat diperlukan untuk menguji
dan mengevaluasi hasil pencarian.
Melalui Internet pengguna dapat belajar secara mandiri bagaimana melakukan pencarian yang
efektif. Setiap mesin pencari dan direktori menyediakan petunjuk melakukan pencarian dan fasilitas
untuk pencarian sederhana dan kombinasi. Selain itu situs-situs perpustakaan, pada umumnya di luar
Indonesia, menyajikan petunjuk bagaimana mengevaluasi suatu situs untuk mendapatkan informasi
yang dapat dipercaya. Ini menjadi suatu pekerjaan rumah yang penting bagi pustakawan Indonesia
yang peduli pada pemberdayaan penggunanya.
Evaluasi Situs Web
Melakukan evaluasi terhadap situs web hasil pencarian adalah penting untuk memastikan
bahwa informasi yang didapat benar dan berasal dari sumber yang terpercaya. Jika informasi yang
digunakan tidak benar, maka informasi yang diolah dan disajikan tidak benar juga dan itu akan
membawa kepada masalah penyebaran informasi yang salah. Ini harus dihindari.
Dalam melakukan evaluasi terhadap informasi yang disajikan dalam situs web faktor-faktor
yang diperhatikan adalah :
1. Accuracy / Akurasi : siapa yang menulis? Apakah ada alamat kontak untuk menghubungi? Apa
tujuan dari dokumen jelas? Apakah penulis kompeten di bidangnya?
2. Authority / Otoritas: siapa/institusi apa yang mempublikasikan informasi? Apakah berbeda dari
webmaster? Cek domain dari institusi pempublikasi dokumen? Apakah ada informasi tentang
kualifikasi penulis? Domain yang mudah dipercaya adalah domain pendidikan seperti .EDU
(Education), atau kombinasi antara .AC(Academic) dan domain negara, seperti .AC.ID (ID untuk
Indonesia). Domain .COM menunjukkan bahwa situs ini milik suatu perusahaan, sementara .ORG
adalah domain untuk organisasi. Untuk domain .COM dan .ORG pengguna perlu mencermati
akurasi dan otoritas dari perusahaan atau organisasi tersebut.
3. Objectivity / Objektivitas: apa tujuan dari dokumen ini? Adakah hanya untuk iklan sehingga bias?
Apakah audiens dari dokumen ini jelas? Seberapa detil informasi yang diberikan?
4. Currency / Kekinian: Kapan dokumen ini diproduksi? Apakah situs dari dokumen ini terbarui?
5. Coverage / Lingkupan: jika ada link dari dokumen ini, apakah link-link tersebut terkait dengan
dokumen? Jika ada citra yang digunakan, apakah seimbang dengan teks? jika informasi yang
disajikan hasil sitiran, apakah disitir dengan benar?
Jika pada halaman dokumen terdapat penulis dan institusi yang publikasikan dokumen beserta alamat
kontak dan jika pada halaman terdapat pengakuan terhadap penulis berkaitan dengan kualifikasi
penulis, domain alamat situs dapat diandalkan dan jika informasi yang disajikan akurat dan
informasinya objektif dan jika informasi tersebut terbarui kekiniannya dan jika penyajian informasi tidak
terbatasi oleh perangkat lain atau kebutuhan lain atau biaya maka situs yang didapatkan dapat
dikatakan terpercaya.Page 5
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
5
Penyajian Informasi
Pencarian informasi dan evaluasi situs web adalah salah satu kegiatan literasi informasi yang
didukung oleh Internet. Kegiatan literasi informasi lain yang didukung oleh Internet adalah penyajian
dan pendistribusian lewat Internet. Hasil pengolahan informasi yang kita dapatkan pada umumnya
menghasilkan informasi baru. Informasi baru ini ditujukan untuk tujuan tertentu, yaitu menjawab
kebutuhan awal informasi, dan juga untuk disajikan kepada audiens tertentu. Untuk menyajikan
informasi kepada khalayak umum secara luas, Internet sampai hari ini adalah medium memberi
kemudahan dalam penyajian dan jangkauan distribusi yang luas.
Dalam menyajikan informasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah wadah yang digunakan
untuk menyajikan, bahasa penyajian yang mempengaruhi jangkauan, cakupan topik informasi, dan
audiens yang dituju. Wadah yang dimaksud mencakup institusi yang mempublikasikan misalnya
seorang pustakawan suatu perpustakaan universitas, atau seorang aktivis suatu LSM. Wadah juga
mengacu pada alat yang digunakan, apakah menggunakan alat umum seperti blog di blogger,
wordpress, dan friendster, atau menggunakan server institusi dengan menyewa domain khusus .ORG,
AC.[kode negara], EDU atau .NET.
Sama seperti halnya kita mengevaluasi situs web orang lain, maka situs kita akan dievaluasi
dengan cara yang sama. Karena itu perhatikan faktor-faktor evaluasi situs web agar diterapkahn
sehingga informasi yang kita sajikan akan dipercaya dan tentu saja kompetensi kita juga harus
ditingkatkan agar apa yang disajikan makin bermutu.
Peran Pustakawan
Setelah perpanjang lebar dengan Internet sebagai pendukung literasi informasi, lalu apa yang
menjadi peran pustakawan di dalamnya? Penjelasan di atas memberikan banyak peluang bagi
pustakawan dari perpustakaan jenis apapun untuk memberdayakan diri sendiri agar dapat
memberdayakan orang lain. Tersedianya fasilitas Internet di perpustakaan dalam jumlah kecil, sedang
atau banyak selayaknya menjadi suatu peluang untuk meningkatkan kemampuan literasi informasi
pustakawan dan kemudian pengguna yang dilayani. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
pustakawan untuk melengkapi diri sendiri dengan kemampuan informasi literasi adalah :
1. mengikuti seminar/workshop literasi informasi
2. membuat diskusi dan pelatihan bersama dengan pustakawan lain, baik dari lembaga yang
sama atau dari lembaga lain
3. mengadakan sharing atau temu-bicara untuk saling berbagi tentang kebutuhan, layanan dan
kemajuan yang dicapai di perpustakaan masing-masing
4. memberdayakan dirinya sendiri dengan fasilitas yang tersedia baik di perpustakaan atau di
organisasi induk
Setelah melengkapi diri sendiri dengan kemampuan literasi informasi, maka langkah selanjutnya
adalah memberdayakan penggunanya atau rekan sekerjanya dengan literasi informasi :Page 6
Internet sebagai Pendukung Literasi Informasi -- Umi Proboyekti
6
1. mengadakan kelas literasi informasi atau bagian dari literasi informasi seperti literasi komputer,
literasi Internet, kelas penggunaan koleksi perpustakaan sesuai kebutuhan penggunanya
dengan fasilitas yang ada.
2. memperkenalkan dan mempromosikan literasi informasi sejak dini kepada pengguna, terutama
untuk perpustakaan sekolah dan pendidikan tinggi
3. membuat situs literasi informasi agar promosi tentang kemampuan ini lebih tersebar terutama
dalam bahasa Indonesia
Jadi sebenarnya tidak ada waktu bagi pustakawan untuk diam atau mengeluh dengan kondisi
perpustakaannya. Kondisi yang ada seharusnya tidak menghalangi pustakawan untuk maju
memberdayakan dirinya sendiri. Usaha ini akan lebih sporadis hasilnya jika perpustakaan-
perpustakaan yang sejenis bersedia berbagi pengalaman dan kemampuan.
Kata Penutup
Membicarakan literasi informasi tidak akan pernah ada habisnya, terutama di negara yang
selalu saja berpredikat berkembang ini. Jika dengan kemampuan ini, orang akan belajar secara mandiri
dan mampu meningkatkan taraf hidupnya, maka sudah selayaknya setiap orang yang memiliki
kemampuan ini berbagi dan memberdayakan orang lain. Pemberdayaan ini sekali lagi akan terdukung
dengan adanya Internet. Jadi jika pendukungnya telah tersedia, tinggal siapa orang-orang yang mau
melakukannya. Jika pemberdayaan ini adalah salah satu peran pustakawan, maka tinggal bagaimana
menggerakkan mereka untuk memberdayakan diri sendiri untuk memberdayakan orang lain.
Sumber Referensi :
American Library Association. "Information Literacy Competency Standards for Higher Education". 6
Februari 2008.[ONLINE] http://www.ala.org/ala/acrl/acrlstandards/informationliteracycompetency.cfm
O’Sullivan, Michael.Scott,Thomas. “Teaching Internet Information Literacy: A Critical
Evaluation”.Information Today. March/April 2000. 6 Februari 2008.[ONLINE]
http://www.infotoday.com/MMSchools/mar00/osullivan&scott.htm
University of California Library Berkeley. “Finding Information on the Internet: a Tutorial”. 7 Februari
2008. [ONLINE] http://www.lib.berkeley.edu/TeachingLib/Guides/Internet/About.html
Infopeole. “Search Tools”. 7 Februari 2008. [ONLINE] http://www.infopeople.org/search/index.html
Wolfgram Memorial Library. “Evaluate Web Pages”. Widener University. 7 Februari 2008. [ONLINE].
http://www3.widener.edu/Academics/Libraries/Wolfgram_Memorial_Library/Evaluate_Web_Pages/659/
Olin and Uris Libraries.”Five Criteria for Evaluating Web Pages” . Cornell University. 7 Februari
2008.[ONLINE]. http://www.library.cornell.edu/olinuris/ref/research/webcrit.html .
Salah Kaprah Perpustakan Dijital di Indonesia
Salah satu tema populer beberapa tahun belakangan ini di dunia dokumentasi adalah tentang perpustakaan dijital (digital library). Tema ini populer seiring dengan makin maraknya penerbitan elektronik dan mudahnya orang untuk membuat dokumen elektronik. Di Indonesia, sistem perpustakaan dijital banyak diterapkan di perpustakaan perguruan tinggi. Ini dapat dimaklumi karena perguruan tinggi mempunyai banyak konten berharga seperti skripsi, tesis dan disertasi.
Untuk membangun sistem perpustakaan dijital, ada banyak aplikasi yang bisa digunakan, baik yang komersial maupun yang OpenSource. Di Indonesia, yang paling populer adalah Ganesha Digital Library (GDL) dengan lisensi GNU/GPL (www.gnu.org). GDL dibuat oleh KMRG (Knowledge Management Research Group) ITB. Sosialisasi GDL dilakukan dengan membuat inisiatif yang diberi nama Indonesia Digital Library Network (IndonesiaDLN). Sayangnya gaung inisiatif ini tidak lagi sekencang dulu.
Setelah sekian lama implementasi perpustakaan dijital di Indonesia, ada beberapa kesalahkaprahan terjadi yang menarik untuk didiskusikan.
Pertama, ternyata masih banyak orang (termasuk para pustakawan) yang belum bisa membedakan dan masih mencampuradukkan antara konsep “Perpustakaan Dijital” dengan “Automasi Perpustakaan” (library automation). Penulis pernah dimintai tolong untuk memberikan demo aplikasi perpustakaan dijital, ternyata yang diinginkan adalah aplikasi automasi perpustakaan. Seorang teman penulis –seorang web programmer– memberi nama aplikasi buatannya sebagai digital library, padahal yang dibuat hanyalah katalog terpasang (online catalog).
Sebenarnya apa perbedaan mendasar sistem automasi perpustakaan dengan perpustakaan dijital? Sistem automasi perpustakaan adalah implementasi teknologi informasi pada pekerjaan-pekerjaan administratif di perpustakaan agar lebih efektif dan efisien. Apa saja yang termasuk pekerjaan administratif di perpustakaan. Diantaranya: pengadaan, pengolahan, sirkulasi (peminjaman, pengembalian), inventarisasi, dan penyiangan koleksi, katalog terpasang, manajemen keanggotaan, pemesanan koleksi yang sedang dipinjam, dan lain-lain. Sedangkan sistem perpustakaan dijital adalah implementasi teknologi informasi agar dokumen dijital bisa dikumpulkan, diklasifikasikan, dan bisa diakses secara elektronik. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai tempat menyimpan koleksi perpustakaan yang sudah dalam bentuk dijital.
Kedua adalah masalah aksesibilitas. Sistem perpustakaan dijital dirancang agar koleksi perpustakaan lebih mudah diakses dan jangkauan aksesnya lebih luas. Yang terjadi di Indonesia, koleksi dijital justru lebih sulit diakses daripada koleksi tercetak (printed). Bukan karena keterbatasan infrastruktur, tetapi karena kebanyakan pengelola perpustakaan dijital masih takut atau bahkan “tak rela” orang lain bisa membaca koleksi dijitalnya.
Penulis sempat mengamati kegiatan pembangunan sistem perpustakaan dijital di sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Dukungan pengelola universitas dari sisi dana sangat baik, tapi sekarang proyek tersebut mandek karena belum ada surat keputusan dari pengelola perguruan tinggi tentang siapa saja yang berhak membaca dan mendownload koleksi tersebut. Jadi sampai sekarang praktis tidak ada satu orang pun (kecuali administrator sistem) yang bisa membaca koleksi dijitalnya. Padahal koleksi yang dimasukkan sudah cukup banyak.
Penulis sempat mengusulkan agar segera dibuka akses minimal untuk lingkup perguruan tinggi itu saja, toh dari sisi keamanan sudah ada fitur user authentication built-in dan kalau mau bisa ditambahkan filtering di level alamat IP (Internet Protocol). Tetapi pihak pengelola perguruan tinggi masih khawatir dengan masalah copyright dan plagiarisme bila akses diberikan, meskipun hanya untuk lingkup universitas. Sebuah alasan yang tidak argumentatif. Plagiarisme sudah ada sejak dulu, ketika format dijital belum populer bahkan mungkin belum ada. Apapun bentuk media yang digunakan, plagiarisme akan selalu ada. Justru perpustakaan dijital bisa membantu mengurangi plagiarisme dengan cara memberikan akses informasi ke banyak orang, sehingga orang lain tahu siapa sudah mengerjakan apa. Lagipula, sebagai sebuah perguruan tinggi yang didanai oleh publik, seharusnya publik juga punya hak untuk mendapatkan akses hasil penelitian yang dilakukan perguruan tinggi tersebut.
Ketiga, masalah manajemen pengembangan sistem. Implementasi sistem perpustakaan dijital merupakan hal yang kompleks dan rumit. Karena itu perlu perencanaan yang matang, mulai dari white papers, spesifikasi fungsional sistem, model bisnis, manajemen teknologi, isu legal, manajemen sumberdaya manusia, prosedur, dan lain-lain. Sayangnya banyak implementasi perpustakaan dijital di Indonesia tidak memperhatikan hal-hal ini. Sehingga sering implementasi akhirnya mandek karena adanya hal-hal yang belum bisa diselesaikan di fase awal implementasi. Seringpula implementasi perpustakaan dijital dilakukan tanpa mendapatkan dukungan penuh dari institusi induknya. Implementasi perpustakaan dijital bukan merupakan hal mudah, terlebih lagi ia melibatkan banyak pihak. Supaya berhasil, harus mendapat dukungan penuh dari pihak-pihak yang terkait, dan yang tidak kalah penting adalah model bisnisnya harus jelas serta terdokumentasi.
Beberapa Isu Yang Patut Diperhatikan
Terkait dengan beberapa kesalahkaprahan diatas, ada beberapa isu yang patut diperhatikan terkait dengan implementasi sistem perpustakan digital.
Pertama, para pengelola sistem perpustakaan dijital hendaknya mengetahui esensi perpustakaan dijital. Yaitu agar koleksi perpustakaan lebih mudah diakses dan jangkauan aksesnya lebih luas. Karena itu adalah salah besar kalau perpustakaan dijital jadi lebih sulit diakses oleh pemakai perpustakaan, dengan alasan apapun.
Kedua, isu legal. Para pengelola sistem perpustakaan dijital hendaknya memahami secara jelas masalah legal terkait dengan konten dijital yang dimasukkan kedalam sistem perpustakaan dijital. Selain kompleks, isu ini juga selalu merupakan isu utama dalam implementasi perpustakaan dijital di Indonesia. Permasalahan utama implementasi perpustakaan dijital di Indonesia bukanlah pada sisi teknologi, tapi pada sisi non-teknologi. Sulitnya, seringkali para pengelola perpustakaan terlalu banyak berdiskusi berkutat hanya pada isu legal dan melupakan isu penting lainnya. Seolah-olah legal merupakan isu yang paling utama. Ketika masalah legal tidak kunjung selesai, akhirnya dibiarkan menggantung, sehingga terkesan tidak serius. Hendaknya sistem perpustakaan dijital yang dibuat nantinya, sudah punya dasar hukum yang jelas, sehingga nanti sistem tersebut tidak mandek lagi menunggu kepastian hukum mengenai dokumen dijital yang disertakan. Akan lebih baik bila institusi lain yang berhasil menerapkan sistem perpustakaan dijital, mau berbagi pengetahuan mengenai best practice yang telah dilakukan. Masalah krusial implementasi sistem perpustakaan dijital tidak hanya pada masalah legal, tetapi juga pada masalah sosial seperti bagaimana sistem perpustakaan dijital mampu meningkatkan antusiasme pemakai perpustakaan untuk terus produktif belajar, menghasilkan pengetahuan baru, dan mau berbagi pengetahuan.
Ketiga, terkait dengan isu pertama, tujuan utama perpustakaan digital bukan sebagai sarana preservasi koleksi. Koleksi dijital justru lebih rentan kehilangan data dan terjadinya inkompatibilitas. Untuk mengatasi masalah ini, isu-isu berikut ini harus diperhatikan.
Keempat, isu teknologi. Terkait dengan isu ketiga, maka masalah teknologi perlu mendapat perhatian serius. Media tempat menyimpan informasi digital selalu mengalami degradasi dan bisa rusak tanpa pemberitahuan sama sekali. Perangkat keras dan lunak seringkali ketinggalan zaman tanpa kita sadari. Karena itu perlu diperhatikan manajamen daur hidup (lifecycle management) koleksi dijital yang disimpan.
Kelima, isu manajemen konten dijital. Semakin besar volume dan kompleksitas dokumen dijital, maka akan mulai timbul masalah, diantaranya: pemeliharaan koleksi, temu kembali informasi (information retrieval), dan klasifikasi. Solusi yang bisa dilakukan antara lain: pembuatan prosedur standar untuk pemeliharaan koleksi, pemeliharaan sistem temu kembali informasi (perbaikan algoritma), dan pembuatan tesaurus.
Untuk membangun sistem perpustakaan dijital, ada banyak aplikasi yang bisa digunakan, baik yang komersial maupun yang OpenSource. Di Indonesia, yang paling populer adalah Ganesha Digital Library (GDL) dengan lisensi GNU/GPL (www.gnu.org). GDL dibuat oleh KMRG (Knowledge Management Research Group) ITB. Sosialisasi GDL dilakukan dengan membuat inisiatif yang diberi nama Indonesia Digital Library Network (IndonesiaDLN). Sayangnya gaung inisiatif ini tidak lagi sekencang dulu.
Setelah sekian lama implementasi perpustakaan dijital di Indonesia, ada beberapa kesalahkaprahan terjadi yang menarik untuk didiskusikan.
Pertama, ternyata masih banyak orang (termasuk para pustakawan) yang belum bisa membedakan dan masih mencampuradukkan antara konsep “Perpustakaan Dijital” dengan “Automasi Perpustakaan” (library automation). Penulis pernah dimintai tolong untuk memberikan demo aplikasi perpustakaan dijital, ternyata yang diinginkan adalah aplikasi automasi perpustakaan. Seorang teman penulis –seorang web programmer– memberi nama aplikasi buatannya sebagai digital library, padahal yang dibuat hanyalah katalog terpasang (online catalog).
Sebenarnya apa perbedaan mendasar sistem automasi perpustakaan dengan perpustakaan dijital? Sistem automasi perpustakaan adalah implementasi teknologi informasi pada pekerjaan-pekerjaan administratif di perpustakaan agar lebih efektif dan efisien. Apa saja yang termasuk pekerjaan administratif di perpustakaan. Diantaranya: pengadaan, pengolahan, sirkulasi (peminjaman, pengembalian), inventarisasi, dan penyiangan koleksi, katalog terpasang, manajemen keanggotaan, pemesanan koleksi yang sedang dipinjam, dan lain-lain. Sedangkan sistem perpustakaan dijital adalah implementasi teknologi informasi agar dokumen dijital bisa dikumpulkan, diklasifikasikan, dan bisa diakses secara elektronik. Secara sederhana dapat dianalogikan sebagai tempat menyimpan koleksi perpustakaan yang sudah dalam bentuk dijital.
Kedua adalah masalah aksesibilitas. Sistem perpustakaan dijital dirancang agar koleksi perpustakaan lebih mudah diakses dan jangkauan aksesnya lebih luas. Yang terjadi di Indonesia, koleksi dijital justru lebih sulit diakses daripada koleksi tercetak (printed). Bukan karena keterbatasan infrastruktur, tetapi karena kebanyakan pengelola perpustakaan dijital masih takut atau bahkan “tak rela” orang lain bisa membaca koleksi dijitalnya.
Penulis sempat mengamati kegiatan pembangunan sistem perpustakaan dijital di sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Dukungan pengelola universitas dari sisi dana sangat baik, tapi sekarang proyek tersebut mandek karena belum ada surat keputusan dari pengelola perguruan tinggi tentang siapa saja yang berhak membaca dan mendownload koleksi tersebut. Jadi sampai sekarang praktis tidak ada satu orang pun (kecuali administrator sistem) yang bisa membaca koleksi dijitalnya. Padahal koleksi yang dimasukkan sudah cukup banyak.
Penulis sempat mengusulkan agar segera dibuka akses minimal untuk lingkup perguruan tinggi itu saja, toh dari sisi keamanan sudah ada fitur user authentication built-in dan kalau mau bisa ditambahkan filtering di level alamat IP (Internet Protocol). Tetapi pihak pengelola perguruan tinggi masih khawatir dengan masalah copyright dan plagiarisme bila akses diberikan, meskipun hanya untuk lingkup universitas. Sebuah alasan yang tidak argumentatif. Plagiarisme sudah ada sejak dulu, ketika format dijital belum populer bahkan mungkin belum ada. Apapun bentuk media yang digunakan, plagiarisme akan selalu ada. Justru perpustakaan dijital bisa membantu mengurangi plagiarisme dengan cara memberikan akses informasi ke banyak orang, sehingga orang lain tahu siapa sudah mengerjakan apa. Lagipula, sebagai sebuah perguruan tinggi yang didanai oleh publik, seharusnya publik juga punya hak untuk mendapatkan akses hasil penelitian yang dilakukan perguruan tinggi tersebut.
Ketiga, masalah manajemen pengembangan sistem. Implementasi sistem perpustakaan dijital merupakan hal yang kompleks dan rumit. Karena itu perlu perencanaan yang matang, mulai dari white papers, spesifikasi fungsional sistem, model bisnis, manajemen teknologi, isu legal, manajemen sumberdaya manusia, prosedur, dan lain-lain. Sayangnya banyak implementasi perpustakaan dijital di Indonesia tidak memperhatikan hal-hal ini. Sehingga sering implementasi akhirnya mandek karena adanya hal-hal yang belum bisa diselesaikan di fase awal implementasi. Seringpula implementasi perpustakaan dijital dilakukan tanpa mendapatkan dukungan penuh dari institusi induknya. Implementasi perpustakaan dijital bukan merupakan hal mudah, terlebih lagi ia melibatkan banyak pihak. Supaya berhasil, harus mendapat dukungan penuh dari pihak-pihak yang terkait, dan yang tidak kalah penting adalah model bisnisnya harus jelas serta terdokumentasi.
Beberapa Isu Yang Patut Diperhatikan
Terkait dengan beberapa kesalahkaprahan diatas, ada beberapa isu yang patut diperhatikan terkait dengan implementasi sistem perpustakan digital.
Pertama, para pengelola sistem perpustakaan dijital hendaknya mengetahui esensi perpustakaan dijital. Yaitu agar koleksi perpustakaan lebih mudah diakses dan jangkauan aksesnya lebih luas. Karena itu adalah salah besar kalau perpustakaan dijital jadi lebih sulit diakses oleh pemakai perpustakaan, dengan alasan apapun.
Kedua, isu legal. Para pengelola sistem perpustakaan dijital hendaknya memahami secara jelas masalah legal terkait dengan konten dijital yang dimasukkan kedalam sistem perpustakaan dijital. Selain kompleks, isu ini juga selalu merupakan isu utama dalam implementasi perpustakaan dijital di Indonesia. Permasalahan utama implementasi perpustakaan dijital di Indonesia bukanlah pada sisi teknologi, tapi pada sisi non-teknologi. Sulitnya, seringkali para pengelola perpustakaan terlalu banyak berdiskusi berkutat hanya pada isu legal dan melupakan isu penting lainnya. Seolah-olah legal merupakan isu yang paling utama. Ketika masalah legal tidak kunjung selesai, akhirnya dibiarkan menggantung, sehingga terkesan tidak serius. Hendaknya sistem perpustakaan dijital yang dibuat nantinya, sudah punya dasar hukum yang jelas, sehingga nanti sistem tersebut tidak mandek lagi menunggu kepastian hukum mengenai dokumen dijital yang disertakan. Akan lebih baik bila institusi lain yang berhasil menerapkan sistem perpustakaan dijital, mau berbagi pengetahuan mengenai best practice yang telah dilakukan. Masalah krusial implementasi sistem perpustakaan dijital tidak hanya pada masalah legal, tetapi juga pada masalah sosial seperti bagaimana sistem perpustakaan dijital mampu meningkatkan antusiasme pemakai perpustakaan untuk terus produktif belajar, menghasilkan pengetahuan baru, dan mau berbagi pengetahuan.
Ketiga, terkait dengan isu pertama, tujuan utama perpustakaan digital bukan sebagai sarana preservasi koleksi. Koleksi dijital justru lebih rentan kehilangan data dan terjadinya inkompatibilitas. Untuk mengatasi masalah ini, isu-isu berikut ini harus diperhatikan.
Keempat, isu teknologi. Terkait dengan isu ketiga, maka masalah teknologi perlu mendapat perhatian serius. Media tempat menyimpan informasi digital selalu mengalami degradasi dan bisa rusak tanpa pemberitahuan sama sekali. Perangkat keras dan lunak seringkali ketinggalan zaman tanpa kita sadari. Karena itu perlu diperhatikan manajamen daur hidup (lifecycle management) koleksi dijital yang disimpan.
Kelima, isu manajemen konten dijital. Semakin besar volume dan kompleksitas dokumen dijital, maka akan mulai timbul masalah, diantaranya: pemeliharaan koleksi, temu kembali informasi (information retrieval), dan klasifikasi. Solusi yang bisa dilakukan antara lain: pembuatan prosedur standar untuk pemeliharaan koleksi, pemeliharaan sistem temu kembali informasi (perbaikan algoritma), dan pembuatan tesaurus.
Mesin Pencari Tidak Dungu
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tempo Selasa 18 Januari 2005. Yang diposting disini adalah versi belum diedit oleh Koran Tempo (sekitar 7000 karakter). Sedangkan versi yang sudah diedit dapat dibaca di: milis pasarbuku (http://groups.yahoo.com/group/pasarbuku/message/20447). Dan artikel dari Rosa Widyawan bisa dibaca di: http://groups.yahoo.com/group/pasarbuku/message/20290.
———————————————————-
Menarik sekali membaca artikel yang ditulis rekan Rosa Widyawan dalam kolom Periskop berjudul “Mesin Pencari: si dungu pemuas rasa ingin tahu”, di harian Koran Tempo edisi selasa 11 Januari 2005 lalu. Sebagai praktisi pekerja informasi, saya terdorong untuk ikut memberikan sedikit masukan untuk melengkapi tulisan tersebut.
Pertama, mengenai pernyataan bahwa “Para pustakawan belakangan risau atas kelangsungan profesi karena penggunaan internet”. Sebenarnya, tanpa ada serbuan internet pun, banyak perpustakaan yang sudah seharusnya “gulung tikar” ditinggal sepi para pemakainya. Sebabnya sederhana, perpustakaan tersebut tidak cukup adaptif menjawab perubahan kebutuhan pemakainya. Ibarat perusahaan komersial, perpustakaan gagal mengeluarkan produk dan layanan yang dibutuhkan oleh customer-nya.
Sebaliknya di beberapa perpustakaan lain, seperti perpustakaan Depdiknas (dulu perpustakaan The British Council/BC), serbuan internet justru membawa berkah. Kunjungan pemakai dan anggota yang mendaftar serta memanfaatkan fasilitas perpustakaan lebih banyak dan konstan dibanding sewaktu masih dibawah manajemen BC. Anggota perpustakaan yang menggunakan fasilitas akses internet terlihat mahir berinternet (web). Kesimpulan sementara adalah: akrab dengan internet justru membuat banyak orang menjadi paham bahwa tidak semua informasi bisa diperoleh di internet. Mereka jadi lebih mudah akrab dengan Perpustakaan.
Selain itu pengelola perpustakaan Depdiknas juga melakukan promosi dan “menjual” produk serta layanan seperti layaknya perusahaan komersial. Ada product positioning, pricing strategy, marketing dan lain-lain. Koleksinya pun, bukan buku-buku sekolah atau buku kuliah, tetapi buku-buku yang merangsang orang untuk berpikir kritis dan memberikan wawasan baru. Koleksi-koleksi tersebut tidak akan didapat dengan browsing di Internet.
Memang betul ada pustakawan yang merasa terancam dengan makin maraknya implementasi Teknologi Informasi di perpustakaan. Tapi lebih dikarenakan kemalasan mereka dalam mempelajari perkembangan teknologi yang ada. TI itu sendiri sebenarnya memberikan peluang yang lebih besar bagi pustakawan untuk mengembangkan produk dan layanan perpustakaan yang lebih baik dan beragam. TI memudahkan penerapan manajemen informasi dan pengetahuan di perpustakaan.
Kedua, mengenai “perbandingan Web dengan Perpustakaan”. Penulis pikir, tidak seimbang membanding web dengan Perpustakaan. Web adalah sebuah media sedangkan perpustakaan merupakan learning environment–dimana para pengunjung selalu didorong untuk terus belajar dan berbagi pengetahuan yang dimiliki.
Dahulu ketika perkembangan TI sudah sedemikian pesat, para futuristik berlomba membuat ramalan-ramalan. Ada yang meramalkan bahwa konsumsi kertas diperkantoran akan semakin sedikit (paperless). Ada juga sosiolog yang meramalkan hubungan antar manusia akan semakin renggang karena makin tingginya interaksi antara manusia dengan komputer. Tapi fakta yang kemudian terjadi, World Wide Web ternyata masih belum menggantikan media cetak, apalagi Perpustakaan. Penggunaan kertas justru makin meningkat karena sebagian besar orang mem-print dulu artikel yang hendak dibaca. Industri majalah bahkan semakin subur. Dunia dijital ternyata juga belum mampu membuat manusia menjadi mesin-mesin mekanis dan terisolasi dalam dunia mesin. Yang terjadi justru sebaliknya. Makin banyak terbentuk komunitas dengan interes yang sama dan saling berbagi pengetahuan dalam media-media elektronik seperti mailing list dan chat room.
Sebagai sebuah media, Web mempunyai karakter yang berbeda dengan media non-elektronik dan akan terus berkembang sesuai dengan karakternya. Salah satu kelebihan utama web adalah unsur interaktifitas. Itu sebabnya pemakaian akses internet di perpustakaan Depdiknas dan warnet yang penulis amati, mayoritas mengakses website yang mempunyai unsur interaktifitas tinggi, seperti webmail (Yahoo Mail dan Hotmail), friendster.com dan lowongan kerja (karir.com). Sebagai sebuah learning environment, perpustakaan menawarkan hal-hal yang tidak didapat dari Web, utamanya interaksi langsung antar manusia (human touch).
Ketiga mengenai argumen bahwa “SGML (Standard Generalized Markup Language) merupakan salah satu penyebab gagalnya temu kembali informasi di Web”. Penulis melihat ada kesalahpahaman disini mengenai pemahaman SGML dan HTML. SGML merupakan protokol untuk membuat markup language, jadi bukan merupakan markup language itu sendiri. Sebuah markup language yang dibuat menggunakan SGML, disebut aplikasi SGML. Sedangkan HTML merupakan sebuah aplikasi SGML.
Ketika pertama digagas, SGML didesain untuk skala besar, dan tentu pada akhirnya lebih rumit untuk dipelajari dan digunakan. Sewaktu Tim Berners-Lee merancang HTML, dengan alasan kesederhanaan, dia membuang sebagian kemampuan SGML (untuk membuat dokumen terstruktur) dan mendesain HTML lebih berorientasi bagaimana dokumen ditampilkan (presentation-oriented). Karena itu tidak tepat kalau menyalahkan kekurangan HTML sebagai akibat kekurangan SGML.
Berners-Lee sendiri juga menyadari kelemahan HTML, dan kemudian melalui World Wide Web Consortium merancang “SGML” yang didesain untuk web, muncullah XML (Extensible Markup Language). Sama seperti SGML, XML bukan merupakan markup language tetapi seperangkat protokol untuk membuat markup language. XML muncul tidak untuk menggantikan HTML, tetapi menyempurnakannya.
Keempat, mengenai gagalnya metadata seperti Dublin Core dalam temu kembali informasi di Web. Dublin Core bukan merupakan bahasa format, tapi kesepakatan bersama inisiatif pengelola informasi untuk mendefinisikan informasi apa saja yang bisa dianggap representasi dokumen elektronik. Dublin Core bisa diimplementasikan dengan MARC (Machine Readable Catalog), XML atau HTML lewat meta tag-nya. Memang untuk memaksimalkan standar semacam Dublin Core, mesin pencari harus punya pengetahuan tentang definisi dokumen, tapi sebagian definisi dokumen seperti “keywords”, sudah didukung sejak lama oleh mesin pencari.
Pada akhirnya, mesin pencari seperti google pun punya keterbatasan. Sehebat apapun algoritma pengindeksan dan pencarian informasi sebuah mesin pencari, kemampuannya terbatas dalam menelusuri jumlah informasi yang sangat banyak. Dalam teori Information Retrieval, semakin tinggi recall (hasil pencarian), semakin rendah precision-nya (ketepatan pencarian).
Contoh solusi yang ditawarkan Google adalah dengan membuat penelusuran dalam lingkup domain yang lebih spesifik misalnya: Linux, BSD, Universitas, dan lain-lain (http://www.google.com/options/specialsearches.html). Kesimpulannya, dalam skala tertentu, intervensi manusia masih diperlukan dalam pengindeksan dan pencarian informasi. Karena itu perpaduan antara mesin dan manual oleh manusia tetap diperlukan, terutama bila jumlah informasinya sangat besar.
Yang perlu diperhatikan, eksistensi perpustakaan tidak akan hilang oleh sebuah teknologi bernama internet, apalagi oleh sebuah mesin pencari. Terlalu naif. Yang betul adalah, internet justru memberikan perpustakaan tenaga baru untuk layanan yang lebih efektif dan efisien. Sebuah mesin pencari, hanya mengindeks informasi yang tersedia di internet, padahal ada banyak informasi yang tersedia dalam berbagai format dan tidak bisa didapat di Internet. Betul sekarang makin banyak e-books, tetapi lebih banyak lagi buku yang dicetak. Mesin pencari dan perpustakaan mempunyai positioning yang berbeda. Mereka saling melengkapi dan memanfaatkan.
Saat ini, sudah bukan zamannya lagi seorang pustakawan hanya menjadi seorang intermediari informasi. Kalau hanya itu, niscaya bisa terdesak dengan makin menjamurnya mesin pencari dan katalog online. Pustakawan sekarang juga harus punya karakter kepemimpinan, mampu berkomunikasi efektif, mampu memotivasi orang lain, mampu mengatasi konflik, cerdas dan fokus. Hal-hal ini tidak mungkin digantikan oleh mesin. Mesin pencari tidak dungu, ia memang punya keterbatasan. Pustakawanlah yang bisa disebut dungu bila tidak mau berubah dan memperluas wawasannya dengan segala perkembangan teknologi yang ada.
———————————————————-
Menarik sekali membaca artikel yang ditulis rekan Rosa Widyawan dalam kolom Periskop berjudul “Mesin Pencari: si dungu pemuas rasa ingin tahu”, di harian Koran Tempo edisi selasa 11 Januari 2005 lalu. Sebagai praktisi pekerja informasi, saya terdorong untuk ikut memberikan sedikit masukan untuk melengkapi tulisan tersebut.
Pertama, mengenai pernyataan bahwa “Para pustakawan belakangan risau atas kelangsungan profesi karena penggunaan internet”. Sebenarnya, tanpa ada serbuan internet pun, banyak perpustakaan yang sudah seharusnya “gulung tikar” ditinggal sepi para pemakainya. Sebabnya sederhana, perpustakaan tersebut tidak cukup adaptif menjawab perubahan kebutuhan pemakainya. Ibarat perusahaan komersial, perpustakaan gagal mengeluarkan produk dan layanan yang dibutuhkan oleh customer-nya.
Sebaliknya di beberapa perpustakaan lain, seperti perpustakaan Depdiknas (dulu perpustakaan The British Council/BC), serbuan internet justru membawa berkah. Kunjungan pemakai dan anggota yang mendaftar serta memanfaatkan fasilitas perpustakaan lebih banyak dan konstan dibanding sewaktu masih dibawah manajemen BC. Anggota perpustakaan yang menggunakan fasilitas akses internet terlihat mahir berinternet (web). Kesimpulan sementara adalah: akrab dengan internet justru membuat banyak orang menjadi paham bahwa tidak semua informasi bisa diperoleh di internet. Mereka jadi lebih mudah akrab dengan Perpustakaan.
Selain itu pengelola perpustakaan Depdiknas juga melakukan promosi dan “menjual” produk serta layanan seperti layaknya perusahaan komersial. Ada product positioning, pricing strategy, marketing dan lain-lain. Koleksinya pun, bukan buku-buku sekolah atau buku kuliah, tetapi buku-buku yang merangsang orang untuk berpikir kritis dan memberikan wawasan baru. Koleksi-koleksi tersebut tidak akan didapat dengan browsing di Internet.
Memang betul ada pustakawan yang merasa terancam dengan makin maraknya implementasi Teknologi Informasi di perpustakaan. Tapi lebih dikarenakan kemalasan mereka dalam mempelajari perkembangan teknologi yang ada. TI itu sendiri sebenarnya memberikan peluang yang lebih besar bagi pustakawan untuk mengembangkan produk dan layanan perpustakaan yang lebih baik dan beragam. TI memudahkan penerapan manajemen informasi dan pengetahuan di perpustakaan.
Kedua, mengenai “perbandingan Web dengan Perpustakaan”. Penulis pikir, tidak seimbang membanding web dengan Perpustakaan. Web adalah sebuah media sedangkan perpustakaan merupakan learning environment–dimana para pengunjung selalu didorong untuk terus belajar dan berbagi pengetahuan yang dimiliki.
Dahulu ketika perkembangan TI sudah sedemikian pesat, para futuristik berlomba membuat ramalan-ramalan. Ada yang meramalkan bahwa konsumsi kertas diperkantoran akan semakin sedikit (paperless). Ada juga sosiolog yang meramalkan hubungan antar manusia akan semakin renggang karena makin tingginya interaksi antara manusia dengan komputer. Tapi fakta yang kemudian terjadi, World Wide Web ternyata masih belum menggantikan media cetak, apalagi Perpustakaan. Penggunaan kertas justru makin meningkat karena sebagian besar orang mem-print dulu artikel yang hendak dibaca. Industri majalah bahkan semakin subur. Dunia dijital ternyata juga belum mampu membuat manusia menjadi mesin-mesin mekanis dan terisolasi dalam dunia mesin. Yang terjadi justru sebaliknya. Makin banyak terbentuk komunitas dengan interes yang sama dan saling berbagi pengetahuan dalam media-media elektronik seperti mailing list dan chat room.
Sebagai sebuah media, Web mempunyai karakter yang berbeda dengan media non-elektronik dan akan terus berkembang sesuai dengan karakternya. Salah satu kelebihan utama web adalah unsur interaktifitas. Itu sebabnya pemakaian akses internet di perpustakaan Depdiknas dan warnet yang penulis amati, mayoritas mengakses website yang mempunyai unsur interaktifitas tinggi, seperti webmail (Yahoo Mail dan Hotmail), friendster.com dan lowongan kerja (karir.com). Sebagai sebuah learning environment, perpustakaan menawarkan hal-hal yang tidak didapat dari Web, utamanya interaksi langsung antar manusia (human touch).
Ketiga mengenai argumen bahwa “SGML (Standard Generalized Markup Language) merupakan salah satu penyebab gagalnya temu kembali informasi di Web”. Penulis melihat ada kesalahpahaman disini mengenai pemahaman SGML dan HTML. SGML merupakan protokol untuk membuat markup language, jadi bukan merupakan markup language itu sendiri. Sebuah markup language yang dibuat menggunakan SGML, disebut aplikasi SGML. Sedangkan HTML merupakan sebuah aplikasi SGML.
Ketika pertama digagas, SGML didesain untuk skala besar, dan tentu pada akhirnya lebih rumit untuk dipelajari dan digunakan. Sewaktu Tim Berners-Lee merancang HTML, dengan alasan kesederhanaan, dia membuang sebagian kemampuan SGML (untuk membuat dokumen terstruktur) dan mendesain HTML lebih berorientasi bagaimana dokumen ditampilkan (presentation-oriented). Karena itu tidak tepat kalau menyalahkan kekurangan HTML sebagai akibat kekurangan SGML.
Berners-Lee sendiri juga menyadari kelemahan HTML, dan kemudian melalui World Wide Web Consortium merancang “SGML” yang didesain untuk web, muncullah XML (Extensible Markup Language). Sama seperti SGML, XML bukan merupakan markup language tetapi seperangkat protokol untuk membuat markup language. XML muncul tidak untuk menggantikan HTML, tetapi menyempurnakannya.
Keempat, mengenai gagalnya metadata seperti Dublin Core dalam temu kembali informasi di Web. Dublin Core bukan merupakan bahasa format, tapi kesepakatan bersama inisiatif pengelola informasi untuk mendefinisikan informasi apa saja yang bisa dianggap representasi dokumen elektronik. Dublin Core bisa diimplementasikan dengan MARC (Machine Readable Catalog), XML atau HTML lewat meta tag-nya. Memang untuk memaksimalkan standar semacam Dublin Core, mesin pencari harus punya pengetahuan tentang definisi dokumen, tapi sebagian definisi dokumen seperti “keywords”, sudah didukung sejak lama oleh mesin pencari.
Pada akhirnya, mesin pencari seperti google pun punya keterbatasan. Sehebat apapun algoritma pengindeksan dan pencarian informasi sebuah mesin pencari, kemampuannya terbatas dalam menelusuri jumlah informasi yang sangat banyak. Dalam teori Information Retrieval, semakin tinggi recall (hasil pencarian), semakin rendah precision-nya (ketepatan pencarian).
Contoh solusi yang ditawarkan Google adalah dengan membuat penelusuran dalam lingkup domain yang lebih spesifik misalnya: Linux, BSD, Universitas, dan lain-lain (http://www.google.com/options/specialsearches.html). Kesimpulannya, dalam skala tertentu, intervensi manusia masih diperlukan dalam pengindeksan dan pencarian informasi. Karena itu perpaduan antara mesin dan manual oleh manusia tetap diperlukan, terutama bila jumlah informasinya sangat besar.
Yang perlu diperhatikan, eksistensi perpustakaan tidak akan hilang oleh sebuah teknologi bernama internet, apalagi oleh sebuah mesin pencari. Terlalu naif. Yang betul adalah, internet justru memberikan perpustakaan tenaga baru untuk layanan yang lebih efektif dan efisien. Sebuah mesin pencari, hanya mengindeks informasi yang tersedia di internet, padahal ada banyak informasi yang tersedia dalam berbagai format dan tidak bisa didapat di Internet. Betul sekarang makin banyak e-books, tetapi lebih banyak lagi buku yang dicetak. Mesin pencari dan perpustakaan mempunyai positioning yang berbeda. Mereka saling melengkapi dan memanfaatkan.
Saat ini, sudah bukan zamannya lagi seorang pustakawan hanya menjadi seorang intermediari informasi. Kalau hanya itu, niscaya bisa terdesak dengan makin menjamurnya mesin pencari dan katalog online. Pustakawan sekarang juga harus punya karakter kepemimpinan, mampu berkomunikasi efektif, mampu memotivasi orang lain, mampu mengatasi konflik, cerdas dan fokus. Hal-hal ini tidak mungkin digantikan oleh mesin. Mesin pencari tidak dungu, ia memang punya keterbatasan. Pustakawanlah yang bisa disebut dungu bila tidak mau berubah dan memperluas wawasannya dengan segala perkembangan teknologi yang ada.
Manajemen Pengetahuan Vs Manajemen Informasi
Beberapa tahun belakangan ini, istilah knowledge management (KM) menjadi bahasan di banyak disiplin ilmu, terutama yang terkait dengan manajemen dan teknologi informasi. Bahkan kini, istilah KM pun mulai menenggelamkan popularitas istilah information management (IM).
Masalahnya adalah apa sebetulnya perbedaan karakteristik dua istilah ini? Bagaimana penerapannya dalam dunia teknologi informasi?
Untuk itu, harus dimulai dengan melihat definisi KM dan IM dengan mempelajari hal yang lebih mendasar, yaitu definisi information dan knowledge.
F.N. Teskey dalam tulisannya, "User Models and World Models for Data, Information, and Knowledge", memberikan model:
Data –> Informasi –> Pengetahuan
Menurut Teskey, data merupakan hasil pengamatan langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan; ia merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan antarentitas. Pengetahuan merupakan model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat diubah-ubah oleh informasi yang diterima pikiran manusia.
Model yang hampir sama ditawarkan Mike Powell dalam bukunya, Information Management for Development Organizations. Menurut Powell, data adalah koleksi terstruktur dari kumpulan fakta (structured collection of quantitative facts), informasi adalah data atau fakta dengan arti (data or facts with meaning) dan pengetahuan merupakan hasil atau keluaran atau nilai dari informasi (producing significance or value from information). Model lain yang mirip juga dikemukakan Nathan Shedroff, seperti dikutip oleh Richard Saul Wurman dalam Information Anxiety 2. Bahkan Shedroff menambahkan satu lagi tahap sesudah pengetahuan, yaitu kebijaksanaan (wisdom).
Menurut penulis, model Data –> Information –> Knowledge (DIK) di atas mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, data dianggap sesuatu yang bebas nilai. Artinya, proses pengambilan suatu fakta menjadi data dianggap bebas nilai sampai ia diinterpretasikan menjadi informasi. Bagi para sosiolog aliran konstruksionis, definisi data seperti di atas tidak tepat. Bagi mereka, fakta tidak dibentuk secara ilmiah, tetapi merupakan sesuatu yang dibentuk atau dikonstruksi. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu fakta, tergantung pada pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu. Berarti, sudah ada proses interpretasi manusia melalui pengetahuan sebelumnya dalam mengumpulkan data (Eriyanto, Analisis Framing, 2002).
Kedua, model di atas tidak memberi batasan yang jelas kapan sesuatu itu dianggap informasi, kapan sesuatu itu sudah bisa dianggap pengetahuan. Kalau kita mendapat pesan bahwa "Air yang dipanaskan pada suhu mendidih 100 derajat Celsius bisa mematikan kuman. Dan bila kuman tersebut mati, penyakit kolera akan sulit berkembang", apakah ini suatu informasi atau pengetahuan? Batasannya sangat tidak jelas.
Dengan alasan-alasan di atas, penulis menawarkan model lain dalam membedakan antara informasi dan pengetahuan.
- Informasi adalah sesuatu yang kita bagi melalui beragam media komunikasi yang ada.
- Pengetahuan adalah sesuatu yang masih ada di dalam pikiran kita.
- Informasi sama dengan pengetahuan yang dibagi atau telah dikomunikasikan melalui berbagai media yang ada.
Dengan pembedaan yang lebih jelas antara information dan knowledge, selanjutnya kita mulai definisikan IM dan KM. IM adalah teknik pengaturan atau organisasi agar informasi mudah dicari dan digunakan kembali oleh pemakai. Yang termasuk dalam proses manajemen informasi, antara lain, pengumpulan informasi, pengolahan informasi, kemas ulang informasi, dan temu kembali informasi.
Sementara itu, KM adalah teknik membangun suatu lingkungan pembelajaran (learning environment), sehingga orang-orang di dalamnya terus termotivasi untuk terus belajar, memanfaatkan informasi yang ada, serta pada akhirnya mau berbagi pengetahuan baru yang didapat. Yang termasuk dalam proses manajemen pengetahuan, antara lain, pembelajaran (individu, organisasi, kolaborasi), dan berbagi pengetahuan.
Secara sederhana dapat disimpulkan, KM mengurusi agar manusia di dalamnya terus produktif belajar dan berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang dimiliki. Adapun IM mengurusi informasi agar terkumpul, terorganisasi, dan mudah dicari serta digunakan. Informasi akan menjadi input bagi orang lain dan diolah menjadi pengetahuan baru.
Masalahnya adalah apa sebetulnya perbedaan karakteristik dua istilah ini? Bagaimana penerapannya dalam dunia teknologi informasi?
Untuk itu, harus dimulai dengan melihat definisi KM dan IM dengan mempelajari hal yang lebih mendasar, yaitu definisi information dan knowledge.
F.N. Teskey dalam tulisannya, "User Models and World Models for Data, Information, and Knowledge", memberikan model:
Data –> Informasi –> Pengetahuan
Menurut Teskey, data merupakan hasil pengamatan langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan; ia merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan antarentitas. Pengetahuan merupakan model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat diubah-ubah oleh informasi yang diterima pikiran manusia.
Model yang hampir sama ditawarkan Mike Powell dalam bukunya, Information Management for Development Organizations. Menurut Powell, data adalah koleksi terstruktur dari kumpulan fakta (structured collection of quantitative facts), informasi adalah data atau fakta dengan arti (data or facts with meaning) dan pengetahuan merupakan hasil atau keluaran atau nilai dari informasi (producing significance or value from information). Model lain yang mirip juga dikemukakan Nathan Shedroff, seperti dikutip oleh Richard Saul Wurman dalam Information Anxiety 2. Bahkan Shedroff menambahkan satu lagi tahap sesudah pengetahuan, yaitu kebijaksanaan (wisdom).
Menurut penulis, model Data –> Information –> Knowledge (DIK) di atas mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, data dianggap sesuatu yang bebas nilai. Artinya, proses pengambilan suatu fakta menjadi data dianggap bebas nilai sampai ia diinterpretasikan menjadi informasi. Bagi para sosiolog aliran konstruksionis, definisi data seperti di atas tidak tepat. Bagi mereka, fakta tidak dibentuk secara ilmiah, tetapi merupakan sesuatu yang dibentuk atau dikonstruksi. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu fakta, tergantung pada pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu. Berarti, sudah ada proses interpretasi manusia melalui pengetahuan sebelumnya dalam mengumpulkan data (Eriyanto, Analisis Framing, 2002).
Kedua, model di atas tidak memberi batasan yang jelas kapan sesuatu itu dianggap informasi, kapan sesuatu itu sudah bisa dianggap pengetahuan. Kalau kita mendapat pesan bahwa "Air yang dipanaskan pada suhu mendidih 100 derajat Celsius bisa mematikan kuman. Dan bila kuman tersebut mati, penyakit kolera akan sulit berkembang", apakah ini suatu informasi atau pengetahuan? Batasannya sangat tidak jelas.
Dengan alasan-alasan di atas, penulis menawarkan model lain dalam membedakan antara informasi dan pengetahuan.
- Informasi adalah sesuatu yang kita bagi melalui beragam media komunikasi yang ada.
- Pengetahuan adalah sesuatu yang masih ada di dalam pikiran kita.
- Informasi sama dengan pengetahuan yang dibagi atau telah dikomunikasikan melalui berbagai media yang ada.
Dengan pembedaan yang lebih jelas antara information dan knowledge, selanjutnya kita mulai definisikan IM dan KM. IM adalah teknik pengaturan atau organisasi agar informasi mudah dicari dan digunakan kembali oleh pemakai. Yang termasuk dalam proses manajemen informasi, antara lain, pengumpulan informasi, pengolahan informasi, kemas ulang informasi, dan temu kembali informasi.
Sementara itu, KM adalah teknik membangun suatu lingkungan pembelajaran (learning environment), sehingga orang-orang di dalamnya terus termotivasi untuk terus belajar, memanfaatkan informasi yang ada, serta pada akhirnya mau berbagi pengetahuan baru yang didapat. Yang termasuk dalam proses manajemen pengetahuan, antara lain, pembelajaran (individu, organisasi, kolaborasi), dan berbagi pengetahuan.
Secara sederhana dapat disimpulkan, KM mengurusi agar manusia di dalamnya terus produktif belajar dan berbagi pengetahuan (knowledge sharing) yang dimiliki. Adapun IM mengurusi informasi agar terkumpul, terorganisasi, dan mudah dicari serta digunakan. Informasi akan menjadi input bagi orang lain dan diolah menjadi pengetahuan baru.
Arsitektur Informasi: membantu pencarian informasi di web
Kalau Anda berkunjung kesebuah situs untuk mencari informasi, kira-kira apa yang akan Anda lakukan pertama kali? Browsing! Ya, Anda harus familiar terlebih dulu dengan lingkungan situs yang dikunjungi. Caranya dengan melihat-lihat menu navigasi, ikon, tajuk, konten, dan lain-lain yang dianggap relevan. Kemudian Anda meng-klik tautan (link) yang Anda anggap disanalah terdapat informasi yang dicari.
Masih belum ketemu informasi yang dicari? Searching! Anda bisa mencoba melakukan pencarian menggunakan mesin pencari yang terdapat di situs tersebut. Masukkan kata kunci (keyword) yang Anda anggap merepresentasikan informasi yang dicari. Kemudian mesin pencari situs akan menampilkan hasil pencariannya, dan Anda mengikuti tautan-tautan yang diberikan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.
Masih belum dapat juga? Asking! Jalan terakhir adalah bertanya langsung kepada pengelola situs. Biasanya disebuah situs tersedia link untuk melakukan kontak. Respon dari pengelola situsnya bisa bervariasi. Pengelola situs yang baik, selalu memantau pertanyaan yang masuk dan membalasnya sesegera mungkin. Pada kenyataannya, proses Asking jarang sekali dilakukan. Kebanyakan orang cenderung menutup browser atau pindah kesitus lain.
Sekarang coba Anda bayangkan bila suatu situs web mempunyai informasi berskala besar dan terus bertambah besar dalam waktu cepat. Tentu kemungkinan orang gagal dalam mencari informasi semakin besar pula. The cost of not finding the information akan semakin mahal.
Untuk mengatasi masalah pencarian informasi seperti diatas, sekelompok orang dari berbagai latar belakang pendidikan kemudian berdiskusi intensif via internet dan akhirnya melahirkan sebuah disiplin baru. Ada ragam nama diberikan untuk disiplin baru tersebut, tapi nama yang paling populer adalah: Arsitektur Informasi (Information Architecture). Mereka yang melakukan praktek Arsitektur Informasi sering disebut Arsitek Informasi (Information Architect). Sebagian orang menggunakan istilah lain seperti: Findability Engineer dan Structural Designer. Istilah Information Architecture dan konsep awalnya, sebenarnya sudah muncul sejak dahulu yang dipopulerkan oleh Richard Saul Wurman lewat bukunya Information Architects. Hanya saja ia menemukan momentumnya ketika web semakin populer, dan mulai timbul permasalahan dalam temukembali informasi (information retrieval).
Arsitektur Informasi dapat didefinisikan sebagai ilmu dan seni tentang bagaimana menstruktur (structuring), mengklasifikasi (classifysing) dan melakukan pelabelan (labelling) informasi agar orang mudah menemukan dan mengaturnya. Menstruktur termasuk didalamnya menentukan level kedalaman (granularity) informasi dan menentukan hubungan satu dengan lainnya. Mengklasifikasi adalah mengelompokkan informasi dalam kategori-kategori tertentu. Melakukan pelabelan artinya memberikan istilah yang dianggap
representasi suatu atau sekelompok informasi/konsep. Sebagai sebuah disiplin ilmu, Arsitektur Informasi pun mempunyai beragam metode ilmiah (science). Akan tetapi praktek Arsitektur Informasi terus berkembang dan terdapat banyak ambiguitas dan kompleksitas sehingga seorang Arsitek Informasi pun perlu mengandalkan pengalaman, intuisi, dan kreatifitas (art).
Ada 4 komponen utama arsitektur informasi: Sistem Organisasi
(organization systems), Sistem Pelabelan (labelling systems), Sistem Navigasi (navigation systems), dan Sistem Pencarian (searching systems).
Sistem Organisasi adalah cara mengkategorikan informasi. Sering juga disebut taksonomi dan hirarki. Sistem Organisasi membicarakan 2 hal: skema dan struktur organisasi informasi. Ada beberapa jenis skema organisasi informasi, seperti: alfabetis, kronologis, geografis, berdasarkan topik, berdasarkan pekerjaan (task), berdasarkan audiens, metafora, atau gabungannya. Sedangkan struktur membahas taksonomi informasi. Pendekatan yang digunakan bisa bermacam-macam, seperti: hirarki (top-down approach), model basisdata (bottom-up approach), hiperteks, dan lain-lain. Dan yang paling penting dari itu semua, bagaimana membuat skema dan struktur saling mendukung dan terintegrasi dengan baik.
Sistem Pelabelan adalah cara bagaimana suatu istilah yang digunakan bisa dengan tepat mewakili suatu atau sekelompok informasi/konsep (how to represent information). Biasanya ada 4 jenis label. Pertama, tautan kontekstual (contextual links). Yaitu hyperlink ke informasi lain yang terdapat di halaman lain atau halaman yang sama. Kedua, Tajuk (headings). Yaitu label yang secara tepat dan sederhana mampu mendeskripsikan konten yang mengikutinya. Ketiga, pilihan sistem navigasi. Label yang merepresentasikan pilihan-pilihan pada sistem navigasi. Keempat, Istilah-istilah pengindeksan (index terms). Yaitu kata kunci dan tajuk subyek (subject headings) yang merepresentasikan konten untuk keperluan browsing dan searching.
Sistem Navigasi membahas bagaimana membimbing pemakai web
berpindah-pindah dari informasi yang satu ke yang lain tanpa kehilangan orientasi. Jenis sistem navigasi yang paling umum ada 3: navigasi global, navigasi lokal, dan navigasi kontekstual. Selain itu ada sistem navigasi tambahan lainnya, seperti: peta situs (sitemaps), Indeks situs (site indexes), daftar isi (table of contents) dan Panduan (guides, wizards). Dengan makin berkembangnya kebutuhan pengguna web, maka mulai muncul pendekatan baru dalam navigasi. Seperti: personalisasi, kustomisasi, visualisasi, dan navigasi sosial.
Sistem Pencarian membahas pencarian melalui mesin pencari. Yang dipelajari antara lain: query language, algoritma temu kembali (retrieval algorithms), zona pencarian, dan bagaimana mendesain antarmuka (interface) penelusuran. Sistem Pencarian juga membicarakan masalah-masalah dalam temu kembali informasi (information retrieval) seperti: relevansi (relevansi dokumen yang ditemukan) dan presisi (ketepatan dokumen yang ditemukan), dan perangkingan hasil pencarian (ranking).
Itu saja? Tentu tidak. Arsitektur Informasi juga memiliki komponen-komponen yang tak tampak tapi sangat membantu proses pencarian informasi. Seperti: metadata dan tesaurus (seperangkat kosakata terkontrol yang memperlihatkan hubungan semantik antar konsep).
Anda tertarik mempelajari Arsitektur Informasi? Ada banyak tutorialnya di internet. Salah satu yang populer adalah
http://www.boxesandarrows.com. Buku yang banyak dirujuk salah satunya Information Architecture for the World Wide Web yang diterbitkan oleh O’Reilly dan dikarang oleh pustakawan, Louis Rosenfeld dan Peter Morville. Kalau masih kurang, silahkan cari lewat mesin pencari seperti Google dan Yahoo, dan masuk katakunci "Information Architecture". Akhir kata, selamat mencoba!
Masih belum ketemu informasi yang dicari? Searching! Anda bisa mencoba melakukan pencarian menggunakan mesin pencari yang terdapat di situs tersebut. Masukkan kata kunci (keyword) yang Anda anggap merepresentasikan informasi yang dicari. Kemudian mesin pencari situs akan menampilkan hasil pencariannya, dan Anda mengikuti tautan-tautan yang diberikan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.
Masih belum dapat juga? Asking! Jalan terakhir adalah bertanya langsung kepada pengelola situs. Biasanya disebuah situs tersedia link untuk melakukan kontak. Respon dari pengelola situsnya bisa bervariasi. Pengelola situs yang baik, selalu memantau pertanyaan yang masuk dan membalasnya sesegera mungkin. Pada kenyataannya, proses Asking jarang sekali dilakukan. Kebanyakan orang cenderung menutup browser atau pindah kesitus lain.
Sekarang coba Anda bayangkan bila suatu situs web mempunyai informasi berskala besar dan terus bertambah besar dalam waktu cepat. Tentu kemungkinan orang gagal dalam mencari informasi semakin besar pula. The cost of not finding the information akan semakin mahal.
Untuk mengatasi masalah pencarian informasi seperti diatas, sekelompok orang dari berbagai latar belakang pendidikan kemudian berdiskusi intensif via internet dan akhirnya melahirkan sebuah disiplin baru. Ada ragam nama diberikan untuk disiplin baru tersebut, tapi nama yang paling populer adalah: Arsitektur Informasi (Information Architecture). Mereka yang melakukan praktek Arsitektur Informasi sering disebut Arsitek Informasi (Information Architect). Sebagian orang menggunakan istilah lain seperti: Findability Engineer dan Structural Designer. Istilah Information Architecture dan konsep awalnya, sebenarnya sudah muncul sejak dahulu yang dipopulerkan oleh Richard Saul Wurman lewat bukunya Information Architects. Hanya saja ia menemukan momentumnya ketika web semakin populer, dan mulai timbul permasalahan dalam temukembali informasi (information retrieval).
Arsitektur Informasi dapat didefinisikan sebagai ilmu dan seni tentang bagaimana menstruktur (structuring), mengklasifikasi (classifysing) dan melakukan pelabelan (labelling) informasi agar orang mudah menemukan dan mengaturnya. Menstruktur termasuk didalamnya menentukan level kedalaman (granularity) informasi dan menentukan hubungan satu dengan lainnya. Mengklasifikasi adalah mengelompokkan informasi dalam kategori-kategori tertentu. Melakukan pelabelan artinya memberikan istilah yang dianggap
representasi suatu atau sekelompok informasi/konsep. Sebagai sebuah disiplin ilmu, Arsitektur Informasi pun mempunyai beragam metode ilmiah (science). Akan tetapi praktek Arsitektur Informasi terus berkembang dan terdapat banyak ambiguitas dan kompleksitas sehingga seorang Arsitek Informasi pun perlu mengandalkan pengalaman, intuisi, dan kreatifitas (art).
Ada 4 komponen utama arsitektur informasi: Sistem Organisasi
(organization systems), Sistem Pelabelan (labelling systems), Sistem Navigasi (navigation systems), dan Sistem Pencarian (searching systems).
Sistem Organisasi adalah cara mengkategorikan informasi. Sering juga disebut taksonomi dan hirarki. Sistem Organisasi membicarakan 2 hal: skema dan struktur organisasi informasi. Ada beberapa jenis skema organisasi informasi, seperti: alfabetis, kronologis, geografis, berdasarkan topik, berdasarkan pekerjaan (task), berdasarkan audiens, metafora, atau gabungannya. Sedangkan struktur membahas taksonomi informasi. Pendekatan yang digunakan bisa bermacam-macam, seperti: hirarki (top-down approach), model basisdata (bottom-up approach), hiperteks, dan lain-lain. Dan yang paling penting dari itu semua, bagaimana membuat skema dan struktur saling mendukung dan terintegrasi dengan baik.
Sistem Pelabelan adalah cara bagaimana suatu istilah yang digunakan bisa dengan tepat mewakili suatu atau sekelompok informasi/konsep (how to represent information). Biasanya ada 4 jenis label. Pertama, tautan kontekstual (contextual links). Yaitu hyperlink ke informasi lain yang terdapat di halaman lain atau halaman yang sama. Kedua, Tajuk (headings). Yaitu label yang secara tepat dan sederhana mampu mendeskripsikan konten yang mengikutinya. Ketiga, pilihan sistem navigasi. Label yang merepresentasikan pilihan-pilihan pada sistem navigasi. Keempat, Istilah-istilah pengindeksan (index terms). Yaitu kata kunci dan tajuk subyek (subject headings) yang merepresentasikan konten untuk keperluan browsing dan searching.
Sistem Navigasi membahas bagaimana membimbing pemakai web
berpindah-pindah dari informasi yang satu ke yang lain tanpa kehilangan orientasi. Jenis sistem navigasi yang paling umum ada 3: navigasi global, navigasi lokal, dan navigasi kontekstual. Selain itu ada sistem navigasi tambahan lainnya, seperti: peta situs (sitemaps), Indeks situs (site indexes), daftar isi (table of contents) dan Panduan (guides, wizards). Dengan makin berkembangnya kebutuhan pengguna web, maka mulai muncul pendekatan baru dalam navigasi. Seperti: personalisasi, kustomisasi, visualisasi, dan navigasi sosial.
Sistem Pencarian membahas pencarian melalui mesin pencari. Yang dipelajari antara lain: query language, algoritma temu kembali (retrieval algorithms), zona pencarian, dan bagaimana mendesain antarmuka (interface) penelusuran. Sistem Pencarian juga membicarakan masalah-masalah dalam temu kembali informasi (information retrieval) seperti: relevansi (relevansi dokumen yang ditemukan) dan presisi (ketepatan dokumen yang ditemukan), dan perangkingan hasil pencarian (ranking).
Itu saja? Tentu tidak. Arsitektur Informasi juga memiliki komponen-komponen yang tak tampak tapi sangat membantu proses pencarian informasi. Seperti: metadata dan tesaurus (seperangkat kosakata terkontrol yang memperlihatkan hubungan semantik antar konsep).
Anda tertarik mempelajari Arsitektur Informasi? Ada banyak tutorialnya di internet. Salah satu yang populer adalah
http://www.boxesandarrows.com. Buku yang banyak dirujuk salah satunya Information Architecture for the World Wide Web yang diterbitkan oleh O’Reilly dan dikarang oleh pustakawan, Louis Rosenfeld dan Peter Morville. Kalau masih kurang, silahkan cari lewat mesin pencari seperti Google dan Yahoo, dan masuk katakunci "Information Architecture". Akhir kata, selamat mencoba!
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN BERBASIS WEB DENGAN MENGGUNAKAN ASP DAN SQL SERVER
Abstrak
Ruang Baca FTIF merupakan salah satu perpustakaan kecil yang ada di lingkungan ITS.
Ruang Baca FTIF merupakan sebuah perpustakaan yang digunakan untuk menunjang proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh Fakultas Teknologi Informasi. Untuk mengefisiensikan dan
mengefektifkan tugasnya, Ruang Baca FTIF mempunyai sebuah Sistem Informasi Manajemen yang
mencatat berbagai macam transaksi yang terjadi, sehingga petugas dapat secara langsung
menyiapkan sebuah laporan untuk pihak manajemen. Akan tetapi sistem informasi yang ada telah ada
masih mempunyai banyak kekurangan. Masih banyak proses bisnis dari sebuah perpustakaan yang
belum dijalankan.
Dalam tugas akhir ini dibuat sistem informasi Ruang Baca FTIF. Tujuan dari tugas akhir
adalah untuk dapat menjalankan dan mengefisienkan proses bisnis sebuah perpustakaan, antara lain
booking online, peminjaman tugas akhir online, dan sebagainya. Studi tentang sistem informasi
perpustakaan dilakukan dengan wawancara, observasi, dan melakukan studi literatur ke berbagai
sumber tentang perpustakaan. Sistem informasi ini dikembangkan dengan menggunakan script
pemrograman ASP dan menggunakan SQL Server sebagai server basis datanya.
Dengan dibangunnya Sistem Informasi Ruang Baca FTIF, Ruang Baca dapat memberikan
informasi kepada berbagai pihak. Selain itu dengan adanya sistem ini, proses bisnis perpustakaan
menjadi lebih efisien.
Sebuah Universitas adalah sebuah badan
usaha / perusahaan yang bertujuan untuk
menghasilkan sebuah tenaga kerja yang siap
pakai. Untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas,
sebuah
universitas
harus
menyediakan sebuah fasilitas atau tempat untuk
menyimpan berbagai macam sumber informasi
dalam bentuk buku atau sejenisnya. Tempat
inilah yang biasa kita sebut sebagai perpustakaan.
Hampir setiap Universitas mempunyai
sebuah perpustakaan, tidak terkecuali ITS. ITS
yang mempunyai perpustakaan pusat. Bahkan
hampir
setiap
fakultas
juga
mempunyai
perpustakaan seperti Ruang Baca FTIF.
Ruang Baca FTIF merupakan salah satu
perpustakaan kecil yang ada di lingkungan ITS.
Ruang
Baca
FTIF
merupakan
sebuah
perpustakaan yang digunakan untuk menunjang
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh
Fakultas
Teknologi
Informasi.
Untuk
mengefisiensikan dan mengefektifkan tugasnya,
Ruang Baca FTIF mempunyai sebuah Sistem
Informasi Manajemen yang mencatat berbagai
macam transaksi yang terjadi, sehingga petugas
dapat secara langsung menyiapkan sebuah
laporan untuk pihak manajemen.
Akan tetapi Sistem Informasi yang ada telah
ada masih mempunyai banyak kekurangan. Masih
banyak proses bisnis dari sebuah perpustakaan
yang belum dijalankan. Salah satu contohnya
adalah tidak adanya fasilitas yang memberikan
informasi kepada peminjam bahwa sebuah buku
sedang dipinjam. Selain itu seorang peminjam
tidak dapat memberikan komentar tentang
kebaikan atau kekurangan dari sebuah buku.
Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis
akan membuat sebuah Sistem Informasi
Perpustakaan yang merupakan sebuah perbaikan
dari sistem yang telah ada. Dengan adanya sistem
yang baru ini diharapkan mampu memperlancar
semua operasi dari sebuah perpustakaan.
2. SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN
Pengertian, Tujuan dan Tugas Pokok
Perpustakaan
Perpustakaan adalah institusi/lembaga yang
menyediakan koleksi bahan perpustakaan tertulis,
tercetak dan terekam sebagai pusat sumber
informasi yang diatur menurut sistem dan aturan
yang baku dan didayagunakan untuk keperluan
pendidikan, penelitian dan rekreasi intelektual
bagi masyarakat
Perpustakaan secara umum bertujuan untuk
melakukan layanan informasi literal kepadaPage 2
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
2
masyarakat. Tujuan khusus dibedakan oleh jenis
perpustakaannya. Karena tujuannya memberi
layanan informasi literal kepada masyarakat
maka tugas pokok adalah:
a. Menghimpun bahan pustaka yang
meliputi buku dan nonbuku sebagai
sumber informasi.
b. Mengolah dan merawat pustaka.
c. Memberikan layanan bahan pustaka.
Koleksi Perpustakaan
Beberapa jenis koleksi yang dimiliki oleh
perpustakaan adalah:
1. Buku
Beberapa jenis buku yang dimiliki oleh
sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi
adalah sebagai berikut:
a. Buku Teks.
b. Buku Penunjang.
c. Laporan Kerja Praktek.
d. Tugas Akhir atau Thesis.
e. Buku Tandon (Buku Tandon).
2. Koleksi Referensi
Isi buku referensi tidak mendalam dan
kadang-kadang hanya memuat informasi
tertentu saja
3. Jenis Serial (Terbitan Berkala)
Pada umumnya terbitan berkala berupa
majalah dan koran. Jika dilihat dari
isinya majalah dibedakan majalah
populer, semi populer dan ilmiah
4. Brosur yaitu buku atau lembaran-
lembaran lepas yang memuat masalah-
masalah aktual yang bersifat sementara.
5. Bahan Pandang Dengar (Audio Visual)
Bahan pandang
dengar
memuat
informasi yang dapat ditangkap secara
bersamaan oleh indra mata dan telinga
Klasifikasi Bahan Pustaka dan Penempatan
Koleksi
Koleksi perpustakaan harus diolah dan diatur
secara
sistematis, dengan
tujuan untuk
memudahkan penemuan kembali koleksi yang
dibutuhkan.
Kegiatan
pengaturan
atau
pengelompokan bahan pustaka berdasarkan
aturan tertentu disebut dengan klasifikasi.
Tujuan klasifikasi dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Menghasilkan urutan yang berguna
b. Penempatan yang tepat
Bila bahan pustaka diperlukan pemakai,
pustaka yang
diinginkan
mudah
diketemukan serta mudah dikembalikan.
c. Penyusunan mekanis
Bahan pustaka baru mudah disisipkan di
antara bahan pustaka yang sudah
dimiliki.
Klasifikasi
yang
digunakan
untuk
menayakan subjek berkelas (pengkelasan atau
pengelompokan
berdasarkan subjek
yang
dikandung sebuah buku) adalah bagan klasifikasi
seperti :
a. Dewey Decimal Classification (DDC)
yang dalam istilah Indonesia dikenal
dengan Klasifikasi Persepuluhan Dewey.
b. Universal Decimal Classification (UDC)
c. Library of Conggress Classification
(LC)
Katalog
Secara umum pengertian katalog adalah
suatu daftar yang terurut yang berisi informasi
tertentu dari benda atau barang yang didaftar.
Secara lebih luas pengertian katalog adalah
metode penyusunan item (berisi informasi atau
keterangan tertentu) dilakukan secara sistematis
baik menurut abjad maupun urutan logika yang
lain.
Pemakai perpustakaan menggunakan koleksi
perpustakaan untuk mencari bacaan rekreasional,
atau informasi untuk melakukan kegiatan
penelitian, dan sebagai alat bantu belajar maupun
kegiatan lainnya. Mungkin saja pemakai tidak
dapat menemukan buku yang diinginkan dalam
rak. Untuk mengetahui buku apa saja yang
dimiliki perpustakaan diperlukan alat bantu yang
disebut katalog perpustakaan. Jadi katalog
perpustakaan adalah daftar buku dalam sebuah
perpustakaan atau dalam sebuah koleksi.
Katalog perpustakaan berarti sistematika
daftar buku atau bahan pustaka yang lain di
dalam perpustakaan yang memberi informasi
tentang pengarang, judul, edisi , penerbit, tahun
terbit,ciri fisik, isi (subjek), dan lokasi bahan
pustaka tersebut disimpan.
Tujuan pengkatalogan menurut C.A. Cutter
adalah:
1. Memudahkan sesesorang menemukan
sebuah karya yang telah diketahui
pengarang, judul atau subjeknya.
2. Memperlihatkan apa yang dimiliki
perpustakaan melalui nama pengarang,
subjek dan jenis literaturnya
3. Membantu pemilihan sebuah karya
seperti dalam hal edisinya secara
bibliografis dan karakternya (topic).
Jenis Layanan Perpustakaan
Beberapa Jenis Layanan Perpustakaan secara
umum adalah sebagai berikut :
a. Layanan peminjaman bahan pustaka
(layanan sirkulasi)
Layanan peminjaman bahan pustaka
adalah
layanan
kepada
pemakai
perpustakaan berupa peminjaman bahan
pustaka yang dimilikii perpustakaan.
b. Layanan referensi Page 3
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
3
Koleksi ini tidak boleh dibawa pulang
oleh pengunjung perpustakaan dan
hanya untuk dibaca ditempat.
c. Layanan ruang baca
Layanan ruang baca adalah layanan yang
diberikan oleh perpustakaan berupa
tempat
layanan untuk melakukan
kegiatan membaca di perpustakaan.
Layanan Sirkulasi
Layanan sirkulasi atau layanan pemijaman
dan pengembalian bahan pustaka adalah satu
kegiatan di perpustakaan yang melayani
peminjaman dan pengembalian buku. Kegiatan
sirkulasi dapat dilaksanakan sesudah buku-buku
selesai diproses dengan lengkap dengan label-
labelnya seperti kartu buku, kartu tanggal
kembali, kantong buku, dan call number pada
punggung buku.
Menurut Sulistyo-Basuki, bagian layanan
sirkulasi mempunyai tugas melayani pengunjung
perpustakaan khususnya hal berikut ini :
1. Mengawasi keluarnya setiap bahan
pustaka dari ruang perpustakaan.
2. Pendaftaran anggota perpustakaan
Salah satu tugas dari bagian sirkulasi
adalah menerima pendaftaran anggota
perpustakaan.
3. Peminjaman dan pengembalian bahan
pustaka
4. Memberikan sanksi bagi anggota yang
terlambat mengembalikan pinjaman.
5. Memberikan peringatan bagi anggota
yang belum mengembalikan pinjaman
6. Menentukan penggantian buku yang
dihilangkan anggota.
7. Membuat statistik sirkulasi
8. Penataan koleksi di jajaran/rak
3. PERANCANGAN SISTEM
Pada bab ini akan dijelaskan metodologi
yang digunakan dalam perancangan sistem.
Selanjutnya akan dijelaskan tentang analisa
kebutuhan, perancangan proses dan basis data
dari Sistem Informasi RBFTIF.
Metodologi Perancangan
Permodelan sistem pada tugas akhir ini
menggunakan
UML
(Unified
Modelling
Language) dan dengan menggunakan tool
Rational Rose 2002. Alasan dari penggunaan
UML dalam proses modeling pada tugas akhir ini
adalah karena UML menjadi notasi standar untuk
arsitektur perangkat lunak dan merupakan bahasa
standar industri
untuk memvisualisasikan,
membangun, dan mendokumentasikan sistem.
Analisa Kebutuhan
Dari hasil analisa
kebutuhan dapat
ditentukan bahwa kebutuhan sistem adalah dapat
menangani proses berikut:
1. Manajemen user.
2. Pemeliharaan data anggota.
3. Pemeliharaan data koleksi.
4. Sirkulasi
5. Menampilkan berita .
6. Layanan burn koleksi CD.
7. Layanan foto copy koleksi .
8. Download koleksi digital.
9. Download paper tugas akhir.
10. Resensi sebuah buku.
11. Penelusuran koleksi.
12. Usulan pertambahan koleksi.
13. Pembuatan laporan.
Perancangan Sistem
Berdasarkan studi lapangan dan analisa yang
dilakukan, aktor yang terlibat pada sistem ini
adalah sebagai berikut:
1. Aktor User Internal Aktor User Internal
Yang termasuk dalam kelompok aktor
ini adalah:
a. Aktor
Pustakawan
adalah
seorang yang diberi tanggung-
jawab
untuk
mengelola
perpustakaan.
b. Aktor Administrator adalah
seorang yang bertanggung-
jawab untuk memelihara sistem
informasi yang telah dibuat.
c. Aktor Kajur adalah seorang
yang mempunyai peran dalam
pengembangan
ruang baca
jurusan
2. Aktor User Eksternal
Aktor User Eksternal adalah semua aktor
yang tidak termasuk dalam aktor
internal. Aktor User Eksternal ini dibagi
lagi menjadi dua bagian antara lain:
a. Anggota, yang termasuk dalam
aktor ini adalah aktor Dosen,
aktor
Mahasiswa,
aktor
Anggota Luar.
b. Non anggota.
Gambar 3.1 adalah use case diagram yang
menggambarkan aktor-aktor yang terlibat di
dalam sistem.
Gambaran umum dari sebuah sistem dapat
digambarkan oleh sebuah use case diagram.
Secara garis besar Sistem Informasi ruang baca
FTIF mempunyai beberapa use case yang
disediakan untuk aktor-aktor yang berpartisipasi
di dalam sistem. Use case tersebut antara lain :Page 4
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
4
Dosen
UserInternal
(from kelompok Actor)
Anggota
(from kelompok Actor)
Pustakawan
Mahasiswa
NonAnggota
Kajur
AnggotaLuar
User
(from kelompok Actor)
UserEksternal
(from kelompok Actor)
Administrator
Gambar 3.1 Use case Aktor Sistem
-
Sistem Manajemen Data Master
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
menambah, menghapus, mengedit, dan
mereview data-data master. Yang
termasuk data master adalah data
anggota dan data koleksi.
-
Sistem Pengolahan
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
mencetak barcode koleksi, barcode
anggota dan juga mencetak katalog
koleksi.
-
Sistem Laporan
Use case ini menyedikan fasilitas untuk
membuat
laporan-laporan
yang
dibutuhkan bagi pihak managemen.
-
Sistem Usulan
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
memproses usulan-usulan yang diajukan
oleh pustakawan ke pihak
-
Sistem Pelayanan
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
menambah, menghapus, mengedit dan
mereview berbagai macam bentuk
pelayanan.
-
Manajemen User
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
menambah, menghapus, mengedit, dan
melihat user-user yang memakai sistem.
Sistem Manajemen Data Master
(from Sistem Managemen Data Master)
Sistem Pelayanan
(from Sistem Pelayanan)
Sistem Usulan
(from Sistem Usulan)
Sistem Laporan
(from Sistem Laporan)
Sistem Pengolahan
(from Sistem Pengolahan)
Manajemen User
(from Managemen User)
User
(from kelompok Actor)
Sistem Ruang Baca FTIF
<>
<>
<>
<>
<>
<>
Gambar 3.2 Use case Diagram Utama Sistem
4. UJI COBA DAN EVALUASI
Lingkungan Uji Coba
Lingkungan uji coba dilakukan pada dua
komputer. Komputer pertama berfungsi sebagai
server web dan server database, sedangkan
komputer kedua berfungsi sebagai client. Server
web yang digunakan adalah Microsoft Internet
Information Service (IIS). Sedangkan server
database yang digunakan adalah SQLServer
2000.
Uji Coba Proses
Pada sub bab ini akan dijelaskan uji coba
pada beberapa proses untuk membuktikan
keakuratan dari pemrosesan data. Sehingga
skenario uji coba yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Skenario pendaftaran Anggota
Syarat menjadi anggota ruang baca
adalah registrasi. Untuk melakukan
registrasi seorang yang belum menjadi
anggota dapat mendaftarkan langsung ke
Pustakawan akan tetapi dia harus
mengisi formulir pendaftaran secara
online.
Setelah user mengisi formulir tersebut,
maka data tersebut akan dapat dilihat
oleh Pustakawan. Setelah calon anggota
tersebut melakukan pembayaran maka
Pustakawan dapat melakukan registrasi,
dengan menekan link
registrasi
.
Setelah menekan link tersebut maka
akan
tampil
halaman
FormRegistrasi.asp
yang digunakan
untuk meregistrasi anggota baru.
2. Skenario Pengusulan Pembelian Buku
Untuk membeli sebuah buku diawali
oleh Dosen yang mengusulkan sebuah
buku. Setelah itu data usulan
dimasukkan, Dosen akan dapat melihat
bahwa data usulannya masuk di dalam
daftar usulan yang belum disetujui.
Setelah usulan-usulan Dosen disimpan,
tugas Pustakawan adalah menyeleksi
apakah usulan tersebut dihapus (ditolak)
atau dibiarkan sehingga usulan tersebut
masuk dalam pengajuan usulan ke
Kajur. Selain itu juga dapat mengubah
data usulan jika data tersebut salah
sebelum disetujui oleh kajur. Proses ini
disebut manajemen Usulan.
Selanjutnya Kajur akan menyetujui
usulan-usulan yang telah diajukan ke
padanya. Sistem akan menyediakan
Form
Persetujuan Usulan
untuk
menyetujui usulan tersebut. Pada Form
ini akan ditampilkan data usulan yang Page 5
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
5
belum disetujui. Data tersebut diurutkan
berdasarkan jumlah pengusul.
3. Skenario Pengolahan
Setelah melakukan pembelian buku,
Pustakawan harus memasukkan data
koleksi tersebut ke dalam sistem.
Kemudian proses pengelolan akan
dimulai . Dengan sistem ini Pustakawan
dapat mencetak barcode koleksi untuk
masing-masing koleksi pustaka. Selain
itu sistem juga dapat membantu
Pustakawan untuk mencetak barcode
Anggota.
4. Skenario Peminjaman
Setelah sebuah koleksi melalui proses
pengolahan, maka koleksi tersebut sudah
dapat dipinjamkan kepada anggota.
Ketika anggota meminjam
buku
perpustakaan, Pustakawan memasukkan
no anggota dan menekan tombok Ok.
Setelah itu sistem akan menyimpan data
peminjaman dan akan menampilkan
form untuk menambahkan data detail
peminjaman.
Dan
Pustakawan
mengisikan Kode Barcode dari koleksi
yang akan dipinjam, tanggal kembali
dan menekan tombol Ok. Bila pengisian
tersebut salah,
pustakawan
dapat
menekan
tombol
delete
untuk
menghapus data tersebut.
5. Skenario Pengembalian
Pada saat anggota mengembalikan buku
pinjamannya,
Pustakawan
harus
mencatat data pengembalian. Untuk
mencatat data pengembalian Pustakawan
mengisikan barcode koleksi yang
dikembalikan pada form Pengembalian
dan menekan tombol Find. Pada form
ini informasi peminjam, informasi buku-
buku yang telah dipinjam namun belum
dikembalikan, tanggal terakhir harus
dikembalikan, dan denda yang harus
dibayar, jumlah perpanjangan yang
pernah dilakukan akan ditampilkan.
Untuk mencatat data pengembalian
Pustawakan harus menandai buku yang
dikembalikan pada form pengembalian,
mengisi denda untuk masing-masing
buku,
dan
menekan
tombol
pengembalian.
6. Skenario Perpanjangan
Setelah Pustakawan menandai buku
yang akan diperpanjang, mengisi tanggal
perpanjangan dan menekan tombol
perpanjangan, maka tanggal kembali
akan berubah, dan jumlah perpanjangan
berubah dari angka nol menjadi angka
satu. Angka
satu pada
jumlah
perpanjangan
menunjukkan
buku
tersebut sudah diperpanjang sebanyak
satu kali.
7. Skenario Booking Buku.
Seorang anggota dapat melihat status
dari
buku-buku
yang
ada
pada
perpustakaan secara online. Setelah
mengetahui bahwa buku yang mau
dipinjam sudah dipinjam oleh orang lain,
maka buku ini dapat di-booking
sehingga orang yang meminjam buku
tersebut tidak diperbolehkan untuk
memperpanjang
peminjamannya.
Setelah ditambahkan anggota dapat
melihat
semua
buku-buku
yang
dibooking pada keranjang booking.
Setelah melakukan booking anggota
menunggu sampai status buku tersebut
sudah dikembalikan.
Jika
sudah
dikembalikan, maka anggota tersebut
langsung menuju ke perpustakaan untuk
melakukan peminjaman buku yang telah
dipesan. Data booking sudah dapat
dilihat oleh Pustakawan pada form
peminjaman, sehingga Pustakawan dapat
langsung menambahkan
ke data
peminjaman, ketika anggota tersebut
meminjam.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari
tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil uji coba proses dapat
disimpulkan bahwa Sistem Informasi yang telah
dibuat dapat menangani proses bisnis yang
diperlukan oleh Ruang Baca FTIF. Selain dapat
menangani proses bisnis Sistem Informasi ini
juga dapat mengefisienkan proses bisnis yang
harus dijalankan.
Saran
Pengembangan lebih lanjut yang dapat
dilakukan dari tugas akhir ini antara lain:
1. Mengintegrasikan sistem katalog online
dengan perpustakaan lain sehingga
memudahkan proses pencarian bahan
pustaka yang masih belum dimiliki oleh
sebuah perpustakaan.
2. Mengembangkan sistem digital library
yang dapat menampilkan berbagai
macam tipe file ke dalam halaman web.
6. DAFTAR PUSTAKA
a. Trimo, Soejono MLS. Pengadaan dan
Pemilihan Bahan Pustaka. Bandung :
Angkasa. 1985
b. Darmono. Manajemen dan Tata Kerja
Perpustakaan. Jakarta: Grasindo.2001 Page 6
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
6
c. Kahate,
Atul.Cryptography
and
Networks Security. Singapore :Mc. Gray
Hill. 2003.
d. Quatrani, Terry.Visual Modeling with
Rational Rose 2002. Canada :Addison-
Wesley. 2003.
e. Zhao, Jensen J.Web Design and
Development for e-business. New Jersey
:Prentice Hall. 2003.
f. Francis, Brian. Beginning Active Server
Page 2.0 . United Kingdom :Wrox Press
Ltd. 1998
g. Sumekar, Sri; Noegroho, Nindya.
Pedoman Teknis Layanan Perpustakaan
dan Informasi . Jakarta :Perpustakaan
Nasional. 2002.
h. Deitel, Harvey M. Internet & World
wide Web How To Program. New
Jersey. 2002.
Ruang Baca FTIF merupakan salah satu perpustakaan kecil yang ada di lingkungan ITS.
Ruang Baca FTIF merupakan sebuah perpustakaan yang digunakan untuk menunjang proses belajar
mengajar yang dilakukan oleh Fakultas Teknologi Informasi. Untuk mengefisiensikan dan
mengefektifkan tugasnya, Ruang Baca FTIF mempunyai sebuah Sistem Informasi Manajemen yang
mencatat berbagai macam transaksi yang terjadi, sehingga petugas dapat secara langsung
menyiapkan sebuah laporan untuk pihak manajemen. Akan tetapi sistem informasi yang ada telah ada
masih mempunyai banyak kekurangan. Masih banyak proses bisnis dari sebuah perpustakaan yang
belum dijalankan.
Dalam tugas akhir ini dibuat sistem informasi Ruang Baca FTIF. Tujuan dari tugas akhir
adalah untuk dapat menjalankan dan mengefisienkan proses bisnis sebuah perpustakaan, antara lain
booking online, peminjaman tugas akhir online, dan sebagainya. Studi tentang sistem informasi
perpustakaan dilakukan dengan wawancara, observasi, dan melakukan studi literatur ke berbagai
sumber tentang perpustakaan. Sistem informasi ini dikembangkan dengan menggunakan script
pemrograman ASP dan menggunakan SQL Server sebagai server basis datanya.
Dengan dibangunnya Sistem Informasi Ruang Baca FTIF, Ruang Baca dapat memberikan
informasi kepada berbagai pihak. Selain itu dengan adanya sistem ini, proses bisnis perpustakaan
menjadi lebih efisien.
Keyword : perpustakaan, sistem informasi, katalog, ASP, Crystal Report.
Sebuah Universitas adalah sebuah badan
usaha / perusahaan yang bertujuan untuk
menghasilkan sebuah tenaga kerja yang siap
pakai. Untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas,
sebuah
universitas
harus
menyediakan sebuah fasilitas atau tempat untuk
menyimpan berbagai macam sumber informasi
dalam bentuk buku atau sejenisnya. Tempat
inilah yang biasa kita sebut sebagai perpustakaan.
Hampir setiap Universitas mempunyai
sebuah perpustakaan, tidak terkecuali ITS. ITS
yang mempunyai perpustakaan pusat. Bahkan
hampir
setiap
fakultas
juga
mempunyai
perpustakaan seperti Ruang Baca FTIF.
Ruang Baca FTIF merupakan salah satu
perpustakaan kecil yang ada di lingkungan ITS.
Ruang
Baca
FTIF
merupakan
sebuah
perpustakaan yang digunakan untuk menunjang
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh
Fakultas
Teknologi
Informasi.
Untuk
mengefisiensikan dan mengefektifkan tugasnya,
Ruang Baca FTIF mempunyai sebuah Sistem
Informasi Manajemen yang mencatat berbagai
macam transaksi yang terjadi, sehingga petugas
dapat secara langsung menyiapkan sebuah
laporan untuk pihak manajemen.
Akan tetapi Sistem Informasi yang ada telah
ada masih mempunyai banyak kekurangan. Masih
banyak proses bisnis dari sebuah perpustakaan
yang belum dijalankan. Salah satu contohnya
adalah tidak adanya fasilitas yang memberikan
informasi kepada peminjam bahwa sebuah buku
sedang dipinjam. Selain itu seorang peminjam
tidak dapat memberikan komentar tentang
kebaikan atau kekurangan dari sebuah buku.
Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis
akan membuat sebuah Sistem Informasi
Perpustakaan yang merupakan sebuah perbaikan
dari sistem yang telah ada. Dengan adanya sistem
yang baru ini diharapkan mampu memperlancar
semua operasi dari sebuah perpustakaan.
2. SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN
Pengertian, Tujuan dan Tugas Pokok
Perpustakaan
Perpustakaan adalah institusi/lembaga yang
menyediakan koleksi bahan perpustakaan tertulis,
tercetak dan terekam sebagai pusat sumber
informasi yang diatur menurut sistem dan aturan
yang baku dan didayagunakan untuk keperluan
pendidikan, penelitian dan rekreasi intelektual
bagi masyarakat
Perpustakaan secara umum bertujuan untuk
melakukan layanan informasi literal kepadaPage 2
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
2
masyarakat. Tujuan khusus dibedakan oleh jenis
perpustakaannya. Karena tujuannya memberi
layanan informasi literal kepada masyarakat
maka tugas pokok adalah:
a. Menghimpun bahan pustaka yang
meliputi buku dan nonbuku sebagai
sumber informasi.
b. Mengolah dan merawat pustaka.
c. Memberikan layanan bahan pustaka.
Koleksi Perpustakaan
Beberapa jenis koleksi yang dimiliki oleh
perpustakaan adalah:
1. Buku
Beberapa jenis buku yang dimiliki oleh
sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi
adalah sebagai berikut:
a. Buku Teks.
b. Buku Penunjang.
c. Laporan Kerja Praktek.
d. Tugas Akhir atau Thesis.
e. Buku Tandon (Buku Tandon).
2. Koleksi Referensi
Isi buku referensi tidak mendalam dan
kadang-kadang hanya memuat informasi
tertentu saja
3. Jenis Serial (Terbitan Berkala)
Pada umumnya terbitan berkala berupa
majalah dan koran. Jika dilihat dari
isinya majalah dibedakan majalah
populer, semi populer dan ilmiah
4. Brosur yaitu buku atau lembaran-
lembaran lepas yang memuat masalah-
masalah aktual yang bersifat sementara.
5. Bahan Pandang Dengar (Audio Visual)
Bahan pandang
dengar
memuat
informasi yang dapat ditangkap secara
bersamaan oleh indra mata dan telinga
Klasifikasi Bahan Pustaka dan Penempatan
Koleksi
Koleksi perpustakaan harus diolah dan diatur
secara
sistematis, dengan
tujuan untuk
memudahkan penemuan kembali koleksi yang
dibutuhkan.
Kegiatan
pengaturan
atau
pengelompokan bahan pustaka berdasarkan
aturan tertentu disebut dengan klasifikasi.
Tujuan klasifikasi dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Menghasilkan urutan yang berguna
b. Penempatan yang tepat
Bila bahan pustaka diperlukan pemakai,
pustaka yang
diinginkan
mudah
diketemukan serta mudah dikembalikan.
c. Penyusunan mekanis
Bahan pustaka baru mudah disisipkan di
antara bahan pustaka yang sudah
dimiliki.
Klasifikasi
yang
digunakan
untuk
menayakan subjek berkelas (pengkelasan atau
pengelompokan
berdasarkan subjek
yang
dikandung sebuah buku) adalah bagan klasifikasi
seperti :
a. Dewey Decimal Classification (DDC)
yang dalam istilah Indonesia dikenal
dengan Klasifikasi Persepuluhan Dewey.
b. Universal Decimal Classification (UDC)
c. Library of Conggress Classification
(LC)
Katalog
Secara umum pengertian katalog adalah
suatu daftar yang terurut yang berisi informasi
tertentu dari benda atau barang yang didaftar.
Secara lebih luas pengertian katalog adalah
metode penyusunan item (berisi informasi atau
keterangan tertentu) dilakukan secara sistematis
baik menurut abjad maupun urutan logika yang
lain.
Pemakai perpustakaan menggunakan koleksi
perpustakaan untuk mencari bacaan rekreasional,
atau informasi untuk melakukan kegiatan
penelitian, dan sebagai alat bantu belajar maupun
kegiatan lainnya. Mungkin saja pemakai tidak
dapat menemukan buku yang diinginkan dalam
rak. Untuk mengetahui buku apa saja yang
dimiliki perpustakaan diperlukan alat bantu yang
disebut katalog perpustakaan. Jadi katalog
perpustakaan adalah daftar buku dalam sebuah
perpustakaan atau dalam sebuah koleksi.
Katalog perpustakaan berarti sistematika
daftar buku atau bahan pustaka yang lain di
dalam perpustakaan yang memberi informasi
tentang pengarang, judul, edisi , penerbit, tahun
terbit,ciri fisik, isi (subjek), dan lokasi bahan
pustaka tersebut disimpan.
Tujuan pengkatalogan menurut C.A. Cutter
adalah:
1. Memudahkan sesesorang menemukan
sebuah karya yang telah diketahui
pengarang, judul atau subjeknya.
2. Memperlihatkan apa yang dimiliki
perpustakaan melalui nama pengarang,
subjek dan jenis literaturnya
3. Membantu pemilihan sebuah karya
seperti dalam hal edisinya secara
bibliografis dan karakternya (topic).
Jenis Layanan Perpustakaan
Beberapa Jenis Layanan Perpustakaan secara
umum adalah sebagai berikut :
a. Layanan peminjaman bahan pustaka
(layanan sirkulasi)
Layanan peminjaman bahan pustaka
adalah
layanan
kepada
pemakai
perpustakaan berupa peminjaman bahan
pustaka yang dimilikii perpustakaan.
b. Layanan referensi Page 3
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
3
Koleksi ini tidak boleh dibawa pulang
oleh pengunjung perpustakaan dan
hanya untuk dibaca ditempat.
c. Layanan ruang baca
Layanan ruang baca adalah layanan yang
diberikan oleh perpustakaan berupa
tempat
layanan untuk melakukan
kegiatan membaca di perpustakaan.
Layanan Sirkulasi
Layanan sirkulasi atau layanan pemijaman
dan pengembalian bahan pustaka adalah satu
kegiatan di perpustakaan yang melayani
peminjaman dan pengembalian buku. Kegiatan
sirkulasi dapat dilaksanakan sesudah buku-buku
selesai diproses dengan lengkap dengan label-
labelnya seperti kartu buku, kartu tanggal
kembali, kantong buku, dan call number pada
punggung buku.
Menurut Sulistyo-Basuki, bagian layanan
sirkulasi mempunyai tugas melayani pengunjung
perpustakaan khususnya hal berikut ini :
1. Mengawasi keluarnya setiap bahan
pustaka dari ruang perpustakaan.
2. Pendaftaran anggota perpustakaan
Salah satu tugas dari bagian sirkulasi
adalah menerima pendaftaran anggota
perpustakaan.
3. Peminjaman dan pengembalian bahan
pustaka
4. Memberikan sanksi bagi anggota yang
terlambat mengembalikan pinjaman.
5. Memberikan peringatan bagi anggota
yang belum mengembalikan pinjaman
6. Menentukan penggantian buku yang
dihilangkan anggota.
7. Membuat statistik sirkulasi
8. Penataan koleksi di jajaran/rak
3. PERANCANGAN SISTEM
Pada bab ini akan dijelaskan metodologi
yang digunakan dalam perancangan sistem.
Selanjutnya akan dijelaskan tentang analisa
kebutuhan, perancangan proses dan basis data
dari Sistem Informasi RBFTIF.
Metodologi Perancangan
Permodelan sistem pada tugas akhir ini
menggunakan
UML
(Unified
Modelling
Language) dan dengan menggunakan tool
Rational Rose 2002. Alasan dari penggunaan
UML dalam proses modeling pada tugas akhir ini
adalah karena UML menjadi notasi standar untuk
arsitektur perangkat lunak dan merupakan bahasa
standar industri
untuk memvisualisasikan,
membangun, dan mendokumentasikan sistem.
Analisa Kebutuhan
Dari hasil analisa
kebutuhan dapat
ditentukan bahwa kebutuhan sistem adalah dapat
menangani proses berikut:
1. Manajemen user.
2. Pemeliharaan data anggota.
3. Pemeliharaan data koleksi.
4. Sirkulasi
5. Menampilkan berita .
6. Layanan burn koleksi CD.
7. Layanan foto copy koleksi .
8. Download koleksi digital.
9. Download paper tugas akhir.
10. Resensi sebuah buku.
11. Penelusuran koleksi.
12. Usulan pertambahan koleksi.
13. Pembuatan laporan.
Perancangan Sistem
Berdasarkan studi lapangan dan analisa yang
dilakukan, aktor yang terlibat pada sistem ini
adalah sebagai berikut:
1. Aktor User Internal Aktor User Internal
Yang termasuk dalam kelompok aktor
ini adalah:
a. Aktor
Pustakawan
adalah
seorang yang diberi tanggung-
jawab
untuk
mengelola
perpustakaan.
b. Aktor Administrator adalah
seorang yang bertanggung-
jawab untuk memelihara sistem
informasi yang telah dibuat.
c. Aktor Kajur adalah seorang
yang mempunyai peran dalam
pengembangan
ruang baca
jurusan
2. Aktor User Eksternal
Aktor User Eksternal adalah semua aktor
yang tidak termasuk dalam aktor
internal. Aktor User Eksternal ini dibagi
lagi menjadi dua bagian antara lain:
a. Anggota, yang termasuk dalam
aktor ini adalah aktor Dosen,
aktor
Mahasiswa,
aktor
Anggota Luar.
b. Non anggota.
Gambar 3.1 adalah use case diagram yang
menggambarkan aktor-aktor yang terlibat di
dalam sistem.
Gambaran umum dari sebuah sistem dapat
digambarkan oleh sebuah use case diagram.
Secara garis besar Sistem Informasi ruang baca
FTIF mempunyai beberapa use case yang
disediakan untuk aktor-aktor yang berpartisipasi
di dalam sistem. Use case tersebut antara lain :Page 4
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
4
Dosen
UserInternal
(from kelompok Actor)
Anggota
(from kelompok Actor)
Pustakawan
Mahasiswa
NonAnggota
Kajur
AnggotaLuar
User
(from kelompok Actor)
UserEksternal
(from kelompok Actor)
Administrator
Gambar 3.1 Use case Aktor Sistem
-
Sistem Manajemen Data Master
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
menambah, menghapus, mengedit, dan
mereview data-data master. Yang
termasuk data master adalah data
anggota dan data koleksi.
-
Sistem Pengolahan
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
mencetak barcode koleksi, barcode
anggota dan juga mencetak katalog
koleksi.
-
Sistem Laporan
Use case ini menyedikan fasilitas untuk
membuat
laporan-laporan
yang
dibutuhkan bagi pihak managemen.
-
Sistem Usulan
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
memproses usulan-usulan yang diajukan
oleh pustakawan ke pihak
-
Sistem Pelayanan
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
menambah, menghapus, mengedit dan
mereview berbagai macam bentuk
pelayanan.
-
Manajemen User
Use case ini menyediakan fasilitas untuk
menambah, menghapus, mengedit, dan
melihat user-user yang memakai sistem.
Sistem Manajemen Data Master
(from Sistem Managemen Data Master)
Sistem Pelayanan
(from Sistem Pelayanan)
Sistem Usulan
(from Sistem Usulan)
Sistem Laporan
(from Sistem Laporan)
Sistem Pengolahan
(from Sistem Pengolahan)
Manajemen User
(from Managemen User)
User
(from kelompok Actor)
Sistem Ruang Baca FTIF
<
<
<
<
<
<
Gambar 3.2 Use case Diagram Utama Sistem
4. UJI COBA DAN EVALUASI
Lingkungan Uji Coba
Lingkungan uji coba dilakukan pada dua
komputer. Komputer pertama berfungsi sebagai
server web dan server database, sedangkan
komputer kedua berfungsi sebagai client. Server
web yang digunakan adalah Microsoft Internet
Information Service (IIS). Sedangkan server
database yang digunakan adalah SQLServer
2000.
Uji Coba Proses
Pada sub bab ini akan dijelaskan uji coba
pada beberapa proses untuk membuktikan
keakuratan dari pemrosesan data. Sehingga
skenario uji coba yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Skenario pendaftaran Anggota
Syarat menjadi anggota ruang baca
adalah registrasi. Untuk melakukan
registrasi seorang yang belum menjadi
anggota dapat mendaftarkan langsung ke
Pustakawan akan tetapi dia harus
mengisi formulir pendaftaran secara
online.
Setelah user mengisi formulir tersebut,
maka data tersebut akan dapat dilihat
oleh Pustakawan. Setelah calon anggota
tersebut melakukan pembayaran maka
Pustakawan dapat melakukan registrasi,
dengan menekan link
registrasi
.
Setelah menekan link tersebut maka
akan
tampil
halaman
FormRegistrasi.asp
yang digunakan
untuk meregistrasi anggota baru.
2. Skenario Pengusulan Pembelian Buku
Untuk membeli sebuah buku diawali
oleh Dosen yang mengusulkan sebuah
buku. Setelah itu data usulan
dimasukkan, Dosen akan dapat melihat
bahwa data usulannya masuk di dalam
daftar usulan yang belum disetujui.
Setelah usulan-usulan Dosen disimpan,
tugas Pustakawan adalah menyeleksi
apakah usulan tersebut dihapus (ditolak)
atau dibiarkan sehingga usulan tersebut
masuk dalam pengajuan usulan ke
Kajur. Selain itu juga dapat mengubah
data usulan jika data tersebut salah
sebelum disetujui oleh kajur. Proses ini
disebut manajemen Usulan.
Selanjutnya Kajur akan menyetujui
usulan-usulan yang telah diajukan ke
padanya. Sistem akan menyediakan
Form
Persetujuan Usulan
untuk
menyetujui usulan tersebut. Pada Form
ini akan ditampilkan data usulan yang Page 5
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
5
belum disetujui. Data tersebut diurutkan
berdasarkan jumlah pengusul.
3. Skenario Pengolahan
Setelah melakukan pembelian buku,
Pustakawan harus memasukkan data
koleksi tersebut ke dalam sistem.
Kemudian proses pengelolan akan
dimulai . Dengan sistem ini Pustakawan
dapat mencetak barcode koleksi untuk
masing-masing koleksi pustaka. Selain
itu sistem juga dapat membantu
Pustakawan untuk mencetak barcode
Anggota.
4. Skenario Peminjaman
Setelah sebuah koleksi melalui proses
pengolahan, maka koleksi tersebut sudah
dapat dipinjamkan kepada anggota.
Ketika anggota meminjam
buku
perpustakaan, Pustakawan memasukkan
no anggota dan menekan tombok Ok.
Setelah itu sistem akan menyimpan data
peminjaman dan akan menampilkan
form untuk menambahkan data detail
peminjaman.
Dan
Pustakawan
mengisikan Kode Barcode dari koleksi
yang akan dipinjam, tanggal kembali
dan menekan tombol Ok. Bila pengisian
tersebut salah,
pustakawan
dapat
menekan
tombol
delete
untuk
menghapus data tersebut.
5. Skenario Pengembalian
Pada saat anggota mengembalikan buku
pinjamannya,
Pustakawan
harus
mencatat data pengembalian. Untuk
mencatat data pengembalian Pustakawan
mengisikan barcode koleksi yang
dikembalikan pada form Pengembalian
dan menekan tombol Find. Pada form
ini informasi peminjam, informasi buku-
buku yang telah dipinjam namun belum
dikembalikan, tanggal terakhir harus
dikembalikan, dan denda yang harus
dibayar, jumlah perpanjangan yang
pernah dilakukan akan ditampilkan.
Untuk mencatat data pengembalian
Pustawakan harus menandai buku yang
dikembalikan pada form pengembalian,
mengisi denda untuk masing-masing
buku,
dan
menekan
tombol
pengembalian.
6. Skenario Perpanjangan
Setelah Pustakawan menandai buku
yang akan diperpanjang, mengisi tanggal
perpanjangan dan menekan tombol
perpanjangan, maka tanggal kembali
akan berubah, dan jumlah perpanjangan
berubah dari angka nol menjadi angka
satu. Angka
satu pada
jumlah
perpanjangan
menunjukkan
buku
tersebut sudah diperpanjang sebanyak
satu kali.
7. Skenario Booking Buku.
Seorang anggota dapat melihat status
dari
buku-buku
yang
ada
pada
perpustakaan secara online. Setelah
mengetahui bahwa buku yang mau
dipinjam sudah dipinjam oleh orang lain,
maka buku ini dapat di-booking
sehingga orang yang meminjam buku
tersebut tidak diperbolehkan untuk
memperpanjang
peminjamannya.
Setelah ditambahkan anggota dapat
melihat
semua
buku-buku
yang
dibooking pada keranjang booking.
Setelah melakukan booking anggota
menunggu sampai status buku tersebut
sudah dikembalikan.
Jika
sudah
dikembalikan, maka anggota tersebut
langsung menuju ke perpustakaan untuk
melakukan peminjaman buku yang telah
dipesan. Data booking sudah dapat
dilihat oleh Pustakawan pada form
peminjaman, sehingga Pustakawan dapat
langsung menambahkan
ke data
peminjaman, ketika anggota tersebut
meminjam.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari
tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil uji coba proses dapat
disimpulkan bahwa Sistem Informasi yang telah
dibuat dapat menangani proses bisnis yang
diperlukan oleh Ruang Baca FTIF. Selain dapat
menangani proses bisnis Sistem Informasi ini
juga dapat mengefisienkan proses bisnis yang
harus dijalankan.
Saran
Pengembangan lebih lanjut yang dapat
dilakukan dari tugas akhir ini antara lain:
1. Mengintegrasikan sistem katalog online
dengan perpustakaan lain sehingga
memudahkan proses pencarian bahan
pustaka yang masih belum dimiliki oleh
sebuah perpustakaan.
2. Mengembangkan sistem digital library
yang dapat menampilkan berbagai
macam tipe file ke dalam halaman web.
6. DAFTAR PUSTAKA
a. Trimo, Soejono MLS. Pengadaan dan
Pemilihan Bahan Pustaka. Bandung :
Angkasa. 1985
b. Darmono. Manajemen dan Tata Kerja
Perpustakaan. Jakarta: Grasindo.2001 Page 6
SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2005
DUDUT LESMONO - 5201100006
6
c. Kahate,
Atul.Cryptography
and
Networks Security. Singapore :Mc. Gray
Hill. 2003.
d. Quatrani, Terry.Visual Modeling with
Rational Rose 2002. Canada :Addison-
Wesley. 2003.
e. Zhao, Jensen J.Web Design and
Development for e-business. New Jersey
:Prentice Hall. 2003.
f. Francis, Brian. Beginning Active Server
Page 2.0 . United Kingdom :Wrox Press
Ltd. 1998
g. Sumekar, Sri; Noegroho, Nindya.
Pedoman Teknis Layanan Perpustakaan
dan Informasi . Jakarta :Perpustakaan
Nasional. 2002.
h. Deitel, Harvey M. Internet & World
wide Web How To Program. New
Jersey. 2002.
Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
Sekarang bukan jamannya lagi mencari-cari buku dari katalog kusam di perpustakaan. Peran Teknologi Informasi (TI)
telah banyak digunakan untuk memudahkan para pengguna perpustakaan mememukan buku favoritnya. Dengan hanya
mengetik judul buku atau nama pengarang di tuts komputer, informasi mengenai posisi serta keberadaan buku yang kita
cari pun akan segera tersaji di layar komputer.
Sekarang bukan jamannya lagi mencari-cari buku dari katalog kusam di perpustakaan. Peran Teknologi Informasi (TI)
telah banyak digunakan untuk memudahkan para pengguna perpustakaan mememukan buku favoritnya. Dengan hanya
mengetik judul buku atau nama pengarang di tuts komputer, informasi mengenai posisi serta keberadaan buku yang kita
cari pun akan segera tersaji di layar komputer.
Idealnya, setiap perpustakaan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi untuk mendukung pengelolaan koleksi
perpustakaan. Diperlukan beberapa perangkat untuk pengelolaan perpustakaan berbasis TI.
1. Komputer
Komputer diperlukan untuk menerima dan mengolah data menjadi informasi secara cepat dan tepat. Perangkat
komputer ini akan digunakan untuk menyimpan data koleksi buku, data anggota perpustakaan, dan OPAC (Online Public
Accses Catalogue). Dengan OPAC, para pelanggan perpustakaan bisa mencari informasi koleksi buku yang mereka
butuhkan tanpa harus mencari secara langsung. Komputer itu juga bisa dikoneksikan ke internet.
2. Internet
Di antara manfaat internet untuk pengelolaan perpustakaan adalah sebagai peranti untuk mengakses informasi
multimedia dari internet, serta sebagai sarana telekomunikasi dan distribusi informasi. Koneksi internet juga bisa
dimanfaatkan untuk membuat homepage perpustakaan, yang bisa digunakan untuk menyebarluaskan katalog dan
informasi.
3. Software
Untuk mempermudah penyajian informasi, diperlukan software khusus untuk mendukung pelayanan perpustakaan. Ada
beberapa jenis software yang umum digunakan di perpustakaan berbasis IT baik yang berbasis offline maupun online
(open source), di antaranya Athenaeum Light dan Freelib.
Athenaeum Light
Kata Athenaeum diambil dari bahasa Yunani, yang artinya perpustakaan atau reading room. Nama ini digunakan oleh
Sumware Consulting NZ untuk nama produk perangkat lunak 'gratisan' yang mereka buat. Atheaneum Light 8.5.vi
merupakan versi modifikasi dari Athenaeum Light 6.0. yang telah melalui proses konversi menggunakan Filemaker 8.5
dengan kemampuan lebih baik, robust serta mampu mengelola data hingga 8 Tera byte. Athenaeum Light 8.5 ini hanya
dapat bekerja pada OS Windows XP dan 2000 service pack 4, dengan processor minimal Pentium 3 atau lebih tinggi.
Dengan software ini para pustakawan akan sangat terbantu dalam pengelolaan perpustakaan, dari proses katalog, input
daftar anggota, OPAC, peminjaman, pengembalian, informasi, serta klasifikasi koleksi buku. Pengelola perpustakaan
pun tak perlu lagi repot membuat barcode, karena secara otomatis, barcode akan muncul saat pengklasifikasian buku.
Freelib
Freelib merupakan singkatan dari Freedom Library yang diambil dari nama Perpustakaan Freedom, yang pertama kali
menerapkan aplikasi software ini. Sampai saat ini, Freelib sudah menginjak versi 3.0.2 untuk aplikasi katalog,
manajemen versi 1.0.2 sedangkan untuk Linux versi 0.0.4. Spesifikasi hardware yang direkomendasikan minimal
pentium 3, 600 Mhz dengan memori 64 Mb. Untuk versi Linux, spesifikasi hardware yang dianjurkan lebih tinggi, minimal
pentium 4 dengan memori minimal 128Mb
Selain Athenaeum Light dan Freelib, masih ada banyak software lain seperti CDS/ISIS, Open Biblio, IBRA, LIBRA,
SIMPEL, Chyprus, dan lain lain. Rata rata program itu merupakan open source dan dibuat secara khusus untuk
perpustakaan.
Kemudahan yang ditawarkan teknologi itu harus dimbangi dengan meningkatnya sumber daya manusia (SDM) para
pustakawan. Mereka harus memahami dan dapat mengaplikasikan segala kemajuan teknologi itu untuk kepentingan
perpustakaan. Karena akan sia-sia saja program-program itu diciptakan, jika tidak dimanfaatkan
telah banyak digunakan untuk memudahkan para pengguna perpustakaan mememukan buku favoritnya. Dengan hanya
mengetik judul buku atau nama pengarang di tuts komputer, informasi mengenai posisi serta keberadaan buku yang kita
cari pun akan segera tersaji di layar komputer.
Sekarang bukan jamannya lagi mencari-cari buku dari katalog kusam di perpustakaan. Peran Teknologi Informasi (TI)
telah banyak digunakan untuk memudahkan para pengguna perpustakaan mememukan buku favoritnya. Dengan hanya
mengetik judul buku atau nama pengarang di tuts komputer, informasi mengenai posisi serta keberadaan buku yang kita
cari pun akan segera tersaji di layar komputer.
Idealnya, setiap perpustakaan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi untuk mendukung pengelolaan koleksi
perpustakaan. Diperlukan beberapa perangkat untuk pengelolaan perpustakaan berbasis TI.
1. Komputer
Komputer diperlukan untuk menerima dan mengolah data menjadi informasi secara cepat dan tepat. Perangkat
komputer ini akan digunakan untuk menyimpan data koleksi buku, data anggota perpustakaan, dan OPAC (Online Public
Accses Catalogue). Dengan OPAC, para pelanggan perpustakaan bisa mencari informasi koleksi buku yang mereka
butuhkan tanpa harus mencari secara langsung. Komputer itu juga bisa dikoneksikan ke internet.
2. Internet
Di antara manfaat internet untuk pengelolaan perpustakaan adalah sebagai peranti untuk mengakses informasi
multimedia dari internet, serta sebagai sarana telekomunikasi dan distribusi informasi. Koneksi internet juga bisa
dimanfaatkan untuk membuat homepage perpustakaan, yang bisa digunakan untuk menyebarluaskan katalog dan
informasi.
3. Software
Untuk mempermudah penyajian informasi, diperlukan software khusus untuk mendukung pelayanan perpustakaan. Ada
beberapa jenis software yang umum digunakan di perpustakaan berbasis IT baik yang berbasis offline maupun online
(open source), di antaranya Athenaeum Light dan Freelib.
Athenaeum Light
Kata Athenaeum diambil dari bahasa Yunani, yang artinya perpustakaan atau reading room. Nama ini digunakan oleh
Sumware Consulting NZ untuk nama produk perangkat lunak 'gratisan' yang mereka buat. Atheaneum Light 8.5.vi
merupakan versi modifikasi dari Athenaeum Light 6.0. yang telah melalui proses konversi menggunakan Filemaker 8.5
dengan kemampuan lebih baik, robust serta mampu mengelola data hingga 8 Tera byte. Athenaeum Light 8.5 ini hanya
dapat bekerja pada OS Windows XP dan 2000 service pack 4, dengan processor minimal Pentium 3 atau lebih tinggi.
Dengan software ini para pustakawan akan sangat terbantu dalam pengelolaan perpustakaan, dari proses katalog, input
daftar anggota, OPAC, peminjaman, pengembalian, informasi, serta klasifikasi koleksi buku. Pengelola perpustakaan
pun tak perlu lagi repot membuat barcode, karena secara otomatis, barcode akan muncul saat pengklasifikasian buku.
Freelib
Freelib merupakan singkatan dari Freedom Library yang diambil dari nama Perpustakaan Freedom, yang pertama kali
menerapkan aplikasi software ini. Sampai saat ini, Freelib sudah menginjak versi 3.0.2 untuk aplikasi katalog,
manajemen versi 1.0.2 sedangkan untuk Linux versi 0.0.4. Spesifikasi hardware yang direkomendasikan minimal
pentium 3, 600 Mhz dengan memori 64 Mb. Untuk versi Linux, spesifikasi hardware yang dianjurkan lebih tinggi, minimal
pentium 4 dengan memori minimal 128Mb
Selain Athenaeum Light dan Freelib, masih ada banyak software lain seperti CDS/ISIS, Open Biblio, IBRA, LIBRA,
SIMPEL, Chyprus, dan lain lain. Rata rata program itu merupakan open source dan dibuat secara khusus untuk
perpustakaan.
Kemudahan yang ditawarkan teknologi itu harus dimbangi dengan meningkatnya sumber daya manusia (SDM) para
pustakawan. Mereka harus memahami dan dapat mengaplikasikan segala kemajuan teknologi itu untuk kepentingan
perpustakaan. Karena akan sia-sia saja program-program itu diciptakan, jika tidak dimanfaatkan
Membangun Perpustakaan Riset
A. PENGANTAR
Perpustakaan perguruan tinggi berperan menunjang kegiatan pembelajaran dan penelitian. Hal tersebut terkait fungsi dokumentasi dan fungsi informasi dari perpustakaan, yakni: menyimpan berbagai sumber informasi dan mengolahnya serta menyajikannya dalam bentuk: abstrak, bibliografi serta indeks. Berdasarkan kedua fungsi tersebut maka Udin Saripudin Winata Putra (1999; 65) dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002) mengkategorikan manusia; buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan media pendidikan sebagai sumber pembelajaran. Sehingga sumber belajar dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk bahan ajar.
Kebijakan pemerintah terhadap sektor pendidikan turut berdampak pada eksistensi perpustakaan. Pengesahan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi dasar bagi penyelenggaraan otomomi pendidikan. Pihak rektorat dituntut inovatif mengatasi masalah pendanaan operasional perguruan tinggi. UU BHP telah mengatur masalah pendanaan pada pasal 33 sampai dengan pasal 38. Maka pihak rektorat dituntut ’jeli’ melihat peluang untuk menggali sumber-sumber pendanaan. Salah satu ’peluang’ sumber pendanaan adalah kegiatan penelitian. Data dari Unesco menyebutkan bahwa pada tahun 1996 dana yang dihabiskan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) di dunia mencapai 547 milyar dollar Amerika. Dana tersebut tersebar 38% di Amerika Utara (Amerika Serikat sebagai pengguna terbesar di Amerika Utara), 30 % di Eropa, 30 % di Asia (Jepang menggunakan 50 % dana yang beredar di Asia), 2 % di Amerika Latin dan Afrika (Media Kerja Budaya, edisi 09/2002). Jika peluang tersebut dapat dimanfaatkan dan diimplentasikan dalam bentuk Research University. Maka perguruan tinggi akan mendapatkan manfaat ganda, yakni: 1.) Terpenuhinya sumber pendanaan bagi operasional perguruan tinggi tanpa membebani mahasiswa; 2.) Para dosen dan mahasiswa dapat meningkatkan kompetensi keilmuan melalui kegiatan-kegiatan penelitian; 3.) Bekembangnya ilmu pengetahuan sebagai dampak dari kegiatan penelitian. Sehingga Tri Darma perguruan tinggi tidak menjadi jargon semata. Dengan otonomi yang dimilikinya maka pihak rektorat dapat mengambil kebijakan-kebijakan strategis terkait fungsi penelitian. Karena penelitian merupakan katalisator kemajuan.
Konsekuensi logis dari perubahan status menjadi Research University akan melecut perpustakaan perguruan tinggi untuk mengakselerasi dirinya dari tahap gudang buku (Store House Period) ke tahap pendidikan dan penelitian (Educational and Research Period). Pada tahapan tersebut, perpustakaan perguruan tinggi tidak sebatas tempat simpan pinjam buku saja. Namun perpustakaan berperan sebagai katalis bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Perpustakaan perguruan tinggi dapat membentuk forum-forum diskusi yang bermuara pada pemikiran-pemikiran kritis. Dan membebaskan para penggunanya dari illiteracy information. Mengacu pada pentahapan tersebut maka perpustakaan perguruan tinggi bertansformasi menjadi perpustakaan riset.
B. KONSEP PERPUSTAKAAN RISET.
Untuk melangkah dari tahap gudang buku ke tahap pendidikan dan penelitian maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan. Jika merujuk pada definisi pada situs Online Dictionary of Library and Information Science (ODLIS) maka Perpustakaan riset (research library) : “A library containing a comprehensive collection of materials in a specific field, academic discipline, or group of disciplines, including primary and secondary sources, selected to meet the information needs of serious researchers”. (http://blog.360.yahoo.com; diunduh 29/12-08). Berdasarkan definisi tersebut maka setidaknya ada 3 (tiga) aspek yang harus dipersiapkan, yakni:
1. Sumberdaya Manusia (SDM).
Aspek SDM berperan penting dalam organisasi. Sistem tidak akan berjalan jika aspek brainware-nya tidak berfungsi. Perpustakaan riset membutuhkan pustakawan berkualifikasi subject spesialis. Karena spesialisasi dibidang ilmu tertentu akan sangat membantu pustakawan memahami kebutuhan penggunanya. Pustakawan subjeck spesialis dapat direkrut melalui metode impassing, yakni: sarjana bidang non perpustakaan direkrut dan diberikan pelatihan dibidang perpustakaan. Atau sebaliknya, pustakawan berlatar belakang pendidikan perpustakaan khususnya jenjang D-III didorong untuk melanjutkan strata 1 diluar bidang perpustakaan. Jenis subject spesialis disesuaikan dengan cakupan kerja perpustakaan riset. Maksudnya, perpustakaan riset yang bergerak dibidang pertanian dan melayani kebutuhan penelitian pertanian akan sangat membutuhkan subject spesialis dibidang agronomi, pertanian lahan kering dan sosek pertanian.
Keahlian teknis bidang teknologi informasi mutlak dimiliki para pustakawan di perpustakaan riset. Kemajuan teknologi telah memicu ledakan informasi sekaligus mempermudah akses informasi. Sedangkan informasi yang terbarukan sangat dibutuhkan oleh peneliti. Sangat ironis jika saat ini pustakawan tidak mampu mengoperasikan internet sehingga dia terjebak dalam belantara informasi. Padahal tugas pustakawan adalah mencari, mengorganisasikan dan menyajikan informasi untuk kebutuhan penelitian.
2. Sarana & Prasarana.
Sarana prasara yang menunjang konsep perpustakaan riset terbagi menjadi 2 (dua), yakni: koleksi & sarana penelusuran. Perpustakaan riset bercirikan: tersedianya koleksi yang komprehensif dan spesifik menyangkut disiplin ilmu yang relevan dengan kajian penelitian tertentu. (semisal: pertanian lahan kering, ilmu kelautan dan pengelolaan wilayah pesisir). Jenis koleksinya merupakan buku, jurnal maupun e-jurnal yang memuat informasi yang terbarukan. Aspek keterbaruan informasi menjadi aspek penentu bagi arah kebijakan pengadaan koleksi. Hendaknya koleksi jurnal lebih mendominasi daripada buku. Keunggulan jurnal adalah hasil-hasil penelitian lebih cepat didesiminasikan melalui jurnal penelitian.
Disamping koleksinya yang spesifik, Jasa penelusuran pada perpustakaan riset menggunakan fasilitas elektronis yakni: Online Public Katalog Acces (OPAC) maupun menggunakan CD-ROM. Perangkat tersebut menjamin keakurasian serta efisiensi waktu penelusuran. Ketersediaan fasilitas internet mutlak ada sehingga pengguna dapat menelusur informasi secara mandiri.
3. Layanan.
Kerjasama antar beberapa perpustakaan perguruan tinggi dalam jejaring informasi akan mempertajam fungsi referensi perpustakaan riset. Bentuk kerjasama berupa: layanan silang layan. Keuntungan dari layanan ini adalah: perpustakaan A dapat bertukar koleksi & informasi dengan jaringan perpustakaan lainnya terkait suatu informasi tertentu yang tidak dimiliki oleh perpustakaan tersebut. Perpustakaan A dapat merujuk informasi yang tidak dipunyainya kepada salah satu perpustakaan yang mempunyai informasi tersebut. Sehingga kebutuhan informasi pengguna yang dapat dipenuhi oleh perpustakaan.
C. PENUTUP.
Keberadaan perpustakaan riset menjadi wahana bagi pendidik dan peneliti untuk menyalurkan informasi sekaligus sebagai sumber inspirasi. Mengingat pentingnya fungsi perpustakaan riset dalam menunjang kegiatan penelitian. Maka kombinasi ideal antara kebijakan anggaran, pengadaan koleksi dan layanan akan memuluskan terwujudnya perpustakaan riset. Setidaknya 3 (tiga) unsur yang patut dipersiapkan untuk membangun perpustakaan riset, yakni: aspek sumberdaya manusia yang bercirikan ketersediaan subjek spesialis; aspek koleksi yang spesifik terhadap bidang keilmuan tertentu dan aspek layanan yang terwujud kedalam format silang layan.
Daftar Bacaan.
Djamarah, Syaiful Bahri; Aswan Zain (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta
(http://blog.360.yahoo.com; diunduh 29/12-08).
Media Kerja Budaya, edisi 09/2002.
Perpustakaan perguruan tinggi berperan menunjang kegiatan pembelajaran dan penelitian. Hal tersebut terkait fungsi dokumentasi dan fungsi informasi dari perpustakaan, yakni: menyimpan berbagai sumber informasi dan mengolahnya serta menyajikannya dalam bentuk: abstrak, bibliografi serta indeks. Berdasarkan kedua fungsi tersebut maka Udin Saripudin Winata Putra (1999; 65) dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002) mengkategorikan manusia; buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan media pendidikan sebagai sumber pembelajaran. Sehingga sumber belajar dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk bahan ajar.
Kebijakan pemerintah terhadap sektor pendidikan turut berdampak pada eksistensi perpustakaan. Pengesahan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi dasar bagi penyelenggaraan otomomi pendidikan. Pihak rektorat dituntut inovatif mengatasi masalah pendanaan operasional perguruan tinggi. UU BHP telah mengatur masalah pendanaan pada pasal 33 sampai dengan pasal 38. Maka pihak rektorat dituntut ’jeli’ melihat peluang untuk menggali sumber-sumber pendanaan. Salah satu ’peluang’ sumber pendanaan adalah kegiatan penelitian. Data dari Unesco menyebutkan bahwa pada tahun 1996 dana yang dihabiskan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) di dunia mencapai 547 milyar dollar Amerika. Dana tersebut tersebar 38% di Amerika Utara (Amerika Serikat sebagai pengguna terbesar di Amerika Utara), 30 % di Eropa, 30 % di Asia (Jepang menggunakan 50 % dana yang beredar di Asia), 2 % di Amerika Latin dan Afrika (Media Kerja Budaya, edisi 09/2002). Jika peluang tersebut dapat dimanfaatkan dan diimplentasikan dalam bentuk Research University. Maka perguruan tinggi akan mendapatkan manfaat ganda, yakni: 1.) Terpenuhinya sumber pendanaan bagi operasional perguruan tinggi tanpa membebani mahasiswa; 2.) Para dosen dan mahasiswa dapat meningkatkan kompetensi keilmuan melalui kegiatan-kegiatan penelitian; 3.) Bekembangnya ilmu pengetahuan sebagai dampak dari kegiatan penelitian. Sehingga Tri Darma perguruan tinggi tidak menjadi jargon semata. Dengan otonomi yang dimilikinya maka pihak rektorat dapat mengambil kebijakan-kebijakan strategis terkait fungsi penelitian. Karena penelitian merupakan katalisator kemajuan.
Konsekuensi logis dari perubahan status menjadi Research University akan melecut perpustakaan perguruan tinggi untuk mengakselerasi dirinya dari tahap gudang buku (Store House Period) ke tahap pendidikan dan penelitian (Educational and Research Period). Pada tahapan tersebut, perpustakaan perguruan tinggi tidak sebatas tempat simpan pinjam buku saja. Namun perpustakaan berperan sebagai katalis bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Perpustakaan perguruan tinggi dapat membentuk forum-forum diskusi yang bermuara pada pemikiran-pemikiran kritis. Dan membebaskan para penggunanya dari illiteracy information. Mengacu pada pentahapan tersebut maka perpustakaan perguruan tinggi bertansformasi menjadi perpustakaan riset.
B. KONSEP PERPUSTAKAAN RISET.
Untuk melangkah dari tahap gudang buku ke tahap pendidikan dan penelitian maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan. Jika merujuk pada definisi pada situs Online Dictionary of Library and Information Science (ODLIS) maka Perpustakaan riset (research library) : “A library containing a comprehensive collection of materials in a specific field, academic discipline, or group of disciplines, including primary and secondary sources, selected to meet the information needs of serious researchers”. (http://blog.360.yahoo.com; diunduh 29/12-08). Berdasarkan definisi tersebut maka setidaknya ada 3 (tiga) aspek yang harus dipersiapkan, yakni:
1. Sumberdaya Manusia (SDM).
Aspek SDM berperan penting dalam organisasi. Sistem tidak akan berjalan jika aspek brainware-nya tidak berfungsi. Perpustakaan riset membutuhkan pustakawan berkualifikasi subject spesialis. Karena spesialisasi dibidang ilmu tertentu akan sangat membantu pustakawan memahami kebutuhan penggunanya. Pustakawan subjeck spesialis dapat direkrut melalui metode impassing, yakni: sarjana bidang non perpustakaan direkrut dan diberikan pelatihan dibidang perpustakaan. Atau sebaliknya, pustakawan berlatar belakang pendidikan perpustakaan khususnya jenjang D-III didorong untuk melanjutkan strata 1 diluar bidang perpustakaan. Jenis subject spesialis disesuaikan dengan cakupan kerja perpustakaan riset. Maksudnya, perpustakaan riset yang bergerak dibidang pertanian dan melayani kebutuhan penelitian pertanian akan sangat membutuhkan subject spesialis dibidang agronomi, pertanian lahan kering dan sosek pertanian.
Keahlian teknis bidang teknologi informasi mutlak dimiliki para pustakawan di perpustakaan riset. Kemajuan teknologi telah memicu ledakan informasi sekaligus mempermudah akses informasi. Sedangkan informasi yang terbarukan sangat dibutuhkan oleh peneliti. Sangat ironis jika saat ini pustakawan tidak mampu mengoperasikan internet sehingga dia terjebak dalam belantara informasi. Padahal tugas pustakawan adalah mencari, mengorganisasikan dan menyajikan informasi untuk kebutuhan penelitian.
2. Sarana & Prasarana.
Sarana prasara yang menunjang konsep perpustakaan riset terbagi menjadi 2 (dua), yakni: koleksi & sarana penelusuran. Perpustakaan riset bercirikan: tersedianya koleksi yang komprehensif dan spesifik menyangkut disiplin ilmu yang relevan dengan kajian penelitian tertentu. (semisal: pertanian lahan kering, ilmu kelautan dan pengelolaan wilayah pesisir). Jenis koleksinya merupakan buku, jurnal maupun e-jurnal yang memuat informasi yang terbarukan. Aspek keterbaruan informasi menjadi aspek penentu bagi arah kebijakan pengadaan koleksi. Hendaknya koleksi jurnal lebih mendominasi daripada buku. Keunggulan jurnal adalah hasil-hasil penelitian lebih cepat didesiminasikan melalui jurnal penelitian.
Disamping koleksinya yang spesifik, Jasa penelusuran pada perpustakaan riset menggunakan fasilitas elektronis yakni: Online Public Katalog Acces (OPAC) maupun menggunakan CD-ROM. Perangkat tersebut menjamin keakurasian serta efisiensi waktu penelusuran. Ketersediaan fasilitas internet mutlak ada sehingga pengguna dapat menelusur informasi secara mandiri.
3. Layanan.
Kerjasama antar beberapa perpustakaan perguruan tinggi dalam jejaring informasi akan mempertajam fungsi referensi perpustakaan riset. Bentuk kerjasama berupa: layanan silang layan. Keuntungan dari layanan ini adalah: perpustakaan A dapat bertukar koleksi & informasi dengan jaringan perpustakaan lainnya terkait suatu informasi tertentu yang tidak dimiliki oleh perpustakaan tersebut. Perpustakaan A dapat merujuk informasi yang tidak dipunyainya kepada salah satu perpustakaan yang mempunyai informasi tersebut. Sehingga kebutuhan informasi pengguna yang dapat dipenuhi oleh perpustakaan.
C. PENUTUP.
Keberadaan perpustakaan riset menjadi wahana bagi pendidik dan peneliti untuk menyalurkan informasi sekaligus sebagai sumber inspirasi. Mengingat pentingnya fungsi perpustakaan riset dalam menunjang kegiatan penelitian. Maka kombinasi ideal antara kebijakan anggaran, pengadaan koleksi dan layanan akan memuluskan terwujudnya perpustakaan riset. Setidaknya 3 (tiga) unsur yang patut dipersiapkan untuk membangun perpustakaan riset, yakni: aspek sumberdaya manusia yang bercirikan ketersediaan subjek spesialis; aspek koleksi yang spesifik terhadap bidang keilmuan tertentu dan aspek layanan yang terwujud kedalam format silang layan.
Daftar Bacaan.
Djamarah, Syaiful Bahri; Aswan Zain (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta
(http://blog.360.yahoo.com; diunduh 29/12-08).
Media Kerja Budaya, edisi 09/2002.
Langganan:
Postingan (Atom)