16 Maret 2009

Mengembalikan Peran Perpustakaan, Pustakawan Kantor Arsip Perpustakaan dan Pengolahan Data Kota Makassar

(Tribun Timur). Peran perpustakaan dan pustakawan sangat mendukung pembangunan sumber daya manusia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Hasil Ujian Nasional SMA dan SMP yang terpuruk baru-baru ini dapat mencerminkan sejauh mana peran perpustakaan di sekolah sebagai “jantung” dan sumber belajar siswa.

 
Tanggal 3 Juli 2008 adalah hari Pustakawan Indonesia yang ke-35. Lebih sepertiga abad, sejak tahun 1973 perkembangan pustakawan di Indonesia belumlah menonjol dibandingkan profesi lain. Padahal jabatan fungsional pustakawan adalah jabatan strategis sebagai agen informasi. Banyak faktor yang mempengaruhi selain jabatan yang kurang diminati juga wadahnya yakni perpustakaan yang image-nya kurang menarik bagi masyarakat. Sejak pemberlakuan kebijakan otonomi daerah mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan pusat dan daerah utamanya dalam bidang perpustakaan.
Keberadaan Perpustakaan Nasional RI sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) tidak memiliki kekuatan efektif dalam melakukan pembinaan dan pengembangan perpustakaan di seluruh wilayah Indonesia. Eksistensi perpustakaan sebagai hak masyarakat belajar sepanjang hayat yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/ kota hingga sampai di desa-desa saat ini dihadapkan oleh berbagai dilema utamanya perbedaan pemahaman dan persepsi mengenai peran dan fungsi perpustakaan sehingga menimbulkan keberagaman kebijakan dalam pengembangan perpustakaan.
Selain itu asumsi atau imej yang membuat masyarakat malas berkunjung ke perpustakaan karena mereka masih menganggap perpustakaan tak lebih dari kumpulan buku-buku tua dan berdebu. Wajar saja pemerintah dan masyarakat lebih senang mendirikan taman-taman baca, kafe baca, dan seterusnya dibanding memperbaiki citra nama perpustakaan. Tengok saja di luar negeri tidak ada nama lain untuk perpustakaanya yakni hanya satu nama Library. Padahal pada dasarnya perpustakaan dan taman baca sama bahkan perpustakaan sebenarnya lebih jelas struktur kelembagaan dan orientasi ke depan dibanding taman baca yang dikelola swadaya dan dapat bersifat semu tergantung kepada pemiliknya.
Tak salah yang dikemukakan Hernandono dalam orasi ilmiah pustakawannya bahwa perkembangunan kepustakawanan di Indonesia hingga saat ini lebih banyak diarahkan pada wadah dibandingkan isinya. Artinya pembangunan fisik lebih diutamakan dibanding membangun jiwa para SDM yang telah dimiliki. Hal ini perlu dipikirkan bersama, masih inginkah kita terus mengotak-atik nama perpustakaan ataukah mulai sekarang mencoba menghidupkan kembali SDM dan menjalankan peran perpustakaan yang sudah ada. Nama perpustakaan yang berkembang sekarang perlu dikembalikan ke subtansinya karena perpustakaan asal katanya adalah pustaka yang berarti buku sedangkan awalan per- dan akhiran -an diartikan sebagai kumpulan buku-buku. Sehingga perpustakaan adalah kumpulan bahan pustaka baik tercetak maupun terekam yang disusun secara sistematis untuk dapat dimanfaatkan kepada pengguna/pemustaka. Sedangkan pustakawan sendiri bertugas mengelola dan memberikan layanan yang profesional kepada masyarakat.
Jenis Perpustakaan
Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya manusia. Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang ia miliki. Pada hakekatnya perpustakaan merupakan hasil budaya berupa lembaga yang mengumpulkan, menyimpan, mengatur baik berupa karya cetak maupun karya rekam sebagai sumber informasi dan belajar dari generasi ke generasi. Di Indonesia hanya ada lima jenis perpustakaan dan kelima jenis ini sudah ditetapkan di dalam UU Perpustakaan No 43 pasal 20, yakni: 1. Perpustakaan Nasional (National Library), perpustakaan ini tugasnya membina seluruh jenis perpustakaan di Indonesia dan sebagai pusat dokumentasi seluruh karya cipta dari pengarang. perpustakaan nasional hanya berkedudukan di ibu kota negara yakni di Jakarta sebagai lembaga pemerintah non-departemen.
Kedua, Perpustakaan Umum (Public Library), perpustakaan ini diperuntukkan untuk umum tanpa memandang status social dari pengunjungnya. Perpustakaan umum wajib diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan dan desa/ kelurahan dan dapat diselenggarakan oleh masyarakat. Contohnya perpustakaan Provinsi Sulsel, Perpustakaan Kota Makassar, Perpustakaan Kecamatan Panakkukang, Perpustakaan desa Sidomukti, perpustakaan mawar melati, dan lain-lain.
Ketiga, Perpustakaan Sekolah/ Madrasah (School Library), yakni perpustakaan yang berada di lingkungan sekolah mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA/SMK baik swasta maupun negeri. Dalam UU Pendidikan penyelenggara pendidikan wajib menyediakan sarana perpustakaan sebagai sumber belajar.
Keempat, Perpustakaan Perguruan Tinggi (Univercity Library), perpustakaan ini sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) bagi civitas akademika. Contoh : Perpustakaan Unhas, UNM, STIA-LAN dan sebagainya.
Kelina, Perpustakaan Khusus (special library), perpustakaan ini terdapat pada setiap instansi/ unit kerja/ kantor baik milik pemerintah maupun swasta yang berfungsi membantu kelancaran tugas pegawai dan kantor. Contoh: Perpustakaan Dinas Koperasi, Rumah Sakit, Puskesmas, dan sebagainya.
Mendirikan Perpustakaan berdasarkan UU Perpustakaan paling sedikit memiliki lima syarat, yakni memiliki koleksi perpustakaan, memiliki tenaga perpustakaan, memiliki sarana dan prasarana perpustakaan, memiliki sumber pendanaan yang berkelanjutan dan memberitahukan keberadaanya kepada Perpustakaan Nasional. Syarat koleksi berdasarkan keputusan Menpan No 132 sekurang-kurangnya 1.000 judul. Masalah pembinaan seluruh jenis perpustakaan sekarang ini dibawahi oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota selain menyelenggarakan perpustakaan umum juga mengatur, mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah masing-masing. Sedangkan kehadiran taman baca dan rumah baca adalah salah satu upaya mendorong pembudayaan kegemaran membaca yang diselenggarakan sepenuhnya oleh masyarakat.
Lahirnya UU No 43 tentang Perpustakaan tahun 2007 membawa angin segar mengenai status dan pengembangan karier bagi jabatan pustakawan sebagai rumpun jabatan fungsional selain itu merupakan wujud keseriusan pemerintah tentang pentingnya keberadaan perpustakaan sebagai sumber belajar sepanjang hayat bagi seluruh masyarakat. Dengan semangat momentum hari pustakawan Indonesia yang ke-35, tanggal 3 Juli 2008 dan semangat 100 tahun Kebangkitan Nasional, pustakawan diharapkan dapat menata kembali peran dan fungsi perpustakaan sehingga mampu memberikan konstribusi dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Peran perpustakaan dan pustakawan sangat mendukung pembangunan sumber daya manusia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Hasil Ujian Nasional SMA dan SMP yang terpuruk baru-baru ini dapat mencerminkan sejauh mana peran perpustakaan di sekolah sebagai “jantung” dan sumber belajar siswa. Karena bagaimanapun hampir sebagian besar waktu belajar siswa banyak dihabiskan disekolah sehingga peran perpustakaan disekolah sangat penting.
Pustakawan saat ini harus bersikap profesionalime terutama bangga dengan pekerjaan dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas dengan benar-benar mendengarkan kebutuhan orang yang mereka layani. Selain itu Pustakawan perlu mensosialisasikan fungsi-fungsi perpustakaan kepada masyarakat sebagai sumber belajar dan informasi yang memiliki sifat praktis, demokratis dan ekonomis. Praktis dalam arti mudah diperoleh, demokratis dengan tidak membeda-bedakan status social dan ekonomis yakni murah bahkan gratis karena orientasi layanan perpustakaan berbasis layanan social bukan profit oriented. Sekali lagi perhatian pemerintah pusat dan daerah sangat penting demi mengangkat kembali peran dan fungsi perpustakaan sebagai wahana belajar masyarakat sepanjang hayat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar