PENGANTAR
Pada era informasi dan digital seperti saat ini pustakawan perguruan tinggi bukan
lagi hanya seorang tenaga administrasi yang membantu mahasiswa mencari informasi di
tempat yang dinamakan perpustakaan tetapi seseorang yang menyediakan kebutuhan
informasi, fasilitas layanan dan pembelajaran tanpa dibatasi tempat, waktu dan bentuk.
Era digital membawa perubahan pada setiap bidang layanan Perpustakaan, seperti
pada bidang pembinaan koleksi dan bidang layanan pengguna.
Artikel ini menjelaskan perubahan peran pustakawan pengadaan, khususnya
pustakawan perpustakaan perguruan tinggi pada era digital sebagai manajer informasi,
juga menjelaskanperubahan yang terjadi dan peluang yang dapat diambil dengan menitik
beratkan pada perpustakaan sebagai konsumen informasi maupun produsen informasi.
PERKEMBANGAN VERSUS MANAJEMEN
Pengadaan koleksi yang lazim dilakukan sebelum era digital menitik beratkan
pada perkembangan koleksi atau ”collection development”, tapi pada era digital
pengadaan koleksi lebih kearah manajemen koleksi atau ”collection management”.
Pengembangan koleksi meliputi seleksi dan pengadaan bahan-bahan pustaka berdasarkan
kebutuhan pengguna saat ini dan dimasa mendatang. Tetapi manajemen koleksi, lebih
dari sekedar membangun atau meningkatkan jumlah koleksi saja. Manajemen koleksi
juga mengatur penggunaan koleksi, cara penyimpanan, cara mengorganisasi dan
membuatnya mudah diakses oleh pengguna (Singh, 2004).
MANAJER INFORMASI
Pada perpustakaan tradisional, pengadaan koleksi terbatas pada koleksi yang
mempunyai wujud atau bentuk secara fisik berupa koleksi tercetak seperti buku, majalah, Page 2
2
jurnal, koleksi audio visual, dan lain-lain. Namun pada era digital ini, koleksi yang
dilanggan tidak terbatas pada koleksi tercetak, tapi juga koleksi yang hanya dapat diakses
secara maya seperti database jurnal dalam bentuk online, koleksi buku online. Secara
fisik kita tidak memiliki koleksinya, tetapi kita memiliki akses ke koleksi tersebut jika
kita melanggannya.
Menurut Branin (1994), dengan melimpahnya jenis informasi yang ada,
pustakawan pengadaan harus dapat menjadi seorang “knowledge manager”, daripada
sebagai seorang “collection manager”. Knowledge disini menggantikan kata collection,
karena pada saat ini fokus pengembangan koleksi tidak hanya berupa koleksi tercetak
seperti pada era tradisio nal, tetapi pustakawan pengadaan saat ini berperan dalam proses
survey terhadap beragamnya sumber-sumber dan jenis informasi baik yang tercetak
maupun elektronis, kemudian melakukan seleksi, mengorganisi, dan memelihara
resources yang merupakan rekaman ilmu pengetahuan/record of knowledge (dikutip
dalam Singh, 2004).
Manajer menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer diartikan sebagai ”orang
yang berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin dan
mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan” (p. 924).
Sebagai seorang manajer informasi, pustakawan memiliki kewenangan untuk
merencanakan, mengorganisasi, melakukan pengaturan, mengarahkan untuk mencapai
tujuan dan melakukan kontrol terhadap proses pengadaan koleksi
Manajemen koleksi diartikan sebagai usaha untuk menyesuaikan koleksi
perpustakaan dengan kebutuhan pengguna, mengupayakan agar koleksi yang ada
dimanfaatkan seefektif mungkin, dan tidak menutup kemungkinan membangun program
resource sharing dengan perpustakaan atau pusat informasi lain.
Sebagai seorang manajer informasi, menurut Friend (2000), pustakawan
pengadaan seharusnya memiliki kemampuan untuk menganalisa kebutuhan pengguna
baik dimasa kini maupun masa mendatang, mengikuti perkembangan kebijakan
universitas
maupun diluar universitas, mampu membuat perencanaan dan
mengalokasikan dana dengan baik, melakukan kontrak-kontrak kerjasama, melakukan
evaluasi koleksi secara makro maupun seleksi informasi secara mikro, penyiangan,
pemeliharaan maupun menciptakan sistem evaluasi koleksi (dikutip dalam Singh, 2004). Page 3
3
Kemudahan akses informasi menggunakan teknologi internet membawa dua
perubahan besar bagi penyebaran informasi. Pertama, kemudahan akses informasi
menyebabkan perkembangan koleksi dalam bentuk elektronis semakin melimpah, baik
yang disediakan secara cuma-cuma maupun dengan cara berlangganan, sehingga
perpustakaan merupakan konsumen yang harus dengan cermat dan teliti menyeleksi
koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kedua, kemudahan akses informasi
juga memberi peluang kepada perpustakaan untuk menjadi produsen informasi dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Bukankah 2 perubahan besar tersebut
berada dalam wilayah kerja seorang pustakawan pengadaan?
Berikut ini akan dijelaskan beberapa tugas pustakawan pengadaan di era digital
yang memberinya peran baru sebagai manajer informasi.
PEDOMAN PENGADAAN
Keberagaman jenis informasi yang dapat dengan mudah dikoleksi oleh sebuah
Perpustakaan terkadang menimbulkan kebingungan tersendiri bagi pihak penentu
kebijakan di bagian pengadaan untuk mengabulkan usulan koleksi dari pengguna.
Perpustakaan, khususnya pustakawan pengadaan perlu menentukan kebijakan sistem
pengadaan yang sejalan dengan visi dan misi lembaga induk. Sebagai seorang manajer
informasi, pustakawan pengadaan harus memiliki kebijakan yang jelas yang dituangkan
dalam sebuah ”Pedoman Pengadaan” yang berisi poin-poin penting dalam pengadaan
koleksi Perpustakaan, yaitu:
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan koleksi
2. Sistem penilaian koleksi
3. Kebijakan pengadaan koleksi, meliputi anggaran, jumlah eksemplar, dll.
4. Sistem pengadaan koleksi, meliputi proses pembelian koleksi dan alur kerjanya.
5. Sistem pemeliharaan koleksi(jangka pendek maupun jangka panjang)
6. Sistem penyiangan koleksi
Pustakawan pengadaan harus dapat memberi panduan yang jelas dalam melakukan
penyiangan koleksi, karena dalam prakteknya tugas ini tidak saja dilakukan oleh
pustakawan pengadaan tapi juga dari bagian lain, bahkan juga melibatkan dosen. Page 4
4
Semua pedoman tersebut harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP)
yang jelas, dan menjadi pedoman dari pustakawan pengdaan dalam melakukan tugas dan
tanggung jawabnya.
SISTEM SELEKSI PANGKALAN DATA TERPASANG (ONLINE DATABASE)
Kemudahan akses informasi yang menyebabkan perkembangan koleksi dalam
bentuk elektronis semakin melimpah, baik yang disediakan secara cuma-cuma maupun
dengan cara berlangganan yang merupakan dampak dari era digital, perlu dicermati oleh
pustakawan dengan kejelian dalam menyeleksi koleksi, termasuk koleksi online
database yang memerlukan biaya tinggi jika kita melanggannya.
Pada saat ini online database sudah tidak asing lagi bagi dunia perpustakaan dan
penggunanya. Keberadaan online database saat ini sepertinya menjadi sebuah gengsi
tersendiri bagi perpustakaan yang melanggannya.
Online database atau pangkalan data terpasang menurut Putu Laxman Pendit
(2006), keberadaannya sudah cukup lama ada di dunia kepustakawanan di berbagai
negara maju, dan bahkan sampai dengan tahun 1975 saja sudah ada 300 penjaja (vendor)
yang menyediakan aneka pangkalan data terpasang secara komersial kepada umum.
Saat ini di era teknologi informasi yang ditandai dengan kehadiran teknologi
internet pada tahun 90-an di Indonesia, ribuan bahkan mungkin jutaan pangkalan data
terpasang beredar dan bersaing untuk memperoleh pelanggan baru. “Pangkalan-
pangkalan data terpasang inilah yang sesungguhnya merupakan perwujuduan dari konsep
virtual, karena keberadaannya tidak sungguh-sungguh di dalam lingkungan fisik
perpustakaan” (Pendit, 2006, p. 2)
Keberagaman jumlah dan jenis online database yang tersedia menuntut kejelian
konsumen sebelum memutuskan berlangganan. Pustakawan pengadaan harus jeli dalam
memutuskan dilanggan/tidaknya pangkalan data yang ditawarkan oleh vendor, dengan
memperhatikan beberapa hal seperti tersebut dibawah ini:
1. Ketersediaan dana
Keinginan untuk melanggan online database hanya akan menjadi keinginan yang tak
akan pernah terwujud jika memang tidak tersedia dana yang cukup untuk
melanggannya. Pada era digital ini, konsorsium merupakan salah satu jawaban bagi Page 5
5
perpustakaan untuk meningkatkan jumlah pangkalan data elektronik dengan biaya
yang relatif lebih murah karena ditanggung para peserta konsorsium. Sehingga dana
yang tersedia dapat dialokasikan untuk melanggan berbagai pangkalan data lainnya.
Hal tersebut memungkinkan karena data dalam bentuk digital dapat dengan mudah di
share.
2. Disiplin ilmu yang menjadi fokus institusi induk
Hendaknya online database yang dilanggan disesuaikan dengan disiplin ilmu
lembaga induknya. Jika disiplin ilmu yang menjadi fokus institusi induk cukup
beragam, sebaiknya dibuat skala prioritas atau dipilih database yang bisa menjawab
cukup banyak disiplin ilmu yang dilayani.
3. Kebutuhan pengguna
Kebutuhan untuk membeli online database hendaknya tidak didasari keinginan lain
selain untuk memenuhi kebutuhan informasi dari para penggunanya.
4. Ketersediaan fasilitas pendukung
Keberadaan online database harus didukung oleh ketersediaan fasilitas pendukung,
misalnya jaringan internet apakah sudah tersedia, fasilitas komputer yang cukup
memadai untuk mengakses database, dll.
5. Tingkat melek informasi dan teknologi pengguna
Kesiapan dari para pengguna juga perlu dipertimbangkan sebelum melanggan sebuah
online database. Apakah pengguna sudah melek teknologi, minimal dapat
menggunakan komputer. Disamping itu, pengguna juga perlu sedikit mengetahui
strategi penelusuran informasi (melek informasi). Jika kedua hal ini sudah dapat
dipenuhi, tidak ada salahnya perpustakaan melanggan online database.
Disamping ke-lima hal diatas, pustakawan pengadaan juga perlu melakukan seleksi dan
evaluasi terhadap kandungan informasi, fitur, kemudahan akses, layanan purna jual dari
vendor online database yang hendak dilanggan.
DOKUMENTASI KOLEKSI LOKAL
Seperti dijelaskan diatas bahwa kemudahan akses informasi pada era digital ini
juga memberi peluang kepada perpustakaan perguruan tinggi sebagai produsen informasi Page 6
6
dengan menyebarkan karya yang dihasilkan oleh sivitas akademika secara luas. Hal ini
tentu saja dapat meningkatkan citra institusi induk.
Perpustakaan Perguruan Tinggi dapat menggali informasi lokal yang dimiliki
Universitas untuk disajikan secara digital kepada masyarakat sebagai sumber
pembelajaran, sarana edukasi bagi masyarakat untuk menghargai milik sendiri, dan
memperkaya khasanah budaya lokal.
Koleksi lokal yang paling banyak dihasilkan universitas adalah Tugas Akhir
mahasiswa. Hampir setiap semester, perpustakaan menerima Tugas Akhir mahasiswa,
dan koleksi ini pasti akan bertambah banyak seiring dengan pertambahan waktu.
Digitalisasi Tugas Akhir merupakan pilihan yang mau tidak mau harus diambil oleh
Perpustakaan Perguruan Tinggi. Disamping keterbatasan ruang, digitalisasi Tugas Akhir
memberi nilai tambah tersendiri bagi perpustakaan.
Ketika memutuskan untuk melakukan digitalisasi koleksi Tugas Akhir,
Perpustakaan dengan dukungan dari Universitas harus menyiapkan beberapa kebijakan
seperti:
1. Menentukan pedoman penulisan Tugas Akhir,
2. Menentukan kebijakan tentang hak penyebaran informasi secara digital
3. Menentukan sistem dan standard yang akan dipakai dalam proses pengolahan koleksi
digital
4. Menentukan sistem informasi (database) yang akan dipakai dalam pengolahan
maupun temu kembali informasi.
Selain Tugas Akhir, pustakawan pengadaan juga dapat mengambil inisiatif untuk
bekerjasama dengan jurusan atau unit lain di kampus agar koleksi lain yang akan dialih-
formatkan dalam bentuk digital dapat tersistem dengan baik. Yang dimaksud tersistem
meliputi:
1. Jenis koleksi yang akan di digitalisasi; harus jelas baik dari sisi definisi maupun
karateristiknya
2. Sistem pengumpulan karya oleh mahasiswa; apakah mahasiswa juga perlu
mengumpulkan dalam bentuk digital selain bentuk aslinya, sehingga pihak
jurusan/perpustakaan tidak perlu mengalihkan dalam format digitalPage 7
7
3. Sistem seleksi karya; apakah karya yang dihasilkan perlu diseleksi dari sisi nilai,
karakteristik, keunikan, ataukah semua koleksi akan ditampilkan dalam bentuk
digital?
4. Sistem distribusi ke perpustakaan; distribusi ke perpustakaan dilakukan selama
berapa kurun waktu? Setiap semester ataukah setelah semua karya dari mahasiswa
terkumpul?
5. Kepemilikan; apakah karya yang dihasilkan oleh mahasiswa menjadi milik jurusan ?
apakah perpustakaan perlu mengoleksi karya-karya terpilih?
Bagaimana
kepemilikannya, apakah secara otomatis menjadi milik perpustakaan, ataukah
pembuat karya mereproduksi untuk perpustakaan dengan biaya dari perpustakaan?,
Jenis media apa saja yang memungkinkan untuk dikoleksi?
6. Pameran; apakah perlu koleksi yang terpilih untuk dipamerkan di perpustakaan?
Pihak-pihak siapa saja yang harus dilibatkan?
Kesemuanya itu membutuhkan kebijakan yang jelas dari pihak perpustakaan,
dalam hal ini pustakawan pengadaan, sehingga jurusan memilikipanduan yang jelas, dan
sistem pengadaan koleksi lokal dapat berjalan dengan baik dan tersistem.
Sebagai contoh, mulai sekitar tahun 2000, Perpustakaan UK Petra telah memulai
melakukan proyek digitalisasi koleksi terhadap karya-karya sivitas akademika yang
memiliki karakteristik lokal/local content (diproduksi secara lokal dan/ atau mengandung
karakteristik suatu entitas lokal). Koleksi tersebut terdiri dari Surabaya Memory
(dokumentasi berupa foto, lukisan, karya tulis, dll. ttg perkembangan kota Surabaya),
Digital Thesis (karya tugas akhir mahasiswa UK Petra), eDIMENSI (artikel jurnal
ilmiah DIMENSI yang diterbitkan UK Petra), Petra@rt Gallery (karya seni hasil
komunitas UK Petra), Petra iPoster (poster dari kegiatan/acara yang diselenggarakan di
UK Petra) dan Petra Chronicle (dokumen dan foto perkembangan UK Petra). Kesemua
koleksi tersebut dapat diakses dari katalog iSPEKTRA (http://dewey.petra.ac.id )
Kesemua koleksi digital tersebut dikembangkan melalui proyek "Desa Informasi"
(www.petra.ac.id/desa-informasi) yang merupakan proyek yang memayungi upaya
pengembangan Local eContent di Perpustakaan UK Petra. Desa Informasi tidak lagi
sekedar upaya pengembangan koleksi Local eContent, namun juga berupa upaya-upaya Page 8
8
advokasi dan promosi koleksi Local eContent ke komunitas kampus dan masyarakat
secara umum.
KESIMPULAN DAN SARAN
Peran sebagai manajer informasi membawa perubahan yang cukup besar bagi
seorang pustakawan pengadaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi. Pustakawan
pengadaan tidak hanya asal membeli koleksi sesuai dengan permintaan pengguna.
Mereka tidak lagi hanya melakukan seleksi koleksi, tetapi juga mengharuskannya
memiliki kemampuan manajerial dengan melakukan perencanaan program pengadaan
secara tersistem, mengatur alokasi anggaran dengan jelas dan terarah, melakukan
evaluasi dan perencanaan pengadaan koleksi sesuai dengan kebutuhan pengguna baik
untuk kebutuhan masa kini maupun kebutuhan di masa mendatang.
Peran sebagai manajer informasi perlu dilakukan oleh pustakawan pengadaan
dalam era digital seperti saat ini, karena kemudahan akses informasi menjadikan
perpustakaan sebagai konsumen yang harus dengan cermat dan teliti menyeleksi koleksi
yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Selain itu era digital juga memberi peluang
kepada pustakawan untuk melakukan digitalisasi koleksi yang dihasilkan oleh institusi
induk, yang tentunya dapat menjadi media dan sarana pembelajaran bagi pengguna dan
masyarakat pada umumnya.
DAFTAR REFERENSI
Liauw, Toong Tjiek. (n.d.). Desa Informasi. Brosur. Perpustakaan Universitas Kristen
Petra.
Pendit, Putu Laxman. (2006). Virtual library. 15 Juni 2006.
http://kepustakawanan.blogspot.com/2006/02/virtual-library.html
Singh, S.P. (2004). Collection management in the electronic environment. The Bottom
Line: Managing Library Finances, 17 (2), pp. 55-60
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar