16 Maret 2009

MANAJER INFORMASI: PERAN PUSTAKAWAN PENGADAAN DI ERA DIGITAL

PENGANTAR
Pada era informasi dan digital seperti saat ini pustakawan perguruan tinggi bukan 
lagi hanya seorang tenaga administrasi yang membantu mahasiswa mencari informasi di 
tempat yang dinamakan perpustakaan tetapi seseorang yang menyediakan kebutuhan
informasi, fasilitas layanan dan pembelajaran tanpa dibatasi tempat, waktu dan bentuk. 
Era digital membawa perubahan pada setiap bidang layanan Perpustakaan, seperti 
pada bidang pembinaan koleksi dan bidang layanan pengguna.
Artikel ini menjelaskan perubahan peran pustakawan pengadaan, khususnya
pustakawan perpustakaan perguruan tinggi pada era digital sebagai manajer informasi, 
juga menjelaskanperubahan yang terjadi dan peluang yang dapat diambil dengan menitik 
beratkan pada perpustakaan sebagai konsumen informasi maupun produsen informasi. 
PERKEMBANGAN VERSUS MANAJEMEN
Pengadaan koleksi yang lazim dilakukan sebelum era digital menitik beratkan 
pada perkembangan koleksi atau ”collection development”, tapi pada era digital
pengadaan koleksi lebih kearah manajemen koleksi atau ”collection management”. 
Pengembangan koleksi meliputi seleksi dan pengadaan bahan-bahan pustaka berdasarkan 
kebutuhan pengguna saat ini dan dimasa mendatang. Tetapi manajemen koleksi, lebih 
dari sekedar membangun atau meningkatkan jumlah koleksi saja. Manajemen koleksi 
juga mengatur penggunaan koleksi, cara penyimpanan, cara mengorganisasi dan
membuatnya mudah diakses oleh pengguna (Singh, 2004). 
MANAJER INFORMASI
Pada perpustakaan tradisional, pengadaan koleksi terbatas pada koleksi yang
mempunyai wujud atau bentuk secara fisik berupa koleksi tercetak seperti buku, majalah, Page 2

2
jurnal, koleksi audio visual, dan lain-lain. Namun pada era digital ini, koleksi yang
dilanggan tidak terbatas pada koleksi tercetak, tapi juga koleksi yang hanya dapat diakses 
secara maya seperti database jurnal dalam bentuk online, koleksi buku online. Secara 
fisik kita tidak memiliki koleksinya, tetapi kita memiliki akses ke koleksi tersebut jika 
kita melanggannya. 
Menurut Branin (1994), dengan melimpahnya jenis informasi yang ada,
pustakawan pengadaan harus dapat menjadi seorang “knowledge manager”, daripada 
sebagai seorang “collection manager”. Knowledge disini menggantikan kata collection, 
karena pada saat ini fokus pengembangan koleksi tidak hanya berupa koleksi tercetak 
seperti pada era tradisio nal, tetapi pustakawan pengadaan saat ini berperan dalam proses 
survey terhadap beragamnya sumber-sumber dan jenis informasi baik yang tercetak 
maupun elektronis, kemudian melakukan seleksi, mengorganisi, dan memelihara
resources yang merupakan rekaman ilmu pengetahuan/record of knowledge (dikutip 
dalam Singh, 2004). 
Manajer menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer diartikan sebagai ”orang 
yang berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin dan 
mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan” (p. 924). 
Sebagai seorang manajer informasi, pustakawan memiliki kewenangan untuk
merencanakan, mengorganisasi, melakukan pengaturan, mengarahkan untuk mencapai
tujuan dan melakukan kontrol terhadap proses pengadaan koleksi 
Manajemen koleksi diartikan sebagai usaha untuk menyesuaikan koleksi
perpustakaan dengan kebutuhan pengguna, mengupayakan agar koleksi yang ada
dimanfaatkan seefektif mungkin, dan tidak menutup kemungkinan membangun program 
resource sharing dengan perpustakaan atau pusat informasi lain.
Sebagai seorang manajer informasi, menurut Friend (2000), pustakawan 
pengadaan seharusnya memiliki kemampuan untuk menganalisa kebutuhan pengguna 
baik dimasa kini maupun masa mendatang, mengikuti perkembangan kebijakan 
universitas 
maupun diluar universitas, mampu membuat perencanaan dan
mengalokasikan dana dengan baik, melakukan kontrak-kontrak kerjasama, melakukan 
evaluasi koleksi secara makro maupun seleksi informasi secara mikro, penyiangan, 
pemeliharaan maupun menciptakan sistem evaluasi koleksi (dikutip dalam Singh, 2004). Page 3

3
Kemudahan akses informasi menggunakan teknologi internet membawa dua 
perubahan besar bagi penyebaran informasi. Pertama, kemudahan akses informasi 
menyebabkan perkembangan koleksi dalam bentuk elektronis semakin melimpah, baik 
yang disediakan secara cuma-cuma maupun dengan cara berlangganan, sehingga
perpustakaan merupakan konsumen yang harus dengan cermat dan teliti menyeleksi
koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kedua, kemudahan akses informasi 
juga memberi peluang kepada perpustakaan untuk menjadi produsen informasi dengan 
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Bukankah 2 perubahan besar tersebut 
berada dalam wilayah kerja seorang pustakawan pengadaan? 
Berikut ini akan dijelaskan beberapa tugas pustakawan pengadaan di era digital 
yang memberinya peran baru sebagai manajer informasi.
PEDOMAN PENGADAAN
Keberagaman jenis informasi yang dapat dengan mudah dikoleksi oleh sebuah 
Perpustakaan terkadang menimbulkan kebingungan tersendiri bagi pihak penentu
kebijakan di bagian pengadaan untuk mengabulkan usulan koleksi dari pengguna. 
Perpustakaan, khususnya pustakawan pengadaan perlu menentukan kebijakan sistem 
pengadaan yang sejalan dengan visi dan misi lembaga induk. Sebagai seorang manajer 
informasi, pustakawan pengadaan harus memiliki kebijakan yang jelas yang dituangkan 
dalam sebuah ”Pedoman Pengadaan” yang berisi poin-poin penting dalam pengadaan 
koleksi Perpustakaan, yaitu: 
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan koleksi
2. Sistem penilaian koleksi 
3. Kebijakan pengadaan koleksi, meliputi anggaran, jumlah eksemplar, dll.
4. Sistem pengadaan koleksi, meliputi proses pembelian koleksi dan alur kerjanya.
5. Sistem pemeliharaan koleksi(jangka pendek maupun jangka panjang)
6. Sistem penyiangan koleksi
Pustakawan pengadaan harus dapat memberi panduan yang jelas dalam melakukan 
penyiangan koleksi, karena dalam prakteknya tugas ini tidak saja dilakukan oleh 
pustakawan pengadaan tapi juga dari bagian lain, bahkan juga melibatkan dosen. Page 4

4
Semua pedoman tersebut harus memiliki Standard Operating Procedure (SOP) 
yang jelas, dan menjadi pedoman dari pustakawan pengdaan dalam melakukan tugas dan 
tanggung jawabnya.
SISTEM SELEKSI PANGKALAN DATA TERPASANG (ONLINE DATABASE)
Kemudahan akses informasi yang menyebabkan perkembangan koleksi dalam 
bentuk elektronis semakin melimpah, baik yang disediakan secara cuma-cuma maupun 
dengan cara berlangganan yang merupakan dampak dari era digital, perlu dicermati oleh 
pustakawan dengan kejelian dalam menyeleksi koleksi, termasuk koleksi online 
database yang memerlukan biaya tinggi jika kita melanggannya. 
Pada saat ini online database sudah tidak asing lagi bagi dunia perpustakaan dan 
penggunanya. Keberadaan online database saat ini sepertinya menjadi sebuah gengsi 
tersendiri bagi perpustakaan yang melanggannya. 
Online database atau pangkalan data terpasang menurut Putu Laxman Pendit 
(2006), keberadaannya sudah cukup lama ada di dunia kepustakawanan di berbagai 
negara maju, dan bahkan sampai dengan tahun 1975 saja sudah ada 300 penjaja (vendor) 
yang menyediakan aneka pangkalan data terpasang secara komersial kepada umum. 
Saat ini di era teknologi informasi yang ditandai dengan kehadiran teknologi
internet pada tahun 90-an di Indonesia, ribuan bahkan mungkin jutaan pangkalan data 
terpasang beredar dan bersaing untuk memperoleh pelanggan baru. “Pangkalan-
pangkalan data terpasang inilah yang sesungguhnya merupakan perwujuduan dari konsep 
virtual, karena keberadaannya tidak sungguh-sungguh di dalam lingkungan fisik
perpustakaan” (Pendit, 2006, p. 2)
Keberagaman jumlah dan jenis online database yang tersedia menuntut kejelian 
konsumen sebelum memutuskan berlangganan. Pustakawan pengadaan harus jeli dalam 
memutuskan dilanggan/tidaknya pangkalan data yang ditawarkan oleh vendor, dengan 
memperhatikan beberapa hal seperti tersebut dibawah ini:
1. Ketersediaan dana
Keinginan untuk melanggan online database hanya akan menjadi keinginan yang tak 
akan pernah terwujud jika memang tidak tersedia dana yang cukup untuk 
melanggannya. Pada era digital ini, konsorsium merupakan salah satu jawaban bagi Page 5

5
perpustakaan untuk meningkatkan jumlah pangkalan data elektronik dengan biaya 
yang relatif lebih murah karena ditanggung para peserta konsorsium. Sehingga dana 
yang tersedia dapat dialokasikan untuk melanggan berbagai pangkalan data lainnya. 
Hal tersebut memungkinkan karena data dalam bentuk digital dapat dengan mudah di 
share.
2. Disiplin ilmu yang menjadi fokus institusi induk
Hendaknya online database yang dilanggan disesuaikan dengan disiplin ilmu
lembaga induknya. Jika disiplin ilmu yang menjadi fokus institusi induk cukup 
beragam, sebaiknya dibuat skala prioritas atau dipilih database yang bisa menjawab 
cukup banyak disiplin ilmu yang dilayani.
3. Kebutuhan pengguna
Kebutuhan untuk membeli online database hendaknya tidak didasari keinginan lain 
selain untuk memenuhi kebutuhan informasi dari para penggunanya. 
4. Ketersediaan fasilitas pendukung
Keberadaan online database harus didukung oleh ketersediaan fasilitas pendukung, 
misalnya jaringan internet apakah sudah tersedia, fasilitas komputer yang cukup 
memadai untuk mengakses database, dll.
5. Tingkat melek informasi dan teknologi pengguna
Kesiapan dari para pengguna juga perlu dipertimbangkan sebelum melanggan sebuah 
online database. Apakah pengguna sudah melek teknologi, minimal dapat
menggunakan komputer. Disamping itu, pengguna juga perlu sedikit mengetahui 
strategi penelusuran informasi (melek informasi). Jika kedua hal ini sudah dapat 
dipenuhi, tidak ada salahnya perpustakaan melanggan online database. 
Disamping ke-lima hal diatas, pustakawan pengadaan juga perlu melakukan seleksi dan 
evaluasi terhadap kandungan informasi, fitur, kemudahan akses, layanan purna jual dari 
vendor online database yang hendak dilanggan. 
DOKUMENTASI KOLEKSI LOKAL
Seperti dijelaskan diatas bahwa kemudahan akses informasi pada era digital ini 
juga memberi peluang kepada perpustakaan perguruan tinggi sebagai produsen informasi Page 6

6
dengan menyebarkan karya yang dihasilkan oleh sivitas akademika secara luas. Hal ini 
tentu saja dapat meningkatkan citra institusi induk. 
Perpustakaan Perguruan Tinggi dapat menggali informasi lokal yang dimiliki
Universitas untuk disajikan secara digital kepada masyarakat sebagai sumber
pembelajaran, sarana edukasi bagi masyarakat untuk menghargai milik sendiri, dan 
memperkaya khasanah budaya lokal. 
Koleksi lokal yang paling banyak dihasilkan universitas adalah Tugas Akhir 
mahasiswa. Hampir setiap semester, perpustakaan menerima Tugas Akhir mahasiswa,
dan koleksi ini pasti akan bertambah banyak seiring dengan pertambahan waktu.
Digitalisasi Tugas Akhir merupakan pilihan yang mau tidak mau harus diambil oleh 
Perpustakaan Perguruan Tinggi. Disamping keterbatasan ruang, digitalisasi Tugas Akhir 
memberi nilai tambah tersendiri bagi perpustakaan.
Ketika memutuskan untuk melakukan digitalisasi koleksi Tugas Akhir,
Perpustakaan dengan dukungan dari Universitas harus menyiapkan beberapa kebijakan
seperti:
1. Menentukan pedoman penulisan Tugas Akhir, 
2. Menentukan kebijakan tentang hak penyebaran informasi secara digital 
3. Menentukan sistem dan standard yang akan dipakai dalam proses pengolahan koleksi 
digital
4. Menentukan sistem informasi (database) yang akan dipakai dalam pengolahan
maupun temu kembali informasi.
Selain Tugas Akhir, pustakawan pengadaan juga dapat mengambil inisiatif untuk 
bekerjasama dengan jurusan atau unit lain di kampus agar koleksi lain yang akan dialih-
formatkan dalam bentuk digital dapat tersistem dengan baik. Yang dimaksud tersistem 
meliputi:
1. Jenis koleksi yang akan di digitalisasi; harus jelas baik dari sisi definisi maupun 
karateristiknya
2. Sistem pengumpulan karya oleh mahasiswa; apakah mahasiswa juga perlu
mengumpulkan dalam bentuk digital selain bentuk aslinya, sehingga pihak
jurusan/perpustakaan tidak perlu mengalihkan dalam format digitalPage 7

7
3. Sistem seleksi karya; apakah karya yang dihasilkan perlu diseleksi dari sisi nilai, 
karakteristik, keunikan, ataukah semua koleksi akan ditampilkan dalam bentuk 
digital?
4. Sistem distribusi ke perpustakaan; distribusi ke perpustakaan dilakukan selama 
berapa kurun waktu? Setiap semester ataukah setelah semua karya dari mahasiswa 
terkumpul?
5. Kepemilikan; apakah karya yang dihasilkan oleh mahasiswa menjadi milik jurusan ? 
apakah perpustakaan perlu mengoleksi karya-karya terpilih? 
Bagaimana 
kepemilikannya, apakah secara otomatis menjadi milik perpustakaan, ataukah
pembuat karya mereproduksi untuk perpustakaan dengan biaya dari perpustakaan?, 
Jenis media apa saja yang memungkinkan untuk dikoleksi?
6. Pameran; apakah perlu koleksi yang terpilih untuk dipamerkan di perpustakaan? 
Pihak-pihak siapa saja yang harus dilibatkan? 
Kesemuanya itu membutuhkan kebijakan yang jelas dari pihak perpustakaan, 
dalam hal ini pustakawan pengadaan, sehingga jurusan memilikipanduan yang jelas, dan 
sistem pengadaan koleksi lokal dapat berjalan dengan baik dan tersistem. 
Sebagai contoh, mulai sekitar tahun 2000, Perpustakaan UK Petra telah memulai 
melakukan proyek digitalisasi koleksi terhadap karya-karya sivitas akademika yang 
memiliki karakteristik lokal/local content (diproduksi secara lokal dan/ atau mengandung 
karakteristik suatu entitas lokal). Koleksi tersebut terdiri dari Surabaya Memory
(dokumentasi berupa foto, lukisan, karya tulis, dll. ttg perkembangan kota Surabaya), 
Digital Thesis (karya tugas akhir mahasiswa UK Petra), eDIMENSI (artikel jurnal 
ilmiah DIMENSI yang diterbitkan UK Petra), Petra@rt Gallery (karya seni hasil
komunitas UK Petra), Petra iPoster (poster dari kegiatan/acara yang diselenggarakan di 
UK Petra) dan Petra Chronicle (dokumen dan foto perkembangan UK Petra). Kesemua 
koleksi tersebut dapat diakses dari katalog iSPEKTRA (http://dewey.petra.ac.id )
Kesemua koleksi digital tersebut dikembangkan melalui proyek "Desa Informasi"
(www.petra.ac.id/desa-informasi) yang merupakan proyek yang memayungi upaya
pengembangan Local eContent di Perpustakaan UK Petra. Desa Informasi tidak lagi
sekedar upaya pengembangan koleksi Local eContent, namun juga berupa upaya-upaya Page 8

8
advokasi dan promosi koleksi Local eContent ke komunitas kampus dan masyarakat 
secara umum.
KESIMPULAN DAN SARAN
Peran sebagai manajer informasi membawa perubahan yang cukup besar bagi 
seorang pustakawan pengadaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi. Pustakawan 
pengadaan tidak hanya asal membeli koleksi sesuai dengan permintaan pengguna.
Mereka tidak lagi hanya melakukan seleksi koleksi, tetapi juga mengharuskannya
memiliki kemampuan manajerial dengan melakukan perencanaan program pengadaan 
secara tersistem, mengatur alokasi anggaran dengan jelas dan terarah, melakukan
evaluasi dan perencanaan pengadaan koleksi sesuai dengan kebutuhan pengguna baik 
untuk kebutuhan masa kini maupun kebutuhan di masa mendatang.
Peran sebagai manajer informasi perlu dilakukan oleh pustakawan pengadaan
dalam era digital seperti saat ini, karena kemudahan akses informasi menjadikan
perpustakaan sebagai konsumen yang harus dengan cermat dan teliti menyeleksi koleksi 
yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Selain itu era digital juga memberi peluang 
kepada pustakawan untuk melakukan digitalisasi koleksi yang dihasilkan oleh institusi 
induk, yang tentunya dapat menjadi media dan sarana pembelajaran bagi pengguna dan 
masyarakat pada umumnya.
DAFTAR REFERENSI
Liauw, Toong Tjiek. (n.d.). Desa Informasi. Brosur. Perpustakaan Universitas Kristen 
Petra.
Pendit, Putu Laxman. (2006). Virtual library. 15 Juni 2006. 
http://kepustakawanan.blogspot.com/2006/02/virtual-library.html
Singh, S.P. (2004). Collection management in the electronic environment. The Bottom 
Line: Managing Library Finances, 17 (2), pp. 55-60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar