16 Maret 2009

Melahirkan Pustakawan Melek Informasi

Kata Kunci: pustakawan


UU Perpustakaan dan Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah gencar disosialisasikan. Masih banyak kendala 
 
TENAGA perpustakaan atawa yang dikenal dengan pustakawan harus diakui masih rendah dari sisi kualifikasi dan kompetensi. Terutama jika dibandingkan dengan kepala sekolah dan pengawas sekolah, sebagai bagian dari tenaga kependidikan. Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas, mengakui hal itu. 
 
”Tenaga perpustakaan kita selama ini sebatas hanya sebagai penjaga buku,” kata Surya Dharma, MPA, PhD, Direktur Tenaga Kependidikan. 
 
Menurut Surya Dharma, kondisi tenaga perpusatakaan memang belum menggembirakan, baik dari jumlah maupun kualifikasi dan kompetensi. Padahal mereka juga memiliki peran yang strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan. Untuk mendongkrak kualitas pustakawan, Direktorat Tenaga Kependidikan menyelenggarakan Sosialisasi Undang-Undang Perpustakaan dan Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah. Acara berlangsung Ruang Handayani, Gedung Depdiknas Jalan RS Fatmawati, Jakarta, akhir Agustus lalu.
 
Kegiatan sosialisasi diikuti 100 orang tenaga perpustakaan sekolah, kepala sekolah, pengawas sekolah dan kepala subdinas ketenagaan dinas pendidikan kabupaten/kota. Hadir sebagai pembicara di antaranya Direktur Tenaga Kependidikan Surya Dharma, MPA, PhD, Dra. Lucya Dhamayanti, M.Hum (Perpustakaan Nasional), Sr. Moekti (Santa Ursula School, Jakarta), Prof. Sulistyo (Universitas Indonesia).
 
PERAN PENTING TENAGA PERPUSTAKAAN
 
Sosialisasi Undang-undang Perpustakaan dan Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah dibuka oleh Direktur Tenaga Kependidikan Dr. Surya Dharma, MPA. Dalam paparanya Direktur banyak mengupas mengenai pentingnya peran dari tenaga perpustakaan. ”Tenaga perpustakaan kalau kita lihat di Negara-negara maju perannya sama dengan guru. Karena dia yang menentukan buku-buku apa yang diperkirakan sesuai dengan kepentingan guru. Oleh karenanya guru dan tenaga perpustakaan ini harusnya bisa bermitra dengan baik,” kata Surya Dharma. 
 
Lebih lanjut Direktur Tendik menekankan apa yang diajarkan guru di kelas harusnya disediakan tenaga perpustakaan. Tentunya, dengan terlebih dulu berkoordinasi dengan guru kelas. Perpustakaan pun menjadi sumber belajar siswa selain guru. Oleh karena itu peran tenaga perpustakaan sangat penting. Perpustakaan sebagai sumber pengetahuan juga penting. 
 
”Cara berpikir dan paradigma seperti ini yang harus kita kembangkan,” kata Surya Dharma.
 
Kepala sekolah, menurut Surya Dharma, semestinya tidak acuh tak acuh dengan tenaga perpustakaan. ”Pola pikir kepala sekolah harus di-brain wash. Jangan sampai terjadi kebalikannya, tenaga perpustakaannya bagus sedangkan kepala sekolah tidak memikirkan perpustakaan,” katanya.
 
Ke depan meski masih jauh dari kondisi yang memadai, Direktur Tendik mengharapkan tenaga perpustakaan bisa menjadi mitra siswa dan guru. ”Supaya siswa dapat belajar dengan meminjam buku, memperkaya dan mengaturnya. Begitu juga dengan guru. Siswa dan guru mempunyai kemampuan dalam information literacy yang merupakan tren di negara-negara maju,” Pak Direktur menambahkan.
 
Pengertian information literacy, masyarakat sekolah telah melek informasi, sehingga punya kemampuan menemukan dan menggunakan informasi. ”Bagaimana informasi dicari, bagaimana menggunakan informasi, bagaimana berpikir kritis dalam mengevaluasi sumber informasi, serta bagaimana memecahkan masalah yang membutuhkan informasi,” kata Surya Dharma. Informasi bisa digunakan untuk pembelajaran, pengambilan keputusan, selain menambah pengetahuan. 
 
Pak Direktur unjuk penelitian di Kanada yang menyimpulkan bahwa prestasi akademik siswa meningkat dengan tajam apabila sekolah memiliki perpustakaan dan tenaga pepustakaan yang baik. ”Hal ini sudah sangat jelas dan bisa dibuktikan secara empiris,” kata Surya Dharma.
 
Information literacy juga berkait dengan persaingan dunia kerja. Menurut Surya Dharma, kunci menghadapi persaingan bursa kerja adalah meningkatkan transformasi dan pengembangan pengetahuan. Lulusan sekolah hingga tingkat perguruan tinggi memerlukan orang yang mampu melakukan analisis, hingga evaluasi berbagai informasi. 
 
LONG LIFE LEARNING
 
Arah dari kebijakan perpustakaan sekolah, masih menurut penjelasan Surya Dharma, adalah life long learning alias belajar sepanjang hayat. Sebab pada dasarnya manusia memang tidak pernah berhenti dalam belajar. Kalau perpustakaan bisa menjadi wahana untuk belajar sepanjang hayat, semua bisa yang ingin belajar tinggal datang ke perpustakaan sekolah. 
 
”Di negara-negara maju perpustakaan sekolah tak hanya dinikmati siswa dan guru. Masyarakat sekitar yang membutuhkan juga orangtua yang ingin membaca sesuatu bisa memanfaatkan perpustakaan. Inilah konsep masyarakat berbasis pengetahuan,” kata Surya Dharma.
 
Surya Dharma mencontohkan misalnya dalam mengajar ekonomi, bahasa Indonesia, atau bahasa Inggris di sekolah. Semua buku dan referensi di perpustakaan sumbernya adalah di pembelajaran. ”Artinya apa yang diajarkan di kelas, yang disarankan guru seharusnya materinya ada di perpustakaan,” katanya. 
 
Di jenjang pendidikan tinggi, mahasiswa bisa mencari materi kuliah di perpustakaan. ”Nantinya, perpustakaan dijalankan berangkat pada program pembelajaran, bukan menyediakan buku karena tergantung proyek,” kata Pak DIrektur. 
 
PERLUNYA ORGANISASI PROFESI
 
Selain didera permasalahan kompetensi dan kualifikasi pustakawan, mereka juga belum mempunyai organisasi profesi yang bisa mendongkrak kinerja secara menyeluruh. ”Mengapa tidak ada satu pun asosiasi tenaga perpustakaan sekolah, yang nantinya bisa menjadi forum ilmiah tukar menukar best practices tenaga perpustakaan,” kata Surya Dharma.
 
Surya Dharma mengimbau tenaga perpustakaan segera membentuk organisasi profesi. ”Cobalah bentuk satu organisasi profesi yang bisa menjadi mitra kerja kami dalam pengembangan tenaga perpustakaan sekolah, “ katanya.
 
Kualifikasi dari tenaga perpustakaan bisa dirumuskan dalam standar kompetensi organisasi tersebut. Dalam UU Perpustakaan setiap sekolah paling tidak harus memiliki satu perpustakaan.
 
TANTANGAN PENGEMBANGAN 
 
Pengembangan perpustakaan memang masih banyak tantangannya. Hal itu dijelaskan Dra. Lucya Dhamayanti, M.Hum. Menurut pustakawan dari Perpustakaan Nasional ini, permasalahan perpustakaan di antaranya kurangnya sumber daya manusia, kurangnya koleksi perpustakaan, kurangnya fasilitas perpustakaan, kurangnya program perpustakaan seperti: pendidikan pemakai perpustakaan, kegiatan yang berkaitan dengan kurikulum seperti jam perpustakaan dan pembahasan buku, penyebaran informasi tentang buku baru dan kerjasama dengan pihak lain yang terkait seperti pengajar dan instansi lain.
 
Menurut Lucya, ada berbagai langkah penyelesaian. Di antaranya menambah jumlah SDM, menetapkan status pengelola perpustakaan, meningkatkan pengetahuan SDM tentang hal yang berkaitan dengan perpustakaan melalui pendidikan formal, diklat, magang, dan studi banding ke perpustakaan yang bagus. Koleksi buku bisa diperbanyak berdasarkan minat adalah pengadaan bahan yang sesuai dengan minat. Selama ini berbagai usaha tersebut sudah dilakukan Depdiknas dan Perpustakaan Nasional.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar