PENDAHULUAN
Wacana peran pustakawan di abad elektronik telah berkumandang semakin nyaring
sehubungan dengan “serbuan” Teknologi Informasi (TI) yang semakin gencar menembus
demarkasi praktek kepustakawanan konvensional. Dalam diskusi on-line antara beberapa pustakawan Indonesia antara lain mempertanyakan jati din pustakawan, khususnya dalam menghadapi era elektronink itu. Di negara maju wacana
mi
telah muncul sejak dasawarsa 1990an, bahkan sebelumnya. Di Indonesia muneulnya wacana
mi
memang agak terlambat, namun kenyataan tersebut sekarang tidak terelakkan lagi. Salah satu peyebabnya adalah dengan telah semakin banyaknya perpustakaan di Indonesia menerapkan TI dan tampil di jaringan Internet, atau mengakses berbagai sumber informasi di jaringan global tersebut dalam rangka melayani kebutuhan informasi penggunanya. Internet seakan lalu menjadi tempat tujuan utama dalam menemukan informasi yang diperlukan. Terasa semakin banyak orang mencani informasi di sini. Tidak heran apabila muncul pertanyaan apakah masih dipenlukan lagi perpustakaan apabila semua yang ada di perpustakaan dapat ditemukan dalam Internet. Jawab atas pertanyaan
mi
tentunya perpustakaan tetap masih diperlukan. Karena walaupun Internet membenikan lebih banyak dan lebih beragani informasi, narnun ada yang tidak tergantikan oleh Internet daii suatu perpustakan. Dengan demikian perpustakaan penlu bersiap menyesuaikan din hidup berdampingan dalam lingkungan serba elektronik dan jaringan global. Dalam era elektronik
mi
lalu muncul berbagai sebutan untuk perpustakaan yang menerapkan TI. Isitilah seperti perpustakaan maya, perpustakaan tanpa dinding, perpustakaan hibrida, perpustakaan digital, dli. kini selalu saja mewarnai kehidupan perpustakaan. Bagi sebagian besar perpustakaan di Indonesia, aplikasi TI seperti di negara-negara yang lebih maju memang masih merupakan impian. Sehingga peran pustakawan dalam situasi seperti itu juga masih merupakan impian. Namun tidak ada salahnya kita mengenal peran-peran baru itu, walaupun masih menjadi mimpi. Sciring dengan tenia pcrtctnuan, makalah
mi
mcngawali mimpi tentang peran pustakawan di masa mendatang dengan mcngutip ramalan Dr. Stanley Chodorow tentang peran pustakawan di tahun 2090 yang disampaikan dalam
Symposium on scholarship in the new information environment
di Universitas Hardvard, pada tahun 1995 (CRETH, Sheila D, 1996)
“Today, in the 2090s, no individual scholar or research group can work without a
librarian as a collaborator. Library science is now a track of the advanced degree in every discipline. It is a track taken by people very much like those who once migrated from academic fields into librarianship, but the name librarian now designates not so much a separate profession as a type of scholar. While every scholar and scientist learns how to use information in the creation of new ideas and new information and while each masters a very substantial body of information, the librarian-scholar or scientist is the discz~linary information specialist. [The librarianj is the eyes and ears of the research community, constantly surveying and mapping the information universe for colleagues. Librarians are the ones who know how to find and use the most up-to-date version of scholarly resources, how long these resources are likely to maintain their current shape and content, and how the process of change works. the corps of librarians
. . .
live in departments and research laboratories and have absorbed many of the duties that used to be performed by computer consultants as well as reference librarians. Their names
are to be found among the authors of most publications.”
Bagaimana sikap kita pustakawan di Indonesia dengan pernyataan di atas? Apakah mimpi itu dapat direalisasikan? Tahun 2090 bagi semua yang hadir dalam pertemuan
mi
memang benar-benar menjadi impian. Apa yang disebut Standley menu~ut penulis lebih merupakan visi, sehingga patut dipakai sebagai acuan dalarn mengembangkan kepustakawanan di waktu mendatang. Namun sebelum sampai pada realisasi dan visi tersebut, peniu diketahui apa saja yang sudah terjadi dalam praktek kepustakawanan di negara maju. Untuk itu perlu terlebih dahulu di lihat dan di simak berbagai pendapat dan pernyataan sehubungan dengan peran pustakawan dalam lingkungan elektronik. Selain itu perlu pula diidentifikasi kemampuan apa saja yang harus dikembangkan pustakawan guna melakukan peran tersebut. Bagaimana kemudian prakteknya di Indonesia? Yang ingin disampaikan .daiam makalah
mi
adalah pandangan seorang praktisi yang sehari-h
ari memang menghadapi gencarnya serbuan “elecronic devices” maupun tuntutan
sebagian pen ggzzna jasa
perpustakaan agar layanan informasi menjadi semakin mudah dan cepat. Kalau pernah didengungkan bahwa pustakawan seharusnya dapat memberikan layanan pada pengguna dengan informasi yang tepat
(right information for the right users),
nampaknya variabel waktu yang scn~akin cepat sekarang juga Iebih 2 dituntut. Dengan kata lain semboyan itu kini menjadi
right information, right users and right now.
Sebenarnya tuntutan atas cepatnya layanan bukan hal yang baru. Namun variabel waktu
mi
justru semakin penting karena dampak aplikasi TI dalam kehidupan masyarakat secara luas. Secaraa teoritis perpustakaan harus memakai TI agar tidak ditinggalkan
sebagian pengguna jasa
tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa kemampuan sebagaian besar perpustakaan di Indonesia masih terbatas, sehingga harus ada strategi khusus. Sebagai akhir uraian penulis menyampaikan usulan langkah yang perlu segera diambil bersama. PERGESERAN PERAN PUSTAKA WAN Peran pustakawan di era elektronik sebenamya sudah sering disebut dalam berbagai terbitan ataupun artikel. June Abbas membahasnya secara komprehensif dalam artikeinya berjudul:
The library profession and the internet: implications and scenarios for change.
Disebut dalarn artikel
mi
beberapa peran pustakawan, antara lain adalah:
•
Pustakawan sebagai gerbang baik menuju masa depan maupun masa lalu.
•
Pustakawan sebagai guru atau yang memberdayakan
•
Pustakawan sebagai pengelola pengetahuan
•
Pustakawan sebagai pengorganisasi jaringan sumberdaya informasi
•
Pustakawan sebagai pengadvokasi pengembangan kebijakan infonmasi
•
Pustakawan sebagai patner masyarakat
•
Pustakawan sebagai kolaborator dengan penyediajasa teknologi
•
Pustakawan sebagai teknisi
•
Pustakawan sebagai konsultan informasi. Pembahas lain yang menarik tentang pergeseran peran pustakawan
mi
adalah Fytton Rowland. Dia melihat peran
mi
bertolak dan fungsi yang secara tradisional dimiliki oleh penpustakaan. Secara umum fungsi tersebut dibedakan menjadi lima fungsi yang sangat tradisional yaitu:
•
pengembangan koleksi dan pengadaan,
•
katalogisasi dan klasifikasi,
U
sirkulasi,
•
referensi,
•
preservasi, konservasi dan pengarsipan. Fungsi tersebut dibahas satu-persatu dan dibandingkan pelaksanaannya antara sebelum adanya Internet dan kini, sejak internet dipakai oleh perpustakaan. Menurut dia ketrampilan dan keahlian pustakawan tetap relevan dengan semua fungsi tersebut. Dalam era Internet pengembangan koleksi dan pengadaan saat kini dilaksanakan sebagai upaya untuk mengidentifikasi situs yang sesuai dengan kebutuhan pemakai dan bagaimana
3
mengaksesnya. Katalogisasi sekarang disetarakan dengan pembuatan metadata dan berbagai situs dengan harapan agar pemakai lebih mudah menemukan kembaii informasi. Fungsi referensi tetap sebagai titik pusat kegiatan dalam arti tetap menyimak kebutuhan pemakai, memberikan nasihat atau saran menuju sumber informasi terbaik, bagaimana mengaksesnya, dan bagaimana merumuskan strategi pencarian. Preservasi tetap merupakan issue penting yang belum terjawab sepenuhnya, tetapi baik dalam era sebelum Internet dan sesudah Internet upaya
mi
bertujuan untuk mempertahankan keberadaan sumberdaya informasi selama mungkin. Hal yang bergeser dan tidak lagi dilakukan adalah sikulasi. Narnun fungsi
mi
menjadi kegiatan baru daiam arti membimbing pemakai daiam menggunakan perangkat TI secara optimal untuk menemukan informasi yang dicari. Banyak artikei lainnya yang membahas pergeseran fungsi pustakawan di era electronik
mi.
Dengan pergeseran fungsi tersebut dapat disimpulkan bahwa dipenlukan kemampuan baru dalam din seorang pustakawan. Pada tahun 1996, FID melakukan survei dengan tujuan antara lain untuk:
•
menginventarisasi pengetahuan, kompetensi dan ketrampilan profesi informasi modern, termasuk anaiisis atas fungsinya.
•
memakai fakta yang diperoleh guna membangun masa depan profesi informasi. Survei
mi
disebarkan atas enam daerah meliputi tiga puiuh satu negara dengan jumlah responden 2618. Sejalan dengan tugas dan tangggungjawab responden diperoieh jenis tugas dan peran responden sebagai berikut:
•
Penelusuran iiteratur
•
Pendidikan pengguna
•
Manajemen
u
Pengolahan bibliografis perpustakaan
•
Perencanaan dan analisis
•
Refensi dan referal sistem informasi
•
Seieksi dan pengadaan Pengkajian atas kebutuh-
•
Perencanaan sumbendaya an pengguna informasi Manajemen dan adminis-
•
Pemencaran informasi trasi pangkaian data Diperoleh juga masukan jenis tugas lain yang sening juga dikerjakan antara lain: anaiisis kompetitif (intelijen), penyampaian dokumen, manajemen internet, pemasaran, sumberdaya manusia, akuntansi dan penganggaran, pelestanian, penelitian dan mengaj an. Sedang tugas lain yang hanya dilakukan sebagian kecii responden antara lain adalah: mikrografi, dukungan untuk mengambil keputusan, iteligensia antifisial, transfer teknologi, terjemahan, dan meiakukan survei
4
KOMPETENSI YANG DIPERLUKAN
Untuk dapat melaksanakan peran atau fungsi baru tersebut pustakawan penlu memiliki kemampuan khusus. Pertemuan dewan direktur
Special Libraries Association
(SLA) dalam sidang tahunan 1996 membahas laporan tentang kompetensi yang penlu dirniliki pustakawan khusus memasuki abad 21. Ada dua jenis kompetensi yang dimaksudkan oleh SLA yaitu kompetensi pnofesional, dan kornpetensi personal. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional menyangkut pengetahuan yang dimiliki pustakawan khusus da]am bidan~z sumberdaya informasi, akses inforrnasi, teknologi, manajemen dan riset, serta kemampuan untuk menggunakan bidang pengetahuan sebagai basis dalam membenikan layanan perpustakaan dan informasi. Sedang kompetensi personal adalah ketrampilan atau keahlian, sikap dan nilai van~ memungkinkan pustakawan bekerja secara efisien, menjadi komunikator yang baik, memusatkan perhatianya pada semangat beiajar sepanjang kareernya. dapat mendemonstrasikan nilai tambah atas karyanya, dan selalu dapat bertahan daiam dunia keija yang baru. Selanj utnya kompetcnsi profesional mensvaratkan pustakawan hendaknva
•
mernpunvai pengetahuan atas isi sumberdaya informasi, termasuk kemampuan mengevaluasinya secara kritis. apabila peniu dilakukan penyaningan
•
memiliki pengetahuan subyek khusus yang cocok dan diperlukan oleh organisasi induk atau penggunajasa.
•
mengemhangkan dan mengeiola jasa inforrnasi yang nvaman, nllidah diakses
dan
cost effective‟ sejaian dengan arahan stratregis organlsasi.
•
menyediakan pedoman dan dukungan untuk penggunajasa
•
mengkaii kebutuhan informasi dan nilai tarnbah jasa informasi dan produk
yang
memeniih i kebutuhan.
•
menggunakan teknologi informasi yang sesuai untuk mengadakan, mengorgani-sasikan dan memencarkan informasi.
•
menggunakan pendekatan manajernen dan bisnis dalam rnen~komunikasikan anaiemen senior. pentingnYajasa informasi ba2i m
•
rnenghasilkan produk inforrnasi khusus untuk digunakan di dalarn maup.ri di I~r organlsasi. atau oleh pengguna peroran~an.
•
mengevaluasi hasil penggunaan informasi dan melakukan niset yang herhubun:a~ dengan permasalahan manajernen informasi.
•
secara terus-rnenerus meningkatkan iasa informasi umuk menjawab tan>~n~an can perketnhangan.
•
merupakan anggota dan tim manajemen senior atau konsultan bagi organisasi tentang issue informasi. Sedang kompetensi personal menuntut pustakawan untuk dapat:
•
melakukan layanan prima.
•
meneani tantangan dan melihat peluang baru baik di dalam maupun di luan perpustakaan.
•
melihat dengan wawasan yang luas
•
mencari mitra kerja.
•
meneiptakan lingkungan yang saling menghargai dan mempercayai.
•
memiliki ketrampilan berkomunikasi.
•
bekerja baik dengan sesama anggota tim.
•
membenikan kepemimpinan.
•
merencanakan, membuat prioritas dan fokus pada hal-hal yang knitis.
•
setia dalam belajar sepanjang hidup dan perencanaan kanier pnibadi.
•
memiliki ketrampiian bisnis dan menciptakan peluang baru.
•
mengakui nilai profesional kerjasama dan kesetiakawanan.
•
luwes dan bersikap positif dalam masa yang selalu berubah.
SITUASI KITA
Melihat peran dan kornpetensi yang seharusnya dimiliki pustakawan seperti di sebut terdahulu, rasanya menjadi pustakawan itu akan sernakin sulit. Sepertinya pustakawan harus menjadi manusia super. Padahal secara jujtir saja banyak diantara kita pustakawan di Indonesia dalam meniti kanir
mi
bukaniah merupakan cita-cita sejak kecil. Apakah pada waktu kecil dahulu kita sudah mengenai perpustakaan? Adakah upaya kita mengenalkan perpustakaan sejak usia dini? Berapa persen diantara kita para pustakawan yang punya anak, membawa anaknya ke perpustakaan dalam rangka rnencani informasi yang rnereka penlukan? Begitu banyak pertanyaan iviendasar yang seharusnya ada jawab
yang
jclas hingga dapat dipakai dalam
meneram+an
keadaan perpustakaan seperti saat
mi.
Perpustakaan di sini iebih dimaksudkan pada perpustakaan
6
umum yang seharusnya mencukupi untuk masyarakat luas. Sayang fasilitas
mi
dibangun dengan pemahaman yang sangat tipis. Perkembangan TI ternyata juga menjadi beban bagi kebanyakan perpustakaan. Banyak perpustakaan yang merasa hanya dibeni kesempatan untuk melihat semua perkembangan yang canggih namun belum dapat menerapkannya. Keadaan
mi
dapat berdampak negatif terhadap praktek pengelolaan perpustakaan tersebut. Perpustakaan juga tersaing dengan penkembangan media elektronika. Apalagi dengan budaya~ baca dan tuiis dan masyarakat kita yang belum rncnggembirakan. Kebánggaan niasyarakat atas perpustakaan pen u ditimbulkan. Namun sebel urn itu apakah kita sendiri yang menyebut din kita pustakawan juga bangga atas perpustakaan kita? Mengingat semua in rasanya nuansa murung menyelimuti kehidupan perpustakaan kita. Akankah kita larut dalam ketidak berdayaan itu?
-
Di sisi lain, untuk perpustakaan perguruan tinggi serta perpustakaan khusus ada sebersit harapan yang mulai menggumpal menjadi kenyataan yang lebih baik dengan adanya TI mi. Menurut pengamatan penulis justru perpustakaan perguruan tinggi yang selanjutnya akan menjadi ujung tombak perkembangan perpu~takaan di Indonesia. Potensi perpustakaan perguruan tinggi menjadi ujung tombak perkembangan perpustakaan di Indonesia sangatlah besar. Hal
mi
disebabkan karena biasanya perguruan tinggi memiliki kemampuan yang cukup dalam aplikasi dan pengembangan TI. Secara pnibadi penulis rnengharapkan perpustakaan
perguruan tinggi berhasil “mendongkrak” posisi perpustakaan pada tingkat yang lebih tinggi.
Untuk
mi
memang diperlukan strategi (nasional?) Kata kunci yang sangat penting dan apa yang telah disebut sejak aWal perlu dikemukakan adalah kolaborasi. Kata
mi
sekarang menjadi lebih sening disebut, walaupun
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kolaborasi masih diartikan “kerjasama dengan musuh”.
Kolaborasi dalam pengertian
mi
adalah kerjasama untuk mencapai satu tujuan. Agak berbeda dengan kooperasi yang masih memungkinkan kerjasama antar beberapa pihak dengan sasaran masingmasing yang berbeda. Siapakah yang harus berkolaborasi? Tentu yang pertama adalah para pustakawan sendini. Pada tingkat benikutnya adalah pustakawan dengan profesi lain dalam rnengelola perpustakaan, pusat informasi atau apapun sebutannya bagi insitusi yang menyediakan jasa informasi. Semua pihak saat
mi
menasa berkepentingan dalam mengelola insitusi informasm mm. Sebelum merumuskan strategi, perlu dibuat terlebih dahulu peta situasi. Secara umum peta situasi perpustakaan Indonesia terbentang antara dua kutub. Di satu sisi adalah perpustakaan
yang “siap” memasuki era elektronik, di sisi lain adalah yang perlu “disiapkan”
untuk masuk dunia tersebut. Di sinilah penlu dilakukan kolaborasi antar pustakawan. Namun dalam masing-masing domain perpustakaan dipenlukanjuga kolabonasi antara pustakawan dan non-pustakawan, termasuk dalam hal
mi
para pengguna. Kolaborasi
antar
penpustakaan dapat dilakukan dengan memodifikasi kerjasama antar perpustakaan yang sudah
-
biasa terjadi. Kolaborasi antar pustakawan dan non-pustakawan
mi
yang saat sekarang masih belum selancar apa yang diinginkan. Masih terasa pengkotakan atau saling membuat batas antara dua profesi
mi.
Hal
mi
dapat disimak antara lain dalam diskusi on-line beberapa pustakawan Indonesia. Hanya penpustaskaan yang lebih dahulu menghayati kolaborasi dengan pihak non-perpustakaan atau non-pustakawan, merekalah yang nampaknya akan lebih cepat mencapai posisi yang lebih tinggi. Bagaimana dengan internal perpustakaan sendiri? Yang dimaksud internal perpustakaan lebih diartikan sebagai kepustakawan Indonesia. Apabila pernah disebut belum samanya persepsi para pustakawan akan jatidininya. maka yang terpentina dilakukan adalah menvarnakan persepsi tersebut. Dalam hal
mi
biasanya pemikiran selalu datang dan individu. Interaksi individu dalarn satu wacana untuk mencapai satu kesepakatan dan tujuan akan membentuk kelornpok. Kelompok mm akan dapat berkembang menjadi organisasi pustakawan yang formal. N4aka kalau di Indonesia sudah ada organisas i pustakawan yang formal, maka organisasi tersebut dapat
memfasilitasi pencarian •jatidiri pustakawan
Indonesia. Dalam merumuskan jatidiri inipun
pustakawan
barns terbuka pada pandangan pihak non
—
pustakawan. Pangalaman menunjukkan bahwa sening kita
hanya
berbicara dengan din kita sendiri. Hingga pihak lain tidak pernah tahu siapakah kita itu. Penn diingatkan di sini bab~va masyarakat kita itu sangat patrimonial maka upaya kita
sening harus juga disetujui oleh pihak yang „berkuasa‟. Walaupun situasi itu pasti akan berubah
entah cepat atau lambat,
narnun
ada baiknya untuk saat sekarang masih dipertimbangkan dalarn
menyusun
startegi. Pembinan perpustakaan di Indonesia ada aturannya. Maka yang bertugas mengatur diharapkan tanggap atas perkembangan yang rasa-rasanya tidak dapat dielakkan lagi. Akan sangat menguntungkan apabila aturan yang dipakai dalam pembinaan perpustakaan dan pustakawan selalu diperbaharui dengan rnendengarkan juga masukan dan yang diatur. USULAN LANGKAH SEBAGAI PENUTUP Sehagai penutup disampaikan usulan langkah pengembangan peran pustakawan Indonesia.
•
Langkah pertarna adalah menyepakati jati din pustakawan Indonesia. Organisasi profesi pustakawan penn memfasilitasi. Dalam mencapai kesepakatan
mi
penn dilibatkan berbagai pihak terkait. Ke~iatan inipun dapat dimulai dan kelompok kecil yang sudah biasa berkornunikasi rnenggunakan sarana janingan global. Kesepakatan tersebut perlu segera disosialisasikan di kalangan para pustakawan.
Kolaborasi antar perpustakaan yang “siap” perlu segera dilakukan dan kemampuan yang telah dimiliki perlu segera di‟share” dengan pihak yang penlu disiapkan‟. Data, informasm.
dan pengetahuan
hanya
akan rnenjadi kekuatan apabila di‟share (kata orang bijak)
Akhirnya ~vajah manusiawi perlu tetap ditampi]kan dengan cantik dalarn pengelolaan perpustakaan di era elektronik. Perlu ditulis di sini pendapat Dwyers seperti dikutip Clay Hathorn benikut:
“We play a cultural role,
“
Dwyers
says, “in the sense that librarians have traditionally
applied a broader range of knowledge to pieces of
information.
I think it’s high tech and high
touch. Bring
in
high tehch, but give
it
a human face. And that face
is
the face of a librarian”
8 REFERENSI
ABBAS, June (1997) The library profession and the internet: implications and scenarios for change. Tersedia di http://edfu.lis.uitic.edu/review/5abbas.htm1. CRETH, Sheila D (1996) The electronic library: slouching toward the future or creating a new information environment. London: Cavendish Conference Centre, 30 September 1996. Tersedia di http ://www.ukoln. ac .uk/senvices/papers/follett/creth/paper.html HATHORN, Clay (1997) The librarian is dead, long live the librarian. PreText Magazine. Tersedia di http://www.pretext.com/oct97/features/story4. him INTERNATIONAL Federation for Documentation and Information (1996)
The cttrrent situation: a summary of results from FJD‟s survey of the modern information
professional. Presentation for FJD, in Graz, Austria, Oct. 23, 1996. Tensedia di http://www. conicyt.cl: 8000/rnipindex him ROWLAND, Fytton (1998) The librarian~ s role in the electronic information environment. Paper presented to the JCSU Press Workshop, Keble College, Oxford, UK, 31 March to2 April 1998. Tersedia di http://www.bodley.ox.ac.uk/icsu/rowlandppr.htm SPECIAL Library Association (1996) Competencies for special librarians of the
21
St
century. Submitted to the Board of Directors by the Special Committee on Competencies for Special Librarians. Tersedia di http
://www.s1a.or~/professiona1/cornpetencv.htrn1#top
. Jakarta 2 Juni p000 BS.
onno.vlsm.org/v01/OnnoWPurbo/contrib/aplikasi/pendidikan/peran-
pustakawan
-impian-dan-kenyataan-06-2000.rtf -
Halaman sejenis
9
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar